Pelacuran
atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat, yang harus
dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikannya.
Pelacuran itu berasal dari bahasa latin pro-stituere
atau pro-stauree, yang berarti
membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan.
Sedang prostitue adalah pelacur atau
sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau Wanita Tuna Susila. Secara etimologis prostitusi berasal dari kata
prostitutio yang berarti hal menempatkan dihadapkan, hihadapkan, hal menawar.
Adapula yang menghubungkannya dengan kata prostare yang berarti menjual atau
menjajakan (Verkuyl, 1963).
Menurut
Bonger (1967) menuliskan bahwa Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan
dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata
pencarian. Pada definisi ini jelas dinyatakan adanya peristiwa penjualan diri
sebagai ”profesi” atau mata pencaharian sehari-hari, dengan jalan melakukan
relasi-relasi seksual.
Sedangkan
(Kartono, 2003) menyatakan bahwa Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada
banyak laki-laki dengan pembayaran” . Definisi diatas mengemukakan adanya
unsur-unsur ekonomis, dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara
berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak laki-laki. Selanjutnya Kartono
(2003) mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut:
a. Prostitusi
adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan
seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan
nafsu-nafsu seks tanpa kendali denganbayak orang (promiskuitas), disertai
ekspoitasi dan komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
b. Pelacuran merupakan peristiwa
penjualan diri (persundalan) dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan,
dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks, dengan
imbalan pembayaran.
c. Pelacuran ialah
perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat
cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.
Sedang
dalam pasal 296 KUHP mengenai prostitusi tersebut menyatakan :
Barang siapa yang pekerjaannya
atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul
dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun
empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah.
Pengertian
ini sama dengan definisi yang dinyatakan oleh Mulia (1979) bahwa jelasnya,
pelacuran itu bisa dilakukan baik oleh kaum wanita maupun pria. Jadi ada
persamaan predikat lacur antar laki-laki
dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan hubungan kelamin diluar
perkawinan. Dalam hal ini perbuatan cabul tidak hanya berupa hubungan kelamin
diluar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual dan
permainan-permainan seksual lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar