Konsep Organizational Citizenship Behavior pertama kali
diperkenalkan oleh Bateman dan Organ, dan telah dibahas secara detail oleh
Organ tahun (1995). Namun jauh sebelum tahun tersebut Bernard
mempergunakan konsep Organizational Citizenship Behavior dan
menyebutnya sebagai kerelaan bekerjasama. Pada tahun 1964, Katz
menggunakan konsep serupa dan menyebutkan sebagai inovatif dan perilaku
spontan (Triyanto, 2009).
Organizational Citizenship Behavior dapat dikatakan sebagai
perilaku-perilaku yang menyumbang pada pemeliharaan dan perbaikan baik
secara social maupun psikologikal untuk mendukung job performance
(Organ, 1995). Organizational Citizenship Behavior berperan penting bagi
upaya meningkatkan kinerja organisasi karena, Organizational Citizenship
Behavior dapat mengurangi kebutuhan akan sumber daya-sumber daya yang
langka/mahal untuk fungsi-fungsi perawatan/perbaikan dalam organisasi,
meningkatkan produktifitas hubungan kerja atau manajerial, meningkatkan
kemampuan organisasi untuk menarik minat dan mempertahankan orang- orang terbaiknya untuk bekerja disitu dengan menciptakan suasana kerja yang
menyenangkan (Organ, 1995).
Berdasarkan definisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Organizational Citizenship Behavior adalah perilaku karyawan yang
dilakukan secara sukarela dan melebihi tuntutan pekerjaannya. Perilaku
tersebut dilakukan tanpa mengharapkan pamrih dari organisasi dan berkontribusi terhadap efektivitas organisasi. Terdapat kesepakatan luas bahwa
budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertian bersama yang
dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang membedakan
organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Sistem pengertian bersama ini,
dalam pengamatan yang lebih seksama, merupakan serangkaian karakter
penting menjadi nilai bagi suatu organisasi. Menurut Robbins (2003)
menyatakan bahwa terdapat tujuh karakter utama, yang kesemuanya menjadi
elemen-elemen penting suatu budaya organisasi.
a. Inovasi dan pengambilam risiko, yaitu tingkat daya pendorong karyawan
untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
b. Perhatian terhadap hasil, yaitu tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk
mampu memperlihatkan ketetapan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
c. Orientasi terhadap hasil, yaitu tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk
lebih memusatkan perhatian pada hasil, dibandingkan perhatian pada
teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
d. Orientasi terhadap individu, yaitu tingkat keputusan manajemen dalam
mempertimbangkan efek- efek hasil terhadap individu yang ada di dalam
organisasi.
e. Orientasi terhadap tim, yaitu tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam
tim, bukan secara perorangan
f. Agresivitas, yaitu tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku
agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.
g. Stabilitas, yaitu tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam
mempertahankan status quo berbanding pertumbuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar