1. Pengertian
Religiusitas
Religiusitas
berasal dari bahasa latin religio
yang berarti agama; kesalehan; jiwa keagamaan. Henkten Nopel mengartikan
religiusitas sebagai keberagaman, tingkah laku keagamaan, karena religiusitas
berkaitan dengan erat dengan segala hal tentang agama (Henkten, 1994).
Dalam pengertian lain Religi berakar
dari kata religare berarti mengikat
yaitu merujukkan pada hal yang dirasakan sangat dalam, yang bersentuhan dengan
keinginan seseorang yang menumbuhkan ketaatan dan memberikan imbalan atau
mengikat seseorang dalam suatu masyarakat (Nashori, 2002).
Religiusitas secara
umum dapat dikaitkan dengan agama oleh karenanya pengertian dari religiusitas
dapat dirujukkan pada pengertian agama. Agama sendiri dapat diartikan sebagai
sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan sistem perilaku yang
terlembagakan yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati
sebagai sesuatu yang paling maknawi (ultimate
meaning) (Ancok dan Suroso, 2009). Sedangkan Shihab (1992) menyatakan bahwa agama adalah ketetapan illahi
yang diwahyukan kepada Nabi-Nya utnuk menjadi pedoman manusia sementara Shihab (1992) menyimpulkan bahwa agama adalah hubungan antara
makhluk dengan khaliknya yang terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam
ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa religiusitas adalah ukuran seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa besar
pelaksanaan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya
2. Dimensi Religiusitas
Religiusitas
diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, aktivitas beragama bukan
hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) saja,
tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan lahir. Oleh karenanya menurut Shihab
(1992) bahwa agama meliputi tiga persoalan pokok yaitu tata keyakinan, tata
peribadatan dan kaidah.
Adapun
untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat religiusitas seseorang, dapat dilihat
dari ekspresi keagamaannya yaitu terhadap kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama
yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam
bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragamanya. Jadi
kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati serta mengaplikasikan
nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang
menganut suatu agama karena menurut keyakinannya agama tersebut yang baik,
karena itu ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya
dalam setiap tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap
agamanya” (Mangun Wijaya, 1982).
Beberapa
dimensi yang dapat dijadikan sebagai indikator nilai pemahaman mengenai pengetahuan dalam agama menurut rumusan (Ancok dan
Suroso, 2008), yaitu :
a.
Ideological Dimension (Dimensi Keyakinan), yaitu tingkatan sejauhmana orang menerima hal-hal
yang dogmatik di dalam agamanya. Misalnya apakah seseorang yang beragama
percaya tentang adanya malaikat, surga, neraka dan lain-lain yang bersifat
dogmatik.
b.
Ritual Dimension (Dimensi Peribadatan atau Praktek Agama), yaitu tingkatan sejauhmana
orang mengerjakan kewajiban ritual agamanya. Misalnya shalat, puasa,
zakat dan lain-lain.
c.
Intellectual Involvement (Dimensi
Pengetahuan Agama), yaitu sejauhmana seseorang mengetahui tentang ajaran
agamanya. Misalnya mengetahui makna dari Idul Fitri.
d.
Experiental Dimension (Dimensi Penghayatan),
yaitu dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang
merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misal apakah seseorang pernah dekat
dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasakan bahwa doanya dikabulkan
Tuhan atau pernah merasakan bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena
pertolongan Tuhan, dan lain-lain.
e.
Consequential Dimension (Dimensi
Pengamalan), yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang
dimotivasikan oleh ajaran agamanya.
Menurut Ancok dan
Suroso (2008) rumusan Glock dan Stark diatas mempunyai kesesuaian dengan Islam,
sehingga ia membaginya juga dalam lima dimensi
yaitu :
a.
Dimensi Akidah atau iman, yaitu mencakup
keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, malaikat, kitab suci, nabi, hari
akhir serta qadha dan qadar. Iman adalah segi teoritis yang pertama-tama
dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan
dan prasangka.
b.
Dimensi
Ibadah, yaitu sejauh mana tingkat frekuensi, intensitas pelaksanaan ibadah
seseorang. Dimensi ini mencakup pelaksanaan shalat, puasa, zakat dan haji.
Secara umum ibadah berarti bakti manusia
kepada Allah SWT karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Beribadah
dengan menyembah Allah berarti memusatkan penyembahan kepada Allah semata,
tidak ada yang disembah dan mengabdikan diri kecuali kepada-Nya. Pengabdian
berarti penyerahan mutlak dan kepatuhan sepenuhnya secara lahir dan batin bagi
manusia kepada kehendak ilahi, itu semua dilakukan dengan kesadaran baik dalam
hubungan secara vertical maupun secara horizontal.
c.
Dimensi Ihsan, yaitu mencakup pengalaman dan
perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut
melanggar perintah Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan
Tuhan dan dorongan melaksanakan perintah agama.
d.
Dimensi
Ilmu, yaitu tingkatan seberapa jauh pengetahuan seseorang tentang ajaran
agamanya. Yang dimaksud dengan ilmu adalah segala macam ilmu yang dibutuhkan
manusia dalam hidupnya, baik kebutuhan duniawi maupun ukhrowi. Ilmu adalah
kehidupan hati dari kebutaan, cahaya mata dari kezaliman dan kekuatan tubuh
dari kelemahan. Dengan ilmu seorang hamba akan sampai pada kedudukan orang-orang
baik dan tingkatan yang paling tinggi. Ilmu adalah pemimpin dan
pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu diilhamkan kepada orang-orang yang
berbahagia dan diharamkan bagi orang-orang yang celaka.
e. Dimensi Amal, yaitu meliputi bagaimana
pengamalan keempat diatas ditunjukkan dalam tingkah laku seseorang. Dimensi ini
menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam hal ini diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari oleh para pedagang.
Tingkat
religiusitas seseorang tidak dapat lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi
di sekitarnya, karena manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam interaksi tersebut terjadi saling mempengaruhi antara
hubungan manusia dengan lingkungannya.
Berdasarkan uraian diatas maka dimensi dalam religiusitas
adalah dimensi keyakinan, dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi pengetahuan agama,
dimensi penghayatan, dimensi pengamalan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar