Sabtu, 19 September 2015

Sanksi Pidana dan Tindakan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Hukum, Judul Hukum, Konsultasi Skripsi, SKRIPSI)

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik menurut UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 22 adalah pidana dan tindakan[1].
1.      Sanksi Pidana
Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik adalah pidana pokok dan pidana tambahan, sebagai berikut:
1.1. Pidana pokok
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 23 ayat (2) yaitu:

a.      Pidana Penjara
Menurut Pasal 26 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi: Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama satu perdua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa
Menurut Pasal 26 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi: Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan delik yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama sepuluh tahun.
Menurut Pasal 26 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi: Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan delik yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b yaitu menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
Menurut Pasal 26 ayat (4) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi: Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan delik yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
b.      Pidana kurungan
Menurut Pasal 27 UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi bahwa: Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2 Huruf a, paling lama satu perdua dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa. [2]
c.        Pidana denda
Menurut Pasal 28 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi bahwa "Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak satu perdua dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa."
Menurut Pasal 28 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi bahwa: "Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja".
Menurut Pasal 28 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi bahwa:
"Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari".
d.       Pidana pengawasan
Menurut Pasal 30 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi
"pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun".
Menurut Pasal 30 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi:
Apabila terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan.
Menurut Pasal 30 ayat (3) UU No. 3 Tahun 1997 berbunyi
"Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintahan".
1.2. Pidana tambahan
Pidana tambahan yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 23 ayat (1) yaitu[3] :
a.      Perampasan barang-barang tertentu
Barang yang dapat dirampas adalah barang yang diperoleh dengan kejahatan atau barang yang dipakai untuk melakukan delik. Pada umumnya barang-barang yang boleh dirampas harus kepunyaan terhukum.
b.       Pembayaran ganti rugi
Pembayaran ganti rugi yang dijatuhkan sebagai pidana tambahan merupakan tanggung jawab dari orang tua atau orang lain yang menjalankan kekuasaan orang tua".
2.      Sanksi Tindakan
Sanksi Tindakan yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik diatur dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak sebagai berikut [4]:
a.      Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh
Sanksi Tindakan yang dapat dijatuhkan terhadap anak sebagai pelaku delik bahwa:
Meskipun anak dikembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh, anak tersebut tetap dibawah pengawasan dan bimbingan. Pembimbing Kemasyarakatan, antara lain mengikuti kegiatan kepramukaan dan lain- lain.
b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja
  Apabila hakim berpendapat bahwa orang tua, wali, atau orang tua asuh tidak memberikan pendidikan dan pembinaan yang lebih baik, maka hakim dapat menetapkan anak tersebut ditetapkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. Latihan Kerja dimaksudkan untuk memberikan bekal keterampilan kepada anak, misalnya dengan memberikan keterampilan mengenai pertukangan, pertanian, perbengkelan, tata rias dan sebagainya setelah selesai menjalani tindakan dapat hidup mandiri.
c.       Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja
Pada prinsipnya pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja diselenggarakan oleh pemerintah di Lembaga Pemasyarakatan Anak atau Departement Sosial, tetapi dalam hal kepentingan anak menghendaki hakim dapat menetapkan anak yang bersangkutan diserahkan kepada Organisasi Sosial Kemasyarakatan, seperti pesantren, panti sosial, dan lembaga sosial lainnya dengan memperhatikan agama anak yang bersangkutan.
Menurut UU Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 24 ayat (2) berbunyi "Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim". Dimana teguran yang dimaksud adalah peringatan dari hakim baik langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatan yang mengakibatkan anak tersebut dijatuhi tindakan. Sedangkan maksud dari syarat tambahan adalah kewajiban untuk melapor secara periodik kepada Pembimbing Kemasyarakatan.[5]

Tidak ada komentar: