Sabtu, 24 Agustus 2019

Teori Tawar-Menawar dan Teori Penerimaan (skripsi dan tesis)


Abdulkadir Muhammad (2006 : 54-59) juga
mengemukakan bahwa untuk menyatakan kapan perjanjian
asuransi yang dibuat oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi
dan mengikat kedua pihak, dapat dipelajari melalui dua teori
perjanjian yang terkenal dalam ilmu hukum yaitu teori tawarmenawar (bargaining theory) dan teori penerimaan (acceptance
theory). Kedua teori perjanjian ini menjadi dasar timbulnya
kesepakatan dan dianut di negara-negara Anglo Saxon yang
menggunakan sistem hukum Common Law seperti di Amerika
Serikat (Davidson dalam Muhammad, 2006 : 54) dan di Inggris
(Marsh, Soulsby dalam Muhammad, 2006 : 54). Di Indonesia yang
mengikuti sistem Eropa Kontinental tawar-menawar menciptakan
kesepakatan, yaitu syarat pertama sahnya perjanjian menurut
ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Di negara-negara Anglo Saxon, teori tawar-menawar
dikenal juga dengan sebutan offer and acceptance theory. Menurut
teori ini, setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua pihak
apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan
penerimaan (acceptance) oleh pihak yang lainnya dan sebaliknya.
Hasil yang diharapkan adalah kecocokan/kesesuaian penawaran
dan penerimaan secara timbal balik antara kedua pihak. Dalam
teori tawar-menawar, terdapat 2 (dua) unsur yang menentukan
yaitu penawaran dan penerimaan. Penawaran dari pihak yang satu
dihadapkan dengan penawaran oleh pihak yang lain, dan
penerimaan dari pihak yang lainnya dihadapkan pula dengan
penerimaan oleh pihak yang satu. Titik temu antara penawaran dan
penerimaan secara timbal balik menciptakan kesepakatan yang
menjadi dasar perjanjian antara kedua pihak.
Keunggulan bargaining theory (offer and acceptance
theory) adalah kepastian hukum yang diciptakan berdasarkan
kesepakatan yang dicapai oleh kedua pihak (dalam asuransi : antara
tertanggung dan penanggung). Akan tetapi kelemahan teori ini pula
adalah pihak penanggung lebih berpengalaman mengenai resiko
dan kerugian akibat evenemen yang mungkin terjadi. Dalam hal
kesepakatan yang dicapai selalu ada kecenderungan pembatasan
tanggung jawab penanggung terhadap kerugian yang mungkin
timbul akibat evenemen, hal mana tidak dipahami oleh
tertanggung.
Di dalam literatur Belanda, teori penerimaan disebut
ontvangs theorie. Mengenai saat kapan perjanjian asuransi terjadi
dan mengikat tertanggung dan penanggung, tidak ada ketentuan
umum dalam Undang-Undang Perasuransian, yang ada hanya
“persetujuan kehendak” antara pihak-pihak (Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata). Untuk mengetahui saat terjadi
dan mengikat asuransi, dapat dikaji melalui teori penerimaan.
Keunggulan acceptance theory, adalah saat terjadi dan
mengikatnya perjanjian antara kedua pihak dapat ditentukan secara
pasti sehingga saat mulai dipenuhinya kewajiban dan akibat
hukumnya juga dapat dipastikan. Akan tetapi, kelemahannya pula
pihak penerima (dalam asuransi : pihak tertanggung) menerima
segala konsekuensi yuridis yang tertera dalam kesepakatan
walaupun dia sendiri tidak memahami isinya pada saat dia
menyatakan menerima atau menandatangani nota kesepakatan
(cover note).

Tidak ada komentar: