Menurut
Ruseffendi (1998 : 329) metode (mengajar) penemuan (Discovery) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran
sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya
itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Kemudian, menurut Asmani (2009:154) metode Discovery
Learning merupakan suatu metode untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri,
maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan
mudah dilupakan siswa. Dengan menggunakan strategi penemuan, anak belajar
menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkannya sendiri.
Selain itu, dengan metode penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan
ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat.
Ruseffendi
(1988) juga menyatakan bahwa belajar penemuan itu penting, sebab matematika
adalah bahasa yang abstrak : konsep dan lain-lainnya itu akan lebih melekat
bila melalui penemuan dan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Ernest (1991) mengungkapkan bahwa belajar
matematika adalah pertama dan paling utama adalah aktif, dengan siswa belajar
melalui permainan, kegiatan, penyelidikan, proyek, diskusi, eksplorasi, dan
penemuan.
Dalam
metode Discovery Learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan dan hasil
penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Maier
(Widdiharto, 2004) yang menyebut metode Discovery
Learning dengan ‘heuristik’. Ia
menyatakan bahwa dalam metode ini, apa yang ditemukan, jalan, atau proses
semata-mata ditentukan oleh siswa sendiri.
Discovery
Learning berbeda dengan pembelajaran
di kelas tradisional. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bicknell-Holmes dan
Hoffman (Castronova, 2002: 2) tiga ciri utama Discovery Learning
sebagai berikut:
1)
Through
exploration and problem solving students create, integrate, and generalize
knowledge
2)
Student
driven, interest-based activities which the student determines the sequence and
frequency
3)
Activities
to encourage integration of new knowledge into the learner’s existing knowledge
base
Pernyataan
di atas dapat diartikan sebagai berikut:
1) Mengeksplorasi
dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi
pengetahuan.
2) Berpusat
pada siswa.
3) Kegiatannya
untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Pada
pembelajaran penemuan struktur pembelajarannya adalah induktif, yaitu
menekankan aktivitas untuk menemukan pola-pola, aturan, prinsip dan struktur
matematika melalui eksplorasi contoh-contoh. Sebagaimana dikemukakan Taba
(Trisnadi, 2006:21) bahwa pembelajaran penemuan melibatkan suatu urutan
induktif, urutan ini dimulai tidak dengan penjelasan sebuah prinsip umum tetapi
dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh konkret dari prinsip umum,
dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen.
Belajar
melalui Discovery berpusatkan pada
siswa. Belajar Discovery menyebabkan
siswa berkembang potensi intelektualnya. Dengan menemukan hubungan dan
keteraturan dari materi yang sedang dipelajari, siswa menjadi lebih mudah
mengerti struktur materi yang dipelajari. Siswa lebih mudah mengingat konsep,
struktur atau rumus yang telah ditemukan.
Keuntungan
Discovery Learning menurut Suherman
(Iriana, 2008:18) adalah sebagai berikut:
a. Siswa
aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir.
b. Siswa
memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat.
c. Menemukan
sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong siswa ingin
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
d. Siswa
yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer
pengetahuannya ke berbagai konteks.
e. Metode
ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.
Pembelajaran
dengan metode Discovery Learning selain memiliki beberapa
kelebihan tetapi juga memiliki beberapa kekurangan. Menurut Suherman (Iriani,
2008: 19) yaitu:
a. Belajar
penemuan memerlukan waktu yang banyak.
b. Tidak
semua guru mempunyai keahlian dan kemampuan dengan cara penemuan.
c. Tidak
semua anak mampu melakukan penemuan.
d. Metode
ini tidak dapat digunakan untuk setiap topik matematika.
e. Kelas
tidak bisa terlalu besar, karena memerlukan perhatian guru terhadap semua
siswa.
Melihat
kelemahan dari pembelajaran Discovery
Learning, maka diperlukan kombinasi
dalam pembelajarannya, yaitu guru tidak sepenuhnya melepas siswa untuk
menemukan konsep, prosedur dan prinsip sendiri melainkan siswa diarahkan
berkolaborasi dengan teman. Hal ini dapat menciptakan suasana kelas yang
dinamis karena ada kerjasama antar siswa dalam kelompoknya. Kemudian, guru
harus secara matang merancang proses pembelajaran agar sesuai dengan alokasi
waktu yang tersedia, serta pandai memilih materi yang sesuai dengan penerapan
metode Discovery. Selain itu, guru
juga harus melihat kesiapan siswa untuk sampai kepada konsep yang harus
ditemukan.
Selanjutnya,
menurut Hudoyo (Trisnadi, 2006:22) metode penemuan yang mungkin dilaksanakan
adalah metode penemuan terbimbing (Guided
Discovery Learning), di mana beberapa
petunjuk atau instruksi perlu diberikan kepada siswa, hal ini disebabkan siswa
masih memerlukan pertolongan pengajar sebelum menjadi penemu murni. Peran guru
dalam Guided Discovery Learning
selain sebagai perancang proses belajar juga sebagai pembimbing (guide),
fasilitator, dan motivator siswa.
Guru
bertindak sebagai penunjuk jalan, membantu siswa agar mempergunakan konsep,
idea-idea dan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya untuk memperoleh
pengetahuan yang baru. Bimbingan ini merupakan pengarahan yang dapat berbentuk
pertanyaan-pertanyaan baik secara lisan ataupun tulisan yang dituangkan dalam
LKS. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas dan
siswa ‘menemukan’ pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang baru akan melekat
lebih lama jika siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan
mengonstruksi konsep atau prinsip pengetahuan tersebut.
Dengan
metode Guided Discovery Learning,
siswa didorong untuk berpikir kritis, menganalisis sendiri, sehingga dapat
menemukan konsep atau prinsip umum berdasarkan bahan/data yang telah disediakan
oleh guru. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode Guided Discovery Learning ini, siswa leluasa untuk menyelidiki dan
menarik kesimpulan, siswa juga dianjurkan untuk melakukan terkaan,
mengira-ngira, dan mencoba-coba (trial
dan error) sesuai pengalamannya untuk sampai kepada proses yang harus
ditemukannya itu.
Kegiatan
pembelajaran Guided Discovery Learning
menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan
penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang telah
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kegiatan belajar yang
berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar
langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan
konsep dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan
demikian, Guided Discovery Learning
dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan,
menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin
(1993b: 105), “Guided Discovery incorporates the best of what is known about
science processes and product.”
Langkah-langkah
yang perlu ditempuh oleh guru dalam Guided
Discovery Learning agar
pelaksanaannya berjalan efektif sesuai yang disampaikan oleh Markaban (2006:16)
adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan
masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya
harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah
yang ditempuh siswa tidak salah.
2. Dari
data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,mengorganisir, dan
menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan
sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk
melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau Lembar
Kerja Siswa (LKS).
2) Siswa
menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang dilakukan.
3) Bila
dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa
oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan
siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
4) Apabila
telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka
verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusun.
5) Sesudah
siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau
soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
Berdasarkan
uraian di atas, pembelajaran Discovery
Learning yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah metode Guided
Discovery Learning, yaitu suatu metode pembelajaran yang mendorong siswa
berpikir kritis dalam menganalisis suatu data, menyusun konjektur (perkiraan
dari hasil analisis data), kemudian setelah diperoleh kebenaran konjektur
tersebut siswa dapat menemukan konsep atau prinsip umum berdasarkan data yang
telah diberikan oleh guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar