Berbicara mengenai tanggung jawab, maka tidak lepas dari
prinsip-prinsip sebuah tanggung jawab, karena prinsip tentang anggung jawab
merupakan perihal yang sangat penting dalam perlindungan konsumen.
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat
dibedakan, yaitu[1]:
a.
Prinsip tanggung jawab
berdasarkan kesalahan (liability based on
fault), yaitu prisip yang menyatakan
bahwa seseorang baru dapat diminta pertanggungjawabannya secara hukum jika ada
unsur kesalahan yang dilakukannya;
b.
Prinsip praduga untuk selalu
bertanggungjawab ( Presumption of
liability), yaitu prinsip yang menyatakan tergugat selalu dianggap
bertanggung jawab sampai ia dapat membuktikan, bahwa ia tidak bersalah, jadi
beban pembuktian ada pada tergugat.
c.
Prinsip praduga untuk tidak
selalu bertanggungjawab (Presumption of
nonliability), yaitu prinsip ini merupakan kebalikan dari prinsip praduga
untuk selalu bertanggung jawab, dimana tergugat selalu dianggap tidak
bertanggung jawab sampai dibuktikan, bahwa ia bersalah.
d.
Prinsip tanggung jawab mutlak (Strict liability), dalam prinsip ini
menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan, namun ada
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung
jawab, misalnya keadaan force majeur.
e.
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability), dengan adanya
prinsip tanggung jawab ini, pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan
klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.
Jika ada pembatasan, maka harus berdasarkan pada perundang-undangan yang
berlaku.
Tanggung jawab pelaku usaha atas kerugian konsumen dalam
Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diatur
khusus dalam Bab VI, mulai dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 28, memperhatikan
substansi Pasal 19 ayat 1 Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi [2]:
a.
Tanggung jawab ganti kerugian
atas kerusakan,
b.
Tanggung jawab ganti kerugian
atas pencemaran,
c.
Tanggung jawab ganti kerugian
atas kerugian konsumen.
Berdasarkan hal ini maka adanya produk barang dan/atau jasa yang
cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal
ini berarti, bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang
dialami konsumen.
Secara umum, tuntutan ganti kerugian yang
dialami oleh konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik berupa ganti
kerugian materi, fisik maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan
yang telah disebutkan, yang secara garis
besarnya hanya ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan
wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian berdasarkan perbuatan melanggar hukum