Setiap pekerjaan
mempunyai tujuan, pada sisi lain bidang konsumen ini telah mengalami
pertumbuhan seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dialami oleh
konsumen, salah satu masalahnya adalah kerugian yang dialami konsumen akibat
cacat dan berbahaya. Jika masalah
perlindungan dengan konsumen itu mendasar pada adanya saling membutuhkan antara produsen dan
konsumen dengan prinsip kesederajatan sama hak-hak konsumen menimbulkan
kewajiban produsen maka sebenarnyalah produsen bertanggung jawab terhadap
barang-barang yang dibeli dari produsen. Oleh karena itu selain peraturan
perundang-undangan perlindungan hukum bagi konsumen mempunyai dua aspek yaitu [1]:
1. Aspek hukum publik
Cabang-cabang hukum
publik yang berkaitan dan berpengaruh atas hukum konsumen umumnya adalah hukum
administrasi, hukum pidana dan hukum internasional terutama konvensi-konvensi
internasional yang berkaitan dengan praktek bisnis, maupun Resolusi PBB tentang
perlindungan konsumen sepanjang telah diratifikasi oleh Indonesia sebagai salah
satu anggota. Diantara cabang hukum ini, tampaknya yang paling berpengaruh pada
hubungan dan masalah yang termasuk hukum konsumen atau perlindungan konsumen
adalah hukum pidana dan hukum administrasi negara sebagaimana diketahui bahwa
hukum publik pada pokoknya mengatur hubungan hukum antara instansi-instansi
pemerintah dengan masyarakat, selagi instansi tersebut bertindak selaku
penguasa.
Kewenangan mengawasi dan
bertindak dalam penerapan hukum yang berlaku oleh aparat pemerintah yang
diberikan wewenang untuk itu, sangat perlu bagi perlindungan konsumen. Berbagai
instansi berdasarkan peraturan perundang-undangan tertentu diberikan kewenangan
untuk menyelidiki, menyidik, menuntut, dan mengadili setiap perbuatan pidana
yang memenuhi unsur-unsur dari norma-norma hukum yang berkaitan.
Penerapan norma-norma
hukum pidana seperti yang termuat dalam KUHPidana atau diluar KUHPidana
sepenuhnya diselenggarakan oleh alat-alat perlengkapan negara yang diberikan
wewenang oleh Undang-undang untuk itu. KUHP No. 8 Tahun 1981 (LN 1981 No. 76)
menetapkan setiap Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia berwenang untuk
melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana. Disamping polisi, pegawai negeri sipil tertentu juga
diberi wewenang khusus untuk melakukan tindak penyelidikan. Penerapan KUHPidana
dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan tindak pidana oleh
badan-badan tata usaha negara memang menguntungkan bagi perlindungan konsumen.
Oleh karena itu keseluruhan proses perkara menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah. Konsumen yang karena tindak pidana tersebut menderita kerugian,
sangat terbantu dalam mengajukan gugatan perdata ganti ruginya. Berdasarkan
hukum atau kenyataan beban pembuktian yang diatur dalam Pasal 1865 KUHPerdata
sangat memberatkan konsumen. Oleh karena itu fungsi perlindungan sebagian
kepentingan konsumen penerapannya perlu mengeluarkan tenaga dan biaya untuk
pembuktian peristiwa atau perbuatan melanggar hukum pelaku tindak pidana. [2]
2.
Aspek hukum
privat/perdata
Dalam hukum perdata yang
lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan azas-azas hukum mengenai
hubungan/masalah konsumen adalah buku ketiga tentang perikatan dan buku keempat
mengenai pembuktian dan daluarsa. Buku ketiga memuat berbagai hubungan hukum
konsumen. Seperti perikatan, baik yang terjadi berdasarkan perjanjian saja
maupun yang lahir berdasarkan Undang-undang. Hubungan hukum konsumen adalah
untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (Pasal
1234 KUHPerdata). [3]
Hubungan konsumen ini
juga dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUHPerdata.
Pasal 1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela diantara konsumen dan
produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu. Hubungan hukum ini
menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.
Perikatan karena
Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban
tertentu bagi masing-masing pihak (ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata).
Selanjutnya diantara perikatan yang lahir karena Undang-undang yang terpenting
adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga
dengan perbuatan melawan hukum (ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata). Sedangkan
pertanggung jawaban perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi
juga dari orang yang termasuk tanggung jawabnya seperti yang diatur pada Pasal
1367-1369 KUHPerdata.
Pembahasan dalam tulisan
ini dibatasi pada aspek hukum privat/perdatadalam usaha perlindungan hukum
terhadap konsumen. Perbuatan melawan hukum (on rechtmatigedaad) diatur dalam
buku ketiga titel 3 Pasal 1365 sampai 1380 KUHPerdata, dan merupakan perikatan
yang timbul dari Undang-undang. Perikatan dimaksud dalam hal ini adalah terjadi
hubungan hukum antara konsumen dan produsen dalam bentuk jual beli yang
melahirkan hak dan tanggung jawab bagi masing-masing pihak dan apabila salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya akan menimbulkan permasalahan dalam
hubungan hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar