Dalam sebuah apotek terdapat minimal satu apoteker
yang bertugas mengelola apotek. Apoteker adalah seseorang yang ahli dalam
bidang farmasi (Syamsuni, 2006 : 2). Berdasarkan PP nomor 51 tahun 2009,
apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam melaksanakan tugasnya, apoteker
dibantu oleh tenaga kefarmasian yang lain. Tenaga kefarmasian meliputi sarjana
farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi atau
asisten apoteker.
Seorang apoteker memperoleh gelarnya setelah dia
menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi. Setelah menyelesaikan
pendidikan apoteker tersebut, pimpinan perguruan tinggi wajib menyampaikan
laporan tertulis kepada menteri kesehatan mengenai daftar apoteker yang telah
lulus dalam menyelesaikan pendidikannya. Pelaporan ini hendaknya dilakukan
maksimal satu bulan setelah apoteker menerima ijazah asli. Tujuan dari laporan
ini adalah untuk mengetahui jumlah apoteker yang dihasilkan oleh lembaga
pendidikan dalam kurun waktu tertentu. Dengan diketahui jumlah apoteker
tersebut diharapkan program pemerataan tenaga kesehatan, khususnya apoteker
dapat direncanakan dengan baik (Rizema, 2012 : 50).
Menurut Anief (2008 : 1), nama apoteker merupakan
nama peninggalan Belanda yang berarti orang yang bertanggung jawab dan memimpin
apotek. Sedangkan farmasi adalah suatu profesi kesehatan yang berhubungan
dengan pembuatan dengan pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat.
Farmasi meliputi seni dan ilmu pembuatan dari sumber alam atau sintetik menjadi
material atau produk yang cocok dan enak dipakai untuk mencegah, mendiagnosa
atau mengobati penyakit. Farmasi juga meliputi profesi yang sah dan fungsi
ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat yang baik dan aman.
Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 992/Menkes/Per X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek pada Pasal 1 huruf d-g membagi apoteker kedalam empat
bagian yaitu :
1.
Apoteker
Pengelola Apoteker (APA)
Apoteker
yang telah diberi surat izin Apotik (SIA) yaitu surat izin yang diberikan oleh
menteri kesehatan kepada apoteker atau
apoteker berkerjasama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotik di
suatu tempat tertentu.
Apoteker pengelola apotik merupakan pimpinan di apotik
dalam menjalankan tugasnya, dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per X/ 1993 dinyatakan “apabila apoteker pengelola
apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotik, apoteker pengelola
apotik dapat menunjuk apoteker pendamping. Sedangkan apabila apoteker pengelola
apotik dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan
tugasnya, apoteker pengelola apotik dapat menunjuk apoteker pengganti.
2.
Apoteker
Pengganti
Apoteker
yang menggantikan apoteker pengelola apotik selama apoteker pengelola apoteker
tersebut tidak berada ditempat (apotik) selama lebih dari tiga bulan secara
terus menerus dan telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai
pengelola apotik tempat lain.
3.
Apoteker
Pendamping
Apoteker
yang bekerja di apotik disamping apoteker pengelola apotik menggantikannya pada
hari-hari tertentu pada hari buka apotik.
Tugas dan tanggung jawab apoteker pendamping atau
apoteker pengganti selama ia berperan menggantikan peranan apoteker pengelola
apotik sama dengan apoteker pengelola apotik, begitu juga dengan persyaratan
sama dengan persyaratan apoteker pengelola apotik, sebagaimana yang terdapat
Pada Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/1993. Bila apoteker apotik
berhalangan melakukan tugasnya selama 2 (dua) tahun secara terus menerus maka
izin apotiknya dicabut.
4.
Asisten
Apoteker
Mereka
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker. Asisten apoteker dalam
menjalankan tugasnya berada di bawah pengawasan apoteker pengelola apotik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar