Pendekatan SAVI adalah pendekatan pembelajaran yang
menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki
siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari somatik, auditori, visual, dan intelektual.
Somatik memiliki makna gerakan tubuh (aktivitas fisik) di mana
belajar dengan mengalami dan melakukan.
Auditori bermakna bahwa belajar melalui mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Visual artinya belajar haruslah menggunakan indera
mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan
media dan alat peraga. Sedangkan intelektual bermakna bahwa belajar haruslah
menggunakan kemampuan berpikir, belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan
berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,
menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
Menurut Meier (2000:91) pembelajaran
dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik
dengan Aktifitas Intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh
besar pada pembelajaran. Pendekatan SAVI merupakan hasil pemikiran Meier yang
menitik beratkan pembelajaran pada keterlibatan siswa secara utuh dalam proses
pembelajaran. Dengan kata lain bahwa siswa tidak hanya hadir saja, namun siswa
hendaknya turut berperan aktif menggunakan setiap modalitas yang dimilikinya
yang meliputi modalitas somatik, auditori, visual, dan intelektual guna
mengkontruksi pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran yang dipelajarinya.
Berdasarkan pemikiran Meier tersebut, belajar adalah sarana untuk
mengkombinasikan antara gerakan fisik serta intelektual guna mencapai suatu
hasil pembelajaran yang optimal.
Menurut Meier (2000:91) pembelajaran
dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik
dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh
besar pada pembelajaran. Unsur-unsur SAVI, yaitu:
a) Belajar Somatis
”Somatis” berasal dari bahasa Yunani
yang berarti tubuh-soma. Menurut Meier (2000:92), belajar somatis berarti
belajar dengan indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan
menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
Namun, dalam pembelajaran di sekolah
terdapat pemisahan antara tubuh dan pikiran, sehingga yang berlakuu adalah
”duduk manis, jangan bergerak, dan tutup mulut”, karena menurutnya belajar
hanya melibatkan otak saja. Kini, pemisahan tubuh dan pikiran dalam belajar
mengalami tantangan serius, karena penelitian neurologi menemukan bahwa
”Pikiran tersebar di seluruh tubuh” atau pada intinya, tubuh adalah pikiran,
dan pikiran adalah tubuh. (Meier,2000:93). Jadi, dengan menghalangi pembelajar
somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya dalam belajar, kita menghalangi
fungsi pikiran mereka sepenuhnya.
b) Belajar Auditori
Pikiran
auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus
menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari. Ketika kita
membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak kita
menjadi aktif.
Dalam
merancang pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam
pikiran pmbelajar, dapat dilakukan dengan cara mengajak mereka membicarakan apa
yang sedang mereka pelajari. Guru dapat menyuruh siswa menerjemahkan pengalaman
mereka dengan suara, membaca dengan keras atau secara dramatis jika mereka mau,
ajak mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model,
mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat
tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri
mereka sendiri.
c) Belajar Visual
Ketajaman visual, meskipun lebih
menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya
adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses
informasi visual daripada semua indra yang lain. (Meier,2000:97). Setiap orang
(terutama pembelajar visual) lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang
sedang dibicarakan. Pembelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat
melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan
gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Dan kadang-kadang mereka
dapat belajar lebih baik lagi jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram,
ikon, dan citra mereka sendiri dari hal yang sedang dipelajari. Teknik lain
yang bisa dilakukan semua orang, terutama orang-orang dengan keterampilan
visual yang kuat, adalah meminta mereka mengamati situasi dunia nyata lalu
memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip, atau
makna yang dicontohkan.
d) Belajar Intelektual
Intelektual bukan saja mengenai
pendekatan belajar yang tanpa emosi, tidak berhubungan, rasionalitas, akademis,
dan terkotak-kotak. (Meier,2000:99). Intelektual menunjukkan apa yang dilakukan
pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan
kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagaian dari
yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual
adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan manusia untuk
berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar.
Dengan demikian, belajar bisa optimal
jika keempat unsur SAVI dalam satu peristiwa pembelajaran. Misalnya, orang
dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi (V), tetapi mereka dapat
belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika presentasi
sedang berlangsung (S), membicarakan apa yang sedang mereka pelajari (A), dan
memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut pada pekerjaan
mereka (I). Atau, mereka dapat memecahakan masalah (I) jika mereka secara
simultan menggerakkan sesuatu (S) untuk menghasilkan pictogram atau pajangan
tiga dimensi (V) sambil membicarakan apa yang sedang mereka kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar