Minggu, 12 November 2023

Teori Agensi


Teori keagenan pada dasarnya merupakan teori yang muncul karena
adanya konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori ini mengasumsikan
bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya
sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen.
Prinsipal mengontrak agen untuk melakukan pengelolaan sumber daya dalam
perusahaan dan berkewajiban untuk memberikan imbalan kepada agen
sedangkan agen berkewajiban melakukan pengelolaan sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan dan bertanggungjawab atas tugas yang dibebankan
kepadanya (Jensen dan Meckling, 1976:29).
Teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) asumsi yaitu (a) asumsi tentang
sifat manusia; (b) asumsi tentang keorganisasian dan (c) asumsi tentang
informasi. Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki
sifat mementingkan diri sendiri (self interest) memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality) dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi
keorganisasian menekankan adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi
sebagai kriteria produktivitas. Asimetri informasi (asimmetric information)
merupakan informasi yang tidak seimbang karena perbedaan distribusi informasi
antara prinsipal dan agen (Jensen dan Meckling, 1976:38-41). Teori keagenan
akan terjadi pada berbagai organisasi termasuk dalam organisasi pemerintahan
dan berfokus pada persoalan ketimpangan/asimetri informasi antara pengelola
(agen/pemerintah) dan publik (diwakili prinsipal/dewan perwakilan rakyat).
Prinsipal harus memonitor kerja agen, agar tujuan organisasi dapat dicapai
dengan efisien serta tercapainya akuntabilitas publik (Mustikawati, 2004).
Akuntabilitas publik sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (agen) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada pihak pemberi amanah (prinsipal) yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.

Tidak ada komentar: