Perilaku seksual pada remaja merupakan suatu perkembangan yang harus dilewati oleh remaja. Oleh karenanya tugas para orangtua untuk membekali si anak untuk memahami norma yang ada dalam keluarga serta masyarakat mengenai perilaku seksual. Seringkali hal yang menjadi kesalahan orang tua adalah menutup informasi mengenai apa itu perilaku seksual dan norma yang menyangkut mengenai perilaku seksual. Akibatnya banyak remaja yang memilih mencari sumber informasi yang tidak bertanggung jawab. Hal ini berakibat pemahaman perilaku seksual yang bertentangan dengan norma keluarga dana masyarakat. Pemahaman perilaku seksual yang tepat akan mengarahkan si remaja dalam pengertian luas, yaitu pemahaman perilaku seksual yang tidak hanya menyangkut aktivitas seksual namun juga secara sosial. Dengan demikian perilaku seksual dapat membantu remaja untuk berinteraksi dengan individu lainnya khususnya terhadap lawan jenis. Oleh karenanya dimensi perilaku sosial tidak hanya menyangkut mengenai aktivitas seksual namun juga menyangkut mengenai perilaku sosialisasi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan, institusionalisasi,
hubungan atau relasi.
1.
Pengertian Perilaku
Seksual
Perilaku
merupakan reaksi yang dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima
sedangkan perilaku seksual merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara
fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan (Saifuddin,1999).
Azwar (1998) mengungkapkan bahwa perilaku
merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya stimulus
yang sama belum tentu menimbulkan reaksi yang sama dan sebaliknya reaksi yang
sama belum tentu karena stimulus yang sama. Khususnya dalam perilaku seksual
oleh Van Conde Boas dalam Monks (2006) maka perilaku seksual merupakan cetusan
dari kebutuhan seksual dimana di dalamnya gabungan dari empat dimensi yaitu: (1), proses reproduksi, (2) Dimensi
kenikmatan (3) dimensi hubungan atau relasi (4) institusionalisasi. Sampai
dimana keterikatan empat dimensi tersebut dalam perilaku seksual maka banyak
tergantung pada individu, nilai masyarakat dan arti yang diberikan pada
hubungan tersebut.
Sementara
itu Masters dkk. (1986) seksualitas berasal dari dimensi pribadi yang
menunjukkan bagaimana seseorang merespon sesuatu yang sifatnya erotis.
Seksualitas adalah hal yang sangat unik karena proses ini bersifat sangat
pribadi. Masalah seksualitas selalu menarik bagi manusia dari waktu ke waktu.
Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem sosial,
dan pola hidup manusia yang sangat kompleks.
Sarwono
(1994) menyatakan bahwa cakupan seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengertian dalam cakupan sempit dan dalam cakupan luas. Pengertian dalam arti
sempit ialah bahwa seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin,
anggota-anggota tubuh dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan
perempuan, kelenjar dan hormone kelamin, hubungan seksual, serta pemakaian alat
kontrasepsi. Pengertian dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini merupakan
segala hal yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin,
seperti perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan
laki-laki dan perempuan.
Masters
dkk (1982;1986) melihat seksualitas dari berbagai dimensi diantaranya dimensi
biologis, dimensi psikososial, dan dimensi perilaku. Dimensi biologis memandang
dari fungsi seksualitas sebagai cara mendapatkan keturunan, hasrat seksual, dan
kepuasan seksual. Dimensi psikososial menyatakan bahwa seksualitas melibatkan
faktor psikososial yaitu adanya emosi, pikiran dan kepribadian yang terlibat.
Seksualitas dari dimensi perilaku atau disebut perilaku seksual adalah hasil
dari perpaduan dimensi psikologi dan psikososial.
Bicara
tentang seksualitas, Masters dkk (1982;1986) mengatakan bahwa perilaku seksual
mempunyai tiga macam fungsi, yaitu;
a.Perilaku seksual untuk tujuan reproduksi (procreational)
Berarti
perilaku seksual dilakukan guna mendapatkan keturunan.
b. Perilaku seksual untuk pernyataan cinta (relational)
Berarti
perilaku seksual yang disertai cinta yang mendalam, dan keinginan untuk saling berbagi.
c.Perilaku seksual untuk kesenangan (recreational)
Berarti perilaku seksual dilakukan hanya untuk
menyalurkan dorongan biologis, tanpa disertai keintiman yang mendalam.
Faturohman (1990) berpendapat bahwa perilaku seksual sebenarnya
perilaku yang wajar dalam arti sebagian besar manusia pada akhirnya mengalami
hal itu. Perilaku seksual melibatkan
orang lain berarti perilaku seksual merupakan perilaku sosial. Seperti perilaku
sosial yang lain, maka perilaku seks dalam kehidupan sosial diatur sesuai
dengan norma yang berlaku. Salah satu norma yang mengatur perilaku seksual
menyatakan bahwa hubungan seksual hanya bisa dilakukan dalam lembaga
perkawinan.
Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan
dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label
jender (jenis kelamin) sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas
karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa
tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut
terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan,
ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket,
berpakaian, dan perbendaharaan kata.
Dari
pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari perilaku seksual
adalah cetusan dari kebutuhan seksual serta bagian dari perilaku sosialisasi
yang mempunyai empat dimensi yaitu reproduksi, kenikmatan atau kesenangan,
institusionalisasi, hubungan atau relasi. Empat dimensi tersebut juga menjadi
faktor yang mendorong individu untuk melakukan perilaku seksual
2.
Bentuk
Perilaku Seksual
Perilaku seksual menurut Sarwono
(1999) dibagi dalam beberapa kegiatan yaitu:
a.
Memegang dan bergandengan tangan adalah salah satu
bentuk dari sentuhan. Sentuhan adalah satu bentuk perilaku dan dapat berarti
beberapa hal.
b.
Berpelukan
c.
Berciuman adalah salah satu bentuk sentuhan yang dapat
berarti simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual.
d.
Menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan
seksual pada bagian tubuh yang peka
e.
Memegang alat kelamin adalah memberi stimulasi pada
alat vital akan memberi kesenangan secara seksual, sebab daerah genital adalah
tempat yang sangat sensitif untuk disentuh.
f.
Petting kontak fisik antara pria dan wanita dalam usaha
menghasilkan kesenangan seksual tanpa masuknya penis ke vagina.
g.
Oral genital seks adalah perilaku seksual yang
menekankan pemberian stimulasi genital oleh mulut.
h.
Cointal seks play dalam hubungan heteroseksual sering
disebut vaginal seks. Perilaku ini dianggap paling wajar dan normal. Cointal
seks play adalah hubungan badan dengan masuknya penis ke vagina.
Sarwono (1994) menyatakan
bahwa perilaku seksualitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengertian dalam
arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian dalam arti sempit ialah bahwa
seksualitas berarti kelamin yang terdiri dari alat kelamin, anggota-anggota tubuh
dan cirri-ciri badaniah yang membedakan laki-laki dan perempuan, kelenjar dan
hormone kelamin, hubungan seksual, serta pemakaian alat kontrasepsi. Pengertian
dalam arti luas adalah bahwa seksualitas ini merupakan segala hal yang terjadi
sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah
laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki dan perempuan.
Sementara itu Sarwono (1994)
menyatakan bahwa bentuk ekspresi seksualitas diantaranya adalah masturbasi,
percumbuan, dan hubungan seksual. Masters dkk. (1982) berpendapat bahwa
perilaku seksual tidak hanya aktivitas seks saja seperti masturbasi, berciuman,
sampai bersenggama, namun menyangkut berkencan, bercumbu, dan membaca bacaan
porno.
Berdasarkan uraian tersebut
maka penulis menyimpulkan bahwa bentuk perilaku seksual adalah reaksi yang
dilakukan individu terhadap stimulus yang diterima dari orang lain dan reaksi
tersebut dapat bersifat erotis dimana di dalamnya juga terkandung segala hal
yang terjadi sebagai akibat dari adanya perbedaan jenis kelamin, seperti
perbedaan tingkah laku, atribut, peran atau pekerjaan, dan hubungan laki-laki
dan perempuan. Dalam perilaku seksual tersebut juga digunakan oleh individu
sebagai sarana untuk memperoleh keturunan, pemenuhan hasrat dan kepuasan
seksual. Nilai-nilai dalam seksualitas dipengaruhi oleh agama, filosofi, sistem
sosial, dan pola hidup manusia yang sangat kompleks. Sedangkan tahap perilaku
seksual secara afeksi sendiri dimulai dari memegang dan bergandengan tangan,
berpelukkan, berciuman, menyentuh dengan memberi stimulasi untuk kesenangan
seksual pada bagian tubuh yang peka, memegang alat kelamin, petting, oral
genital seks, cointal seks play.
3.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Purnawan (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual adalah:
1.
Faktor Internal
a. Tingkat Perkembangan Seksual
(fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang
berbeda pula. Misalnya,
anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak usia 13 tahun.
b.
Pengetahuan Mengenai Kesehatan Reproduksi
c.
Motivasi
Perilaku
manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Rusmiati (2001) mengatakan bahwa perilaku seksual memiliki tujuan untuk
memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan memperoleh uang.
2.
Faktor Eksternal
a.
Keluarga
Wahyudi (2000) mengungkapkan bahwa kurangnya
komunikasi secara terbuka antara orangtua dengan remaja dapat memperkuat
munculnya perilaku yang menyimpang.
b.
Pergaulan
Harlock (1994) berpendapat bahwa perilaku seksual sangat
di pengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas, di mana
pengaruh teman sebaya lebih besar di bandingkan orangtua atau anggota keluarga
yang lain.
c.
Media massa
Penelitian yang di lakukan Mc Carthi et al (1975)
menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasaan yang di sertai
adegan-adegan merangsang dapat berkorelasi positif dengan agresi seperti
konflik dengan orang tua, berkelahi, dan perilaku lain sebagai manifestasi dari
dorongan seksual yang di rasakan.
Kartono (2006) mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual
dipengaruhi oleh:
a.Perubahan seksual sekunder maupun primer yaitu dengan memberikan kesadaran baru bagi
remaja dalam menanggapi tugas perkembangan yang baru. Hal inilah yang
memberikan perhatian baru yang berbeda dari tugas perkembangan yang dilalui
remaja pada masa sebelumnya yaitu ketika masa kanak-kanak.
b. Perubahan emosi atau “emotional changes”
yang meliputi; desakan atau tekanan penyesuaian diri, ingin diakui sudah dewasa,
ingin bebas dari aturan orang tua, malu tampil di muka umum bersama orang tua,
masalah kebingungan, masa mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang besar,
rendah diri.
c.Pendidikan Keluarga merupakan norma
pertama yang dimiliki renaja sebelum individu tersebut mulai mengembangkan
penerimaan norma baru yang berasal dari lingkungan. Seksualitas mengandung
perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan
terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya.
Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk
seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukkan tentang tubuh dan
tindakan mereka.
Menurut Deney
& Quadagno dalam sebuah penelitian menunjukan kecenderungan orang tua
memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, mendekorasi kamar
secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka, misalkan orang
tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan
eksplorasi dan mandiri, sedangkan anak perempuan sering didorong untuk menjadi
penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas
permainan sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka.
Kesimpulannya orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.
d. Norma masyarakat dimana norma yang
diterima dan dikembangkan individu tersebut seiring dengan perkembangan yang
dilaluinya. Boleh dikatakan bahwa seksualitas dipengaruhi oleh norma dan
peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak
berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global
menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan
spektrum tentang keyakinan dan nilai yang
luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang
dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku
seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Berdasarkan pernyataan diatas maka faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual adalah faktor perubahan fisik yang disertai
dengan perubahan psikis, keluarga dan norma masyarakat. Ketiganya merupakan
faktor yang tidak bisa saling dipisahkan dalam membentuk perilaku seksual.
2.
Perkembangan
Seksual Pada Masa Remaja
Pada masa remaja terjadi perubahan masa dimana individu tumbuh menjadi
dewasa. Dalam perkembangannya ini maka remaja akan mengalami perubahan tidak
hanya fisik, psikis serta status sosial dimana posisi yang sebagian diberikan
oleh orangtua ketika masa anak-anak akan berubah seiring dengan status yang
didapatkannya sendiri selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya (Ausubel
dalam Monks 2006).
Secara singkat maka sejumlah besar tugas-tugas perkembangan berkaitan
dengan perubahan dalam masa remaja adalah sebagai berikut:
a.
perkembangan aspek-aspek biologis
b. menerima peranan dewasa berdasarkan
pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri
c.
mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau
kebiasaan masyarakat sendiri
d.
mendapatkan pandangan hidup sendiri
e. merealisasi suatu indentitas
sendiri dan mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri Petro Bloss
(dalam Sarwono, 1994)
Banyak terjadi perkembangan secara fisik
dan sosial pada seluruh kehidupan masa remaja, diantaranya:
a. Perkembangan
Fisik
Perkembangan fisik pada masa remaja berlangsung sangat
cepat yang meliputi ukuran tubuh baik komposisi dan proporsinya. Masa remaja
juga ditandai dengan mulai berfungsinya alat reproduksi ditandai haid pada
wanita dan mimpi basah pada laki-laki serta tumbuhnya tanda-tanda seksual
sekunder.
Muss dalam Sarwono (1994) membuat perubahan fisik
tersebut pada anak perempuan yaitu: pertumbuhan tulang-tulang, badan menjadi
tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, pertumbuhan payudara, tumbuh
bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan, mengalami pertumbuhan dan
tinggi badan, bulu kemaluan menjadi keriting, haid, serta tumbuh bulu-bulu di
ketiak. Sementara perubahan pada anak laki-laki perubahan fisik meliputi:
pertumbuhan tulang, testis (buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang
halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi, bulu
kemaluan menjadi keriting, mengalami pertumbuhan dan tinggi badan, tumbuh
bulu-bulu halus di wajah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, perubahan suara,
rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, tumbuh bulu-bulu di dada
Pada wanita
indung telur (ovarium) memproduksi hormon progesteron dan hormon estrogen.
Hormon estrogen mempengaruhi timbulnya tanda-tanda seksual sekunder. Hormon
progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga
siap untuk dibuahi. Jika terjadi pembuahan progesteron mengembangkan sel telur
menjadi janin. Hurlock (1994) mengatakan bahwa cirri-ciri seksual sekunder
berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja. Alat-alat
reproduksi menjadi lebih siap pada akhir masa remaja.
Perubahan fisik dan pertumbuhan tanda-tanda seksual disebabkan oleh
hormone, zat kimia yang dibuat organ tubuh tertentu yang dinamakan kelenjar.
Hormon gonadotropik adalah hormone yang bertanggungjawab pada pertumbuhan
tanda-tanda seksual dan bertanggungjawab penuh dalam produksi sel telur dan
spermatozoa. Pada pria testis memproduksi hormone androgen dan testosteron yang
menyebabkan timbulnya nafsu seksual (libido). Testis juga memproduksi
spermatozoa, yaitu benih laki-laki yang apabila bertemu dengan telur (ovum)
dalam rahim akan terjadi pembuahan.
b. Perkembangan
Sosial
Masa remaja
merupakan masa yang paling banyak mengalami perubahan dalam segi sosial.
Apabila dimasa kanak-kanak mereka masih sangat tergantung pada orangtuanya maka
pada masa remaja mereka berusaha melepaskan diri dari orangtua dan berusaha
menemukan dirinya, mencapai otonomi diri dan mendapat pengakuan serta ingin ber
mandiri (Hurlock,1994).
Masrers dkk
(1986) mengatakan bahwa periode remaja adalah masa yang sulit dan banyak
perubahan. Pada masa ini terdapat tuntutan secara psikososial yang meliputi
banyak hal yaitu: remaja menjadi lebih mandiri dari orangtua, lebih banyak
berinteraksi dengan teman sebaya, dapat bertanggungjawab terhadap diri sendiri,
dan yang paling penting pada masa remaja mereka harus dapat menguasai peran
sesuai dengan jenis kelaminnya. Tugas remaja dalam peran seksualitasnya antara
lain: belajar mengendalikan perasaan dan
seksual, mempelajari berbagai persoalan dalam aktivitas seksual dan
mempelajari bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
perkembangan pada masa remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan
sosial-emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses
berpikir abstrak sampai pada kemandirian. Kesimpulan ini merupakan
bagian dari definisi dari remaja itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar