Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran
dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau
internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan
jarak jauh yang dilakukan
melalui media internet.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning
merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan
Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet
dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning.
Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari
elektronik dalam e-learning digunakan
sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung
usaha-usaha pengajaran lewat teknologi
elektronik internet.
Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM
adalah sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh
disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun
‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran
yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi,
audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’
dengan bantuan profesional dalam bidangnya.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang
yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada
pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ fokus utamanya
adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk
pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’
pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat
perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya,
internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang
mewakili sumber belajar yang penting di dunia. Cisco (2001) menjelaskan
filosofis e-learning sebagai berikut.
Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi,
pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku
teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab
tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di
dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content
dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa
amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik
keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan
lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih
baik.
Sedangkan Karakteristik e-learning,
antara lain. Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di
mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat
berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang
protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital
media dan computer networks). Ketga, Menggunakan bahan ajar
bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat
diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan
memerlukannya. Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran,
kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Untuk dapat menghasilkan e-learning
yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang
wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan
cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam
memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang
disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat
diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar
menggunakan sistem e-learning-nya.
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti
layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan
pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan
kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan
membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian
layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan
kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat
dilakukan secepat mungkin oleh pengajar
atau pengelola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar