Sabtu, 19 September 2015

Unsur-Unsur Delik (Hukum, Judul Hukum, Konsultasi Skripsi, SKRIPSI)

Ada pun unsur-unsur (elemen) suatu delik adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Vos) adalah sebagai berikut[1]:
a.       Elemen (bahagian) perbuatan atau kelakuan orang dalam hal berbuat (aktif) atau tidak berbuat (pasif).
b.                  Elemen akibat dari perbuatan, yang terjadi dari suatu delik yang selesai. Elemen akibat ini dianggap telah selesai apabila telah nyata akibat dari suatu perbuatan. Dalam rumusan undang-undang, kadang-kadang elemen akibat tidak dipentingkan dalam delik  formal, akan tetapi kadang-kadang elemen akibat dinyatakan dengan tegas secara terpisah dari suatu perbuatan dengan tegas secara terpisah dari suatu perbuatan seperti di dalam delik materil.
c.       Elemen subyektif, yaitu kesalahan yang diwujudkan dengan kata-kata sengaja atau culpa (tidak sengaja).
d.                  Elemen melawan hukum.
Dari sederetan elemen lainnya menurut rumusan undang-undang, dibedakan menjadi segi obyektif, misalnya dalam Pasal 160 KUHP, diperlukan elemen di muka umum dan segi subyektif misalnya Pasal 340 KUHP diperlukan unsur merencanakan terlebih dahulu.
Bila ditinjau dari segi ilmu hukum pidana, ada suatu ajaran yang memasukkan elemen delik yaitu harus ada unsur-unsur bahaya/gangguan, merugikan atau disebut sub socials sebagaimana yang dikemukakan oleh Pompe (Poernomo, 1981:99) yang menyebutkan elemen suatu delik yaitu[2] :
a. Ada unsur melawan hukum
b. Unsur kesalahan.
c. Unsur bahaya/gangguan/merugikan.
Delik dapat dibedakan alas dasar-dasar tertentu, yaitu sebagai berikut (Adami Chazawi, 2005:121)[3]:
a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam Buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III.
b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delicten).
c. Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicten).
d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis).
 e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus.
f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.
g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communica (delicta communica, yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh memiliki kualitas pribadi tertentu).
h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten).
 i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana pokok (eenvoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligeerde delicten).
 j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya.
Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (enkelvoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten).



Tidak ada komentar: