Senin, 03 Desember 2012

Judul Skripsi Psikologi: SEKOLAH KO EDUKASI DAN NON KO EDUKASI

1.      Pengertian Sekolah Ko Edukasi dan Non Edukasi
     Sistem pendidikan disekolah yang ada saat ini yang berhubungn dengan pembedaan jenis kelamin siswa yang ada didalamnya disebut dengan istilah koedukasi dan non koedukasi (Hidayat dalam Rumanti, 1996). Sedangkan menurut Kolesnik (1970) lingkungan sekolah non ko-edukasi dimengerti sebagai lingkungan sekolah yang didalamnya terdapat siswa yang terdiri dari satu jenis kelamin, yaitu pria atau wanita. Menurut Alice Wood (dalam Deem 1985), mendefinisikan lingkungan sekolah koedukasi adalah sebagai sistem pendidikan bagi remaja putra dan putri yang seharusnya dari berbagai tahapan perkembangan dihubungkan dalam satu komunitas; dipisahkan dalam suatu lingkungan belajar.
Sehingga dapat disimpulkan lingkungan sekolah ko edukasi pada dasarnya adalah lingkungan sekolah dimana siswa-siswinya terdiri dari siswa pria dan wanita sedangkan lingkungan sekolah non ko edukasi adalah lingkungan sekolah dimana hanya siswa-siswinya terdiri hanya dari satu jenis kelamin.

2.      Perbedaan Lingkungan Sekolah Ko Edukasi dan Non Ko Edukasi
Suasana dilingkungan sekolah koedukasi menurut hasil penelitian Dale (1974), menunjukkkan bahwa siswa-siswa dari sekolah koedukasi menganggap sekolah mereka sebagai temapat yang menyenangkan.siswa-siswa dari sekolah koedukasi lebih menekannkan keapada tiga hal yaitu:
a.       Persahabatan dengan teman sebaya dan kehiupan social yang baik
b.       Hubungan yang positif antara guru dengan siswa
c.       Hubungan yang normal antara siswa pria dan wanita
Dari segi penerapan disiplin dan kontrolnya,  Dale (1971) mengatakan bahwa kehadiran teman sebaya yang berlawanan jenis membaa pengaruh yang baik pada prilaku siswa-siswa disekolah. Kemudian pada pelaksaan disiplin dan control pihak kepala sekolah maupun guru memberikan sangsi yang lebih ringan karena lebih menjaga hubungan dan  yang baik terhadap siswa-siswanya.
 Hasil penelitian Schneider dan Coutts (1982) siswa-soswa dari sitem koedukasi mempunyai penerimaan diri yang lebih baik daripa siswa-siwa yang berada disekolah nonkoedukasi. Harga diri yang tinggi juga diperoleh siswa-siswa pria yang berhail dalam kegiatan-kegiatan disekolah koedukasi (Rivai 1987)
Pengamatan di Indonesia diperoleh keterangan bahwa sistem pendidikan koeduksi menciptakan kondisi belajar yang lebih baik daripada sekolah non-koedukasi, karena kehadiran siswa pria dapat membuat siswa wanita terpacu untuk belajar  Kemudian dikatakan pula bahwa system pendidkan koedukasi merupakan system pendidikan yang dapat memberikan kesempatan baik siswa pria maupun wanita untuk mempelajari reaksi satu sama lain (Kompas 1990)
Sedangkan menurut rivai (1987) usah-usaha mengelompokkan siswa berdasarkan perbedaaan jenis kelamin maupun kematngan fisik,tingkat perkembangan mental dan status social unuk mencoba menghindari keragaman yang timbul untuk mencapai efisiensi adalah kurang tepat. Berdasarkan penyidikan bahwa tidakmungnkin menghindari kenyataan-kenyataan akan adanya keragaman manusia ini, maka dari itu sekolah koedkasi adalah wajar, dimana memungkinkan terjadinya social learning yang sebaik-baiknya, sehingga timbul kesadaran bahwa belajar menyesuikan diri dengan tepat dalam segala bidang, penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan kemampauannya sendiri atau hubungan dengan diri orang laindapat dicapai dengan lebih baik dalam suatu kelompok campuran antara pria dan wanita. Kenyataan ini membawa petingnya peran koedukasi
     . Masalah disiplin dan control, siswa sekolah non-koeduasi memegang teguh dan menerapkan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Hal inilah yang menyebabkan siswa-siswa tersebut kurang menyukai lingkungan sekolahnya karena teralalu banyak peraturan dan terlalu menekankan disiplin dalam segala hal (Dale, 1971)  Mengenai prestasi akademiknya, siswa wanita lebih baik prestasi belajarnya bila berada dilingkungan sekolah non-koedukasi.oleh karena itu tdak ada siswa pria dilingkungan sekolah tersebut, maka tidak ada suatu hambatan untuk meraih prestasi akademik disekolah, hal ini antara lain karena siswa-siswa wanita umumnya mengalami fear of success (Horner, 1968 dalam Lee dan Bryk, 1986). Hal tersebut disebabkab kerena prestasi akademik sering diasosiasikan dengan suatu yang sifatnya maskulin. Oleh karena itu kalau anak wanita mencapai suatu prestasi yang tinggi maka sifat feminine pada dirinya berkurang dan akan dipandang sebagai seorang yang maskulin.
Hal itu dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah non-koedukasi hanya terdapat satu jenis kelamin dari siswa-siswanya yaitu pria atau wanita. Dari definisi ini diperoleh satu gambaran baik siswa wanita maupun pria memperoleh kesempatan yang sama dan pendidikan yang tersedia disesuaikan menurut kebutuhan masing-masing jenis kelamin, untuk siswa pria atau siswa wanita

Tidak ada komentar: