Jumat, 02 Juli 2021
Desentralisasi Fiskal dan Dana Transfer (skripsi dan tesis)
Prinsip pelaksanaan desentralisasi di Indonesia pada hakikatnya sejalan dengan
pengalaman negara-negara lain dalam melakukan desentralisasi. Sebagaimana
diungkapkan Terminassian (1997) bahwa banyak negara di dunia melakukan
program desentralisasi sebagai refleksi atas terjadinya evolusi politik yang
menghendaki adanya perubahan bentuk pemerintahan ke arah yang lebih
demokratis dan mengedepankan partisipasi. Lebih lanjut Terminassian
menjelaskan bahwa pelaksanaan desentralisasi merupakan upaya untuk
meningkatkan responsivitas dan akuntabilitas para politikus kepada
konstituennya, serta untuk menjamin adanya keterkaitan antara kuantitas, kualitas,
dan komposisi penyediaan layanan publik dengan kebutuhan penerima manfaat
layanan tersebut.
Di Indonesia, pelaksanaan desentralisasi fiskal sebagai salah satu instrument
kebijakan pemerintah mempunyai prinsip dan tujuan antara lain (Mardiasmo,
2009) ; 1. Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
(vertical fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance).
2. Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi
kesenjangan pelayanan publik antar daerah.
3. Meningkatkan efisiensi peningkatkan sumber daya nasional.
4. Tata kelola, transparan, dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan
pengalokasian transfer ke daerah yang tepat sasaran.
5. Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
Sidik et al. (2002) mengemukakan bahwa tujuan pemberian transfer, yaitu:
1. Pemerataan vertikal (vertical equalization).
Pemerintah Pusat menguasai sebagian besar sumber-sumber penerimaan (pajak)
utama negara. Sedangkan pemerintah daerah hanya menguasai sebagian kecil
sumber-sumber penerimaan negara, atau hanya berwenang untuk memungut
pajak-pajak lokal. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan vertikal (vertical
imbalance) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, karena pemerintah
pusat begitu mendominasi penerimaan pajak dan sumber daya alam daerah.
Akibatnya, daerah dengan sumber daya alam yang melimpah tidak dapat
sepenuhnya merasakan hasil kekayaan daerah mereka sendiri. Kondisi inilah yang
akan diatasi dengan menggunakan dana perimbangan, khususnya dana bagi hasil.
Dengan dana perimbangan, daerah penghasil akan mendapat porsi yang lebih
besar dalam bagi hasil penerimaan umum (general revenue sharing). 2. Pemerataan horizontal (Horizontal equlization).
Kemampuan Daerah untuk menghasilkan pendapatan sangat bervariasi tergantung
kondisi daerah bersangkutan. Hal ini berimplikasi pada kapasitas fiskal (fiscal
capacity) di daerah yang bersangkutan. Di samping itu, tiap daerah juga memiliki
kebutuhan belanja yang berbeda-beda tergantung pada jumlah penduduk, proporsi
penduduk, dan keadaan geografis daerah. Hal ini berimplikasi pada bervariasinya
kebutuhan fiskal (fiscal need) di daerah-daerah bersangkutan. Selisih antara
kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal daerah disebut dengan celah fiskal (fiscal
gap). Celah fiskal inilah yang akan ditutup dengan transfer dari Pemerintah Pusat
dalam bentuk dana alokosi umum (DAU).
3. Menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap daerah.
Setiap daerah memiliki kemampuan yang bervariasi dalam menyediakan
pelayanan umum untuk masyarakatnya, hal ini terutama karena perbedaan
sumber daya yang dimiliki oleh tiap daerah. Sementara itu, standar pelayanan
minimum untuk tiap pemerintah daerah di Indonesia sama dan harus tetap dijaga.
Oleh karena itu pemerintah pusat harus menjamin standar pelayanan umum di tiap
daerah dengan memberikan subsidi.
4. Mengatasi persoalan yang timbul dari menyebar atau melimpahnya efek
pelayanan publik.
Setiap jenis pelayanan publik yang diberikan pemerintah daerah tertentu tidak
hanya dinikmati oleh masyarakat di daerah yang bersangkutan saja. Misalnya,
pendidikan tinggi, pemadam kebakaran, jalan raya antar daerah, dan rumah sakit daerah, tidak bisa dibatasi manfaatnya hanya untuk masyarakat daerah tertentu
saja. Namun tanpa adanya imbalan (dalam bentuk pendapatan), pemerintah daerah
biasanya enggan berinvestasi dalam hal tersebut. Oleh karena itu, pemerintah
pusat perlu memberikan semacam insentif ataupun meyerahkan sumber-sumber
keuangan agar pelayanan-pelayanan publik demikian dapat dipenuhi oleh daerah.
5. Stabilisasi
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan transfer sebagai stabilizer pada saat
aktivitas ekonomi daerah lesu ataupun pada saat aktivitas ekonomi meningkat.
Pada saat aktivitas perekonomian daerah sedang lesu, pemberian transfer dapat
ditingkatkan, dan sebaliknya pada saat perekonomian meningkat pemberian
transfer dapat dikurangi. Namun, dalam melakukan hal ini diperlukan kecermatan
dalam mengkalkulasi penurunan dan peningkatan transfer dan menentukan saat
yang tepat dalam melakukan penurunan dan peningkatan transfer tersebut agar
tidak berakibat merusak atau bertentangan dengan tujuan stabilisasi. Transfer
pemerintah pusat kepada daerah dapat dibedakan menjadi bagi hasil (revenue
sharing) dan bantuan (grants).
Grants sendiri dapat dikelompokkan menjadi block grant (besarnya ditentukan
berdasarkan formula) dan special grant (ditentukan berdasarkan pendekatan
kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi khusus). Dalam dana
perimbangan yang diterapkan di Indonesia, dana bagi hasil berperan sebagai
revenue sharing, dana alokasi umum sebagai block grant dan dana alokasi khusus
sebagai special grant. Pada tataran kebijakan yang lebih aplikatif, desentralisasi fiskal tersebut
diwujudkan melalui pemberian sejumlah transfer dana langsung dari pemerintah
pusat ke daerah dalam rangka memenuhi asas desentralisasi, pemberian dana yang
dilakukan oleh kementrian/lembaga melalui mekanisme dekonsentrasi dan tugas
pembantuan, serta memberikan diskresi kepada daerah untuk memungut pajak dan
retribusi sesuai dengan kewenangannya. Di banyak negara yang menganut
desentralisasi, kewenangan memungut pajak daerah dan retribusi daerah ini
dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
masyarakat lokal dan memberikan jaminan kepada rakyat, bahwa pelayanan
publik akan semakin membaik dan rakyat akan lebih puas dengan pelayanan yang
diberikan (Bahl and Linn, 1998).
Mekanisme kebijakan transfer ke daerah, sebagaimana diamanatkan dalam UU
Nomor 33 tahun 2004, diwujudkan dalam bentuk dana perimbangan, dana
otonomi khusus, dan penyesuaian. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil
(DBH) dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Secara
nominal jenis transfer ke daerah dalam bentuk ini tercatat sebagai komponen
terbesar dari dana transfer ke daerah (Mardiasmo, 2009). Lebih lanjut Mardiasmo
menjelaskan bahwa beranjak dari konsep dasar dan implementasinya dalam
desentralisasi fiskal di Indonesia, besarnya transfer dana di daerah seharusnya
memiliki korelasi yang positif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar