Berakhirnya
perjanjian berbeda dengan berakhirnya perikatan, suatu perikatan dapat berakhir
tetapi perjanjian yang merupakan salah satu sumbernya masih tetap ada. Misalnya
di dalam perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga maka perikatan tentang
pembayaran menjadi hapus, namun perjanjiannya belum hapus karena masih ada
perikatan untuk menyerahkan barang belum terlaksana. Suatu perjanjian telah
hapus jika semua perikatan dari perjanjian itu telah hapus pula sebaliknya
suatu perjanjian dapat mengakibatkan hapusnya perikatan-perikatan yang ada di
dalamnya apabila perjanjian itu hapus dengan berlaku surut, misalnya akibat
pembatalan karena adanya wanprestasi. Suatu perjanjian dapat hapus karena[1];
a.
Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak;
b.Ditentukan
oleh undang-undang. Misalnya para akhli waris dapat mengadakan perjanjian untuk
tidak melakukan pemecahan harta warisan selama waktu tertentu, akan tetapi perjanjian
tersebut oleh undang-undang dibatasi hanya berlaku selama 5 tahun, sebagaimana
ditegaskan di dalam Pasal 1066 ayat (4) KUH Perdata.
c.
Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya
peristiwa tertentu maka perjanjian dapat hapus.
d.
Pernyataan penghentian perjanjian (opzegging), hal ini dapat dilakukan oleh
kedua belah pihak atau salah satu pihak, dan opzegging ini hanya ada pada
perjanjian yang bersifat sementara, misalnya perjanjian kerja maupun perjanjian
sewa-menyewa.
e.
Karena adanya putusan hakim.
f.
Tujuan perjanjian telah tercapai.
g.
Dengan perjanjian para pihak (herroepping)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar