Model pembelajaran
treffinger diperkenalkan oleh Donald J
Treffinger pada tahun 1986. Model
pembelajaran Treffinger adalah
pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks.
a.
Keterbukaan - urun ide -
penguatan.
b.
Penggunaan ide kreatif –konflik
internal –skill.
c.
Proses rasa – pikir kreaktif
dalam memecahkan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat – kuriositi -
tanya.
d.
Kelompok –kerjasama.
e.
Kebebasan –terbuka.
f.
Reward (Herdian,2009)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa model terffinger adalah proses berfikir kreaktif dengan basis
kematangan dan pengetahuan dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui
pemanasan minat, yang tahap-tahapnya meliputi: orientasi, permahaman diri dan
kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap
kreaktif, pemicu gagasan kreaktif, serta pengembangan kemampuan memecahkan
masalah yang nyata dan kompleks.
Sehingga
langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan model Treffinger adalah :
a.
Siswa diberikan orientasi
tentang pelajaran yang akan dipelajari.
b.
Siswa diberikan permasalahan.
c.
Siswa menyelesaikan
permasalahan secara mandiri.
d.
Dibentuk suatu kelompok untuk
mendiskusikan penyelesaian permasalahan dengan teman untuk hasil yang maksimal.
e.
Siswa mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas.
f.
Memberikan reward dengan memberikan tanggapan
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani
masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis
bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan, baik ketrampilan kognitif
maupuan afektif pada setiap tingkat dari model ini, model Treffinger
menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong
belajar kreatif (Irnawati, 2009: 7).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur
kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan
kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif,
pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah
yang nyata dan kompleks (Suryanti, 2010: 2)
Kerja siswa ini didasarkan pada suatu model kreatif 3 level
milik Treffinger yaitu divergent
functions, complex thingking and
felling process dan involment in real
challenges. Metode yang digunakan pada penelitian adalah kuasi eksperimen
dengan desain penelitian menggunakan time series design (Farmahni, 2009: 1).
Model Treffinger adalah
seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi
orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan
berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta
pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Efendi,
2010: 1).
Treffinger (1980)
dalam Semiawan (1984) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah pembelajaran
yang menjadikan siswa peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan,
kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidakharmonisan,
dan sebagainya. Dalam belajar kreatif siswa mengumpulkan informasi yang ada,
membataskan kesukaran atau menemutunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak
ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah, menguji, menyempurnakannya,
dan akhirnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Disamping itu dalam proses
belajar kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir
bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses
berfikir konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal) (munandar,
1992).
Adapun
karakteristik Pembelajaran Kreatif Model Treffinger
dalam mengembangkan kemampuan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah adalah
(1) mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar. (2)
dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat
kemampuan. (3) mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam
pengembangannya. (4) melibatkan
secara bertahap kemampuan berfikir konvergen dan divergen dalam proses
pemecahan masalah. (5) memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan
beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara
fleksibel (Pomalato, 2005).
Pembelajaran
Kreatif Model Treffinger ini dapat membantu siswa untuk berfikir kreatif dalam
memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang
diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan
kemampuan pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa berarti
siswa mampu menggali potensinya dalam berdaya cipta, menemukan gagasan, serta
menemukan pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses
berfikir (Munandar, 1992).
Semiawan
(1984) menyatakan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger terdiri dari tiga tahap
antara lain : Tahap Pengembangan Fungsi-Fungsi Divergen, pada tahap ini
penekanannya keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan
atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah
kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan
jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari
tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang
akan diajarkan kepada siswa.
Teknik-teknik
yang digunakan pada pengembangan fungsi-fungsi divergen antara lain: (1) teknik
pemanasan, teknik pemanasan yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh
gagasan sebanyak mungkin. (2) teknik pemikiran dan perasaan berakhir terbuka,
yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya
berbagai macam jawaban. (3) sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan
gagasan, menerima dan menghasilkan banyak gagasan. (4) daftar penulisan
gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa. (5) penyusunan sifat,
yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang
suatu objek atau masalah dan (6) hubungan yang dipaksakan, yaitu memaksakan
suatu hubungan antara objek-objek atau situasi yang dimasalahkan dengan
unsur-unsur lain untuk menimbulkan gagasan baru (Munandar, 1992). Teknik-teknik
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya atau jawaban dalam memecahkan masalah.
Tahap
Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks, pada tahap ini
penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan
dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta
dalam kegiatan-kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan
siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara
yang kreatif. Tujuan dari tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara
lebih kompleks adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan
menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya.
Teknik-teknik
yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih
kompleks antara lain : (1) analisis morfologis, yaitu bertujuan untuk
mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur
masalah. (2) bermain peran dan sosial drama, yaitu membantu siswa untuk
menangani konflik dan masalah yang timbul dari pengalaman kehidupannya. (3)
synectics, yaitu mempertemukan bersama berbagai unsur dengan menggunakan kiasan
untuk memperoleh satu pandangan baru.
Tahap keterlibatan
dalam tantangan nyata, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses
berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan
mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan
konsep tentang materi yang diajarkan.
Teknik
pemecahan masalah pada tahap keterlibatan dalam tantangan nyata terdiri dari :
(1) menemukan fakta, yaitu siswa diharapkan dapat mengumpulkan situasi masalah
yang dirasakannya. (2) menemukan masalah, yaitu siswa diharapkan agar dapat menjelaskan
masalah dengan melihat masalah dari sudut atau objek yang berbeda-beda. (3)
menemukan gagasan, yaitu siswa diupayakan agar dapat mengembangkan sebanyak
mungkin gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan. (4) menemukan
penyelesaian, yaitu siswa diharapkan dapat menemukan tolak ukur untuk menilai
setiap gagasan. (5) menemukan penerimaan, yaitu siswa diupayakan dapat memilih
gagasan-gagasan yang paling baik untuk menemukan suatu hasil akhir yang dapat
diterima dan dilaksanakan.
Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger dimulai
dari tingkat I, dilanjutkan tingkat II, dan tingkat III. Kegiatan pembelajaran
tingkat I, yaitu (1) pemberian masalah terbuka, (2) siswa melakukan
diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya, (3) guru memberikan suatu
masalah terbuka operasi hitung pecahan dengan jawaban lebih dari satu
selesaian, (4) guru memberikan lembar tugas, untuk menuliskan gagasan
dengan cara mendaftar sesuai kreativitas. Kegiatan pembelajaran tingkat
II, yaitu (1) memberikan kegiatan yang menantang, (2) berdiskusi untuk bermain,
(3) memberikan contoh analog atau kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian, (4) memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari tentang operasi hitung pecahan, (5) membuat kesimpulan
terhadap penyelesaian masalah operasi hitung pecahan. Kegiatan pembelajaran
tingkat III, yaitu (1) memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari,
(2) siswa membuat cerita yang berkaitan dengan operasi hitung pecahan dan
membuat pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri, (3) menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (4) siswa menyebutkan
langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah, (5) memberikan suatu masalah
dalam bentuk narasi dan dialog, kemudian diselesaikan siswa sesuai dengan ide
kreatifnya, (6) pemberian reward (Haryono, Ari Dwi, 2009: 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar