Selasa, 10 Desember 2019

Teori Keagenan (Agency Theory) (skripsi dan tesis)

Hubungan keagenan terjadi ketika satu atau lebih individu yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan pada agen tersebut (Brigham dan Houston, 2006). Dalam mengkaitkan antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan, terdapat satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari pencapaian sasaran organisasi perusahaan serta kinerjanya, yaitu manajemen atau pengurus perusahaan. Pencapaian tujuan dan kinerja perusahaan tidak terlepas dari kinerja manajemen itu sendiri. Manajer sebagai orang dalam perusahaan memiliki keuntungan informasi dibandingkan dengan investor yang merupakan orang luar perusahaan. Manajer dapat mengeksploitasi keuntungan tersebut melalui pengelolaan informasi yang disampaikan kepada investor. Kondisi ini dikenal dengan istilah adverse selection. Jenis lain asimetri informasi adalah moral hazard. Pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan mendorong manajer untuk tidak memaksimalkan usahanya (Jensen dan Meckling, 1976). 9 Dalam konteks perusahaan, masalah keagenan yang dihadapi investor mengacu pada kesulitan investor untuk memastikan bahwa dananya tidak disalahgunakan oleh manajemen perusahaan untuk mendanai kegiatan yang tidak menguntungkan (Wulandari, 2011). 
Menurut Jensen dan Meckling (1976), penyebab konflik antara manajer dan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan bagaimana dana yang diperoleh tersebut di investasikan. Teori keagenan maka dapat menjelaskan fenomena masalah keagenan di Negaranegara ASEAN khususnya didalam struktur kepemilikan. Shleifer dan Vishny (1997) menjelaskan bahwa manajer mengendalikan perusahaan dan masalah keagenan yang terjadi antara pemegang saham dan manajer. Masalah ini disebut sebagai Agency Problem I (Villalonga dan Amit, 2006) atau Type I Agency Costs (Bozec dan Laurin, 2008). Berikutnya, pemegang saham mengelompokkan diri menjadi pemegang saham pengendali untuk mengawasi manajer agar manajer menjalankan perusahaan demi kepentingan terbaik para pemegang saham. Akan tetapi, pemegang saham pengendali meminta manajer untuk membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri seperti pembagian dividen khusus. Hal ini merugikan pemegang saham nonpengendali. Hal demikian, masalah keagenan yang terjadi antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham nonpengendali. Konflik seperti ini disebut Agency Problem II (Villalonga dan Amit, 2006) atau Type II Agency Costs (Bozec dan Laurin, 2008). Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa masalah agensi antara pemegang saham dan manajer adalah berasal dari pemisahan kepemilikan dan pengawasan. 
 Meraka juga menyatakan masalah keagenanan dapat dikurangi dengan pemberian insentif, melakukan pengawasan, meningkatkan kepemilikan manajerial dan tindakan membatasi diri (bonding) oleh manajer. Konflik keagenan juga dapat diminimalisasi dengan adanya kepemilikan manajerial, yaitu manajemen memiliki beberapa saham perusahaan atau manajemen sekaligus pemegang saham perusahaan. Kepemilikan manajerial ini bertujuan untuk menyelaraskan antara kepentingan manajemen dan pemegang saham dengan alasan manajemen akan mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan (Probohudono, 2016; Harjito, 2006). Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Puspito, 2011). Oleh karena itu, semakin besar tingkat kepemilikan manajerial suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976; Singh dan Davidson, 2003). Hasil penelitian Harjito (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajer dalam perusahaan besar secara signifikan dapat mengurangi konfilk antara prinsipal dan agen

Tidak ada komentar: