Sabtu, 19 September 2015

Itikad Baik dalam Kontrak Asuransi (Hukum, Judul Hukum, Konsultasi Skripsi, SKRIPSI)

Itikad baik menjadi asas yang sangat penting dalam hukum kontrak dan telah diterima dalam berbagai hukum nasional dan internasional, tetapi sampai sekarang permasalahan tentang definisi itikad baik tetap sangat abstrak. Tidak ada pengertian itikad baik memiliki dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah dimensi subjektif, yang berarti itikad baik mengarah kepada makna kejujuran. Dimensi yang kedua adalah dimensi yang memaknai itikad baik sebagai kerasionalan dan kepatutan atau keadilan. Kecenderungan dewasa ini dalam berbagai sistem hukum mengkaitkan itikad baik pelaksanaan kontrak dengan kerasionalan dan kepatutan. Jadi, ini adalah itikad baik yang bersifat objektif. Itikad baik dalam konteks Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata harus didasarkan pada kerasionalan dan kepatutan. Itikad naik pra kontrak tetap mengacu kepada itikad baik yang bersifat subjektif. Itikad baik yang bersifat subjektif ini digantungkan pada kejujuran para pihak.
Dalam proses negosiasi dan penyusunan kontrak, pihak kreditur memiliki kewajiban untuk menjelaskan fakta material yang berkaitan dengan pokok yang dinegosiasikan sedangkan debitur memiliki kewajiban untuk meneliti fakta material tersebut. Terciptanya itikad baik dalam tahap pra kontrak ini sangat dipengaruhi ajaran culpa ini contrahendo.
Standar itikad baik dalam pra kontrak didasarkan prinsip kecermatan dalam berkontrak. Dengan asas ini, para pihak masing-masing memiliki kewajiban untuk menjelaskan dan meneliti fakta material yang berkaitan dengan kontrak tersebut. Standar itikad baik pelaksanaan kontrak adalah standart objektif. Dengan standar ini, perilaku para pihak dalam melaksanakan kontrak, dan penilaian terhadap isi kontrak harus didasarkan pada prinsip kerasionalan dan kepatutan. Kontrak tidak hanya dilihat dari apa yang secara tegas diperjanjikan, tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan kontrak.
Itikad baik dalam kontrak memiliki tiga fungsi. Pertama, semua kontrak harus ditafsirkan dengan itikad baik. Itikad juga memiliki fungsi menambah suatu kewajiban kontraktual. Selain itu, itikad baik juga memiliki fungsi membatasi dan meniadakan suatu kewajiban kontraktual. Dalam fungsi yang pertama, penafsiran kontak tidak hanya didasarkan kepada apa yang secara jelas diperjanjikan atau kepada kehendak para pihak, tetapi juga harus memperhatikan itikad baik. Bahkan, terhadap kontrak yang sudah jelaspun masih dapat ditafsirkan dengan itikad baik. Dalam fungsinya yang kedua, berdasarkan itikad baik, hakim dalam suatu perkara tertentu menemukan isi kontrak yang bersangkutan sangat bertentangan dengan keadilan atau kepatuhan, ia dapat mengurangi bahkan meniadakan suatu kewajiban kontraktual. (Wery; Jakarta : 1990).

Tidak ada komentar: