Tentang Desa
Setelah Berlakunya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
telah terjadi kebingungan dalam menginterpretasikan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Apakah maksud dari pembuat undang-undang
untuk memilih antara Desa Dinas dan Desa Adat atau mengakui kedua Desa
tersebut. seperti diketahui Desa Dinas dan Desa Adat di Bali memiliki fungsi yang
berbeda, yaitu Desa Adat menjalankan fungsi adat istiadat dan Desa Dinas
menjalankan fungsi administratif. Permasalahan Pemilihan jenis Desa di Provinsi Bali didasari oleh
adanya ketentuan penjelasan dari Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa, dimana dalam penjelasan Pasal 6 ini disebutkan
Bahwa :
”Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah,
kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat
dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat
Desa atau Desa Adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih
antara Desa dan Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah harus dipilih sal ah
satu jenis Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”.
Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bertujuan untuk mencegah terjadinya
tumpang tindih (wilayah,Kewenangan dan Lembaga Desa) dalam
penentuan jenis desa di Daerah. Dalam penjelasan Pasal 6 ini juga
diketahui bahwa ada dua jenis desa yang diakui oleh Pemerintah, yaitu
Desa dan Desa Adat. Dalam hal ini Pemerintah Daerah diharuskan untuk
memilih diantara dua jenis desa tersebut untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih.
Dalam kasus pemilihan Jenis Desa di Kabupaten Bangli dapat
diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Bangli mengalami kesulitan dalam
penentuan jenis Desa yang akan digunakan. Dimana seperti juga
pelaksanaan kewenangan antara desa dinas dan desa adat selama ini sudah
berjalan berkesinambungan dan saling menunjang.
48
Dalam prakteknya selama ini antara Desa Adat dan Desa Dinas di
Provinsi Bali menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga
terjadi sinkronisasi urusan-urusan Adat dan administrasi pemerintahan di
tingkat Desa. Dengan adanya ketentuan ini maka memberikan pilihan yang
sulit bagi pemerintah Provinsi Bali. Walaupun sebenarnya alasan
pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa ini adalah untuk memberikan dasar kewenangan bagi pemerintahan
terbawah dalam hal ini Desa untuk mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya demi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka memperkuat
desa, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa (UU Desa), dalam Pasal 19 meyebutkan kewenangan desa
adalah sebagai berikut :
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. Kewenangan lokal berskala Desa;
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa, disebutkan pada ayat 1 bahwa desa dan desa adat yang ada sebelum
Undang-Undang ini diberlakukan tetap diakui sebagai desa. Sedangkan pada ayat
2 disebutkan bahwa, pemerintah kabupaten dan wali kota menetapkan desa dan
49
desa adat di wilayahnya. Sebenarnya pemilihan jenis desa tidak mendesak untuk
dilakukan karena dalam undang-undang Desa disebutkan kalu jenis desa adat
maupun Desa Dinas tetap diakui. Hanya saja dalam pelaksanaan undang Undang
Desa ini nantinya akan terkait dengan penerimaan Dana Desa yang jumlahnya
sangat besar sehingga mampu untuk mempermudah membiayai proses
pembangunan di wilayah Desa.
Permasalahan yang timbul dari penjelasan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu : “ Ketentuan ini untuk mencegah
terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan
antara desa dan desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu)
wilayah hanya terdapat desa atau desa adat. Untuk yang sudah terjadi
tumpang tindih antara desa dan desa adat dalam 1 (satuwilayah harus
dipilih salah satu jenis desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Dengan adanya opsi pemilihan desa dan desa adat maka mau tidak
mau setiap desa yang ada di Provinsi Bali baik itu desa maupun desa adat
harus menentukan sikap, format yang digunakan hanya untuk satu jenis
desa saja. Masalah ini tentu bukan masalah yang sederhana karena
berdasarkan sejarah desa di Provinsi Bali telah terjadi harmonisasi
pemerintahan desa yang selama ini antara desa dan desa adat dalam
menjalankan kewenangannnya hidup berdampingan dengan harmonisasi
pelaksanaan tugas masing-masing.
Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
50
pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan demikian, lingkup pengaturan Peraturan
Pemerintah ini ialah penataan Desa, kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, tata
cara penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa, pembangunan
Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik Desa, kerja sama
Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa, serta pembinaan dan
pengawasan Desa oleh camat atau sebutan lain. Berkaitan dengan pengaturan
mengenai Pemerintahan Desa, Peraturan Pemerintah ini mengatur secara lebih
terperinci mengenai tata cara pemilihan kepala Desa secara langsung atau melalui
musyawarah Desa, kedudukan, persyaratan, mekanisme pengangkatan perangkat
Desa, besaran penghasilan tetap, tunjangan, dan penerimaan lainyang sah bagi
kepala Desadan perangkat Desa, penempatan perangkat Desa yang berstatus
sebagai pegawai negeri sipil, serta tata cara pemberhentian kepala Desa dan
perangkat Desa. Maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa.
Kabupaten Bangli secara pembagian administrative wilayah memiliki (4)
empat kecamatan dan 73 (tujuh puluh tiga) desa atau kelurahan. Kecamatan
Kintamani memiliki Desa Abangsongan, Desa Abuan, Desa Awan, Desa Bantang,
Desa Banua, Desa Batudinding, Desa Batukaang, Desa Batur Selatan, Desa Batur
Tengah, Desa Batur Utara, Desa Bayungcerik, Desa Bayung Gede, Desa
Belancan, Desa Belandingan, Desa Belanga, Desa Belantih, Desa Binyan, Desa
Bonyoh, Desa Buahan, Desa Bunutin, Desa Catur, Desa Daup, Desa Dausa, Desa
Gunungbau, Desa Katung, Desa Kedisan, Desa Kintamani, Desa Kutuh, Desa
51
Langgahan, Desa Lembean, Desa Mangguh, Desa Manikliyu, Desa Mengani,
Desa Pengejaran, Desa Pinggan, Desa Satra, Desa Sekaan, Desa Sekardadi, Desa
Selulung, Desa Serai, Desa Siakin, Desa Songan A, Desa Songan B, Desa Subaya,
Desa Sukawana, Desa Suter, Desa Terunyan, Desa Ulian. Kecamatan Susut
memiliki Desa Abuan, Desa Apuan, Desa Demulih, Desa Pengiangan, Desa
Penglumbaran, Desa Selat, Desa Sulahan, Desa Susut, Desa Tiga. Kecamatan
Tembuku memiliki Desa Bangbang, Desa Jehem, Desa Peninjoan, Desa
Tembuku, Desa Undisan, Desa Yangapi. Dan kecamatan Bangli memiliki Desa
Bunutin, Desa Kayubihi, Desa Landih, Desa Pengotan, Desa Taman Bali,
Kelurahan Bebalang, Kelurahan Cempaga, Kelurahan Kawan, Kelurahan Kubu.
Dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan, dan mutu pelayanan kepada masyarakat maka
dipandang perlu mengatur pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa dalam bentuk Peraturan Daerah.. Hal ini tertuang dalam
penjelasan umum Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar