Kamis, 01 Juli 2021

Pemilihan Jenis Desa Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 (skripsi dan tesis)

Tentang Desa Setelah Berlakunya Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa telah terjadi kebingungan dalam menginterpretasikan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Apakah maksud dari pembuat undang-undang untuk memilih antara Desa Dinas dan Desa Adat atau mengakui kedua Desa tersebut. seperti diketahui Desa Dinas dan Desa Adat di Bali memiliki fungsi yang berbeda, yaitu Desa Adat menjalankan fungsi adat istiadat dan Desa Dinas menjalankan fungsi administratif. Permasalahan Pemilihan jenis Desa di Provinsi Bali didasari oleh adanya ketentuan penjelasan dari Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dimana dalam penjelasan Pasal 6 ini disebutkan Bahwa : ”Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara Desa dan Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat Desa atau Desa Adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara Desa dan Desa Adat dalam 1 (satu) wilayah harus dipilih sal ah satu jenis Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih (wilayah,Kewenangan dan Lembaga Desa) dalam penentuan jenis desa di Daerah. Dalam penjelasan Pasal 6 ini juga diketahui bahwa ada dua jenis desa yang diakui oleh Pemerintah, yaitu Desa dan Desa Adat. Dalam hal ini Pemerintah Daerah diharuskan untuk memilih diantara dua jenis desa tersebut untuk menghindari terjadinya tumpang tindih. Dalam kasus pemilihan Jenis Desa di Kabupaten Bangli dapat diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Bangli mengalami kesulitan dalam penentuan jenis Desa yang akan digunakan. Dimana seperti juga pelaksanaan kewenangan antara desa dinas dan desa adat selama ini sudah berjalan berkesinambungan dan saling menunjang. 48 Dalam prakteknya selama ini antara Desa Adat dan Desa Dinas di Provinsi Bali menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sehingga terjadi sinkronisasi urusan-urusan Adat dan administrasi pemerintahan di tingkat Desa. Dengan adanya ketentuan ini maka memberikan pilihan yang sulit bagi pemerintah Provinsi Bali. Walaupun sebenarnya alasan pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini adalah untuk memberikan dasar kewenangan bagi pemerintahan terbawah dalam hal ini Desa untuk mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya demi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka memperkuat desa, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), dalam Pasal 19 meyebutkan kewenangan desa adalah sebagai berikut : a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. Kewenangan lokal berskala Desa; c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, disebutkan pada ayat 1 bahwa desa dan desa adat yang ada sebelum Undang-Undang ini diberlakukan tetap diakui sebagai desa. Sedangkan pada ayat 2 disebutkan bahwa, pemerintah kabupaten dan wali kota menetapkan desa dan 49 desa adat di wilayahnya. Sebenarnya pemilihan jenis desa tidak mendesak untuk dilakukan karena dalam undang-undang Desa disebutkan kalu jenis desa adat maupun Desa Dinas tetap diakui. Hanya saja dalam pelaksanaan undang Undang Desa ini nantinya akan terkait dengan penerimaan Dana Desa yang jumlahnya sangat besar sehingga mampu untuk mempermudah membiayai proses pembangunan di wilayah Desa. Permasalahan yang timbul dari penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu : “ Ketentuan ini untuk mencegah terjadinya tumpang tindih wilayah, kewenangan, duplikasi kelembagaan antara desa dan desa adat dalam 1 (satu) wilayah maka dalam 1 (satu) wilayah hanya terdapat desa atau desa adat. Untuk yang sudah terjadi tumpang tindih antara desa dan desa adat dalam 1 (satuwilayah harus dipilih salah satu jenis desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Dengan adanya opsi pemilihan desa dan desa adat maka mau tidak mau setiap desa yang ada di Provinsi Bali baik itu desa maupun desa adat harus menentukan sikap, format yang digunakan hanya untuk satu jenis desa saja. Masalah ini tentu bukan masalah yang sederhana karena berdasarkan sejarah desa di Provinsi Bali telah terjadi harmonisasi pemerintahan desa yang selama ini antara desa dan desa adat dalam menjalankan kewenangannnya hidup berdampingan dengan harmonisasi pelaksanaan tugas masing-masing. Dalam rangka mengoptimalkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan 50 pemberdayaan masyarakat Desa. Dengan demikian, lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini ialah penataan Desa, kewenangan Desa, Pemerintahan Desa, tata cara penyusunan peraturan di Desa, keuangan dan kekayaan Desa, pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan, badan usaha milik Desa, kerja sama Desa, lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat Desa, serta pembinaan dan pengawasan Desa oleh camat atau sebutan lain. Berkaitan dengan pengaturan mengenai Pemerintahan Desa, Peraturan Pemerintah ini mengatur secara lebih terperinci mengenai tata cara pemilihan kepala Desa secara langsung atau melalui musyawarah Desa, kedudukan, persyaratan, mekanisme pengangkatan perangkat Desa, besaran penghasilan tetap, tunjangan, dan penerimaan lainyang sah bagi kepala Desadan perangkat Desa, penempatan perangkat Desa yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil, serta tata cara pemberhentian kepala Desa dan perangkat Desa. Maka dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Kabupaten Bangli secara pembagian administrative wilayah memiliki (4) empat kecamatan dan 73 (tujuh puluh tiga) desa atau kelurahan. Kecamatan Kintamani memiliki Desa Abangsongan, Desa Abuan, Desa Awan, Desa Bantang, Desa Banua, Desa Batudinding, Desa Batukaang, Desa Batur Selatan, Desa Batur Tengah, Desa Batur Utara, Desa Bayungcerik, Desa Bayung Gede, Desa Belancan, Desa Belandingan, Desa Belanga, Desa Belantih, Desa Binyan, Desa Bonyoh, Desa Buahan, Desa Bunutin, Desa Catur, Desa Daup, Desa Dausa, Desa Gunungbau, Desa Katung, Desa Kedisan, Desa Kintamani, Desa Kutuh, Desa 51 Langgahan, Desa Lembean, Desa Mangguh, Desa Manikliyu, Desa Mengani, Desa Pengejaran, Desa Pinggan, Desa Satra, Desa Sekaan, Desa Sekardadi, Desa Selulung, Desa Serai, Desa Siakin, Desa Songan A, Desa Songan B, Desa Subaya, Desa Sukawana, Desa Suter, Desa Terunyan, Desa Ulian. Kecamatan Susut memiliki Desa Abuan, Desa Apuan, Desa Demulih, Desa Pengiangan, Desa Penglumbaran, Desa Selat, Desa Sulahan, Desa Susut, Desa Tiga. Kecamatan Tembuku memiliki Desa Bangbang, Desa Jehem, Desa Peninjoan, Desa Tembuku, Desa Undisan, Desa Yangapi. Dan kecamatan Bangli memiliki Desa Bunutin, Desa Kayubihi, Desa Landih, Desa Pengotan, Desa Taman Bali, Kelurahan Bebalang, Kelurahan Cempaga, Kelurahan Kawan, Kelurahan Kubu. Dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan, dan mutu pelayanan kepada masyarakat maka dipandang perlu mengatur pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa dalam bentuk Peraturan Daerah.. Hal ini tertuang dalam penjelasan umum Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.

Tidak ada komentar: