Pengembangan
atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh
sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya
karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas
dankomitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter
dikembangkan melalui tahap pengetahuan(knowing), pelaksanaan (acting), dan
kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang
yang memilikipengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuaidengan
pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan)untuk melakukan kebaikan
tersebut. Karakter juga menjangkauwilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan
demikian diperlukantiga komponen karakter yang baik (components of
goodcharacter) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral),moral feeling
atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral,dan moral action atau perbuatan
bermoral. Hal ini diperlukanagar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang
terlibatdalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memaham
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan
denganpembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing,beretika,
bermoral, sopan santun dan berinteraksi denganmasyarakat. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000),
ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja,
tetapi lebih oleh kemampuan mengeloladiri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orangtersukses di
dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan
Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponenpengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan
untukmelaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itusendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan matapelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas ataukegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah
Kemampuan
pendidik dalam dua pilar pembelajaran tersebut dirumuskan dalam sejumlah
kompetensi yang dikelompokkan ke dalam empat komponen kompetensi standar
pendidik, yaitu:
a.
Kompetensi
Pedagogik, megacu kepada penguasaan pendidk atas kaidah-kaidah keilmuan
pendidikan dan Implementasinya.
b.
Kompetensi
Kepribadian, mengacu kepada tampilan luar/dalam pendidik sebagai cerminan
potensi yang kental dengan nilai-nilai karakter cerdas.
c.
Kompetensi
Sosial, mengacu kepada kemampuan kepada pendidik dalam komunikasi dan
memanfaaatkan hubungan social dengan pihak-pihak lain untuk sebasar-besarnya
menjamin tingginya mutu proses pembelajaran demi suksesnya peserta didik.
b.
Kompetensi
Profesional, mengacu kepada kemampuan pendidik dalam menjalankan tugas dan
fungsi pokoknya untuk bidang atau kekhususan praktik kependidikan yang
diampunya. Sebagai guru atau konselor misalnya, kompetensi keprofesionalan guru
mengacu kepada tugas dan fungsi guru dalam mengampu mata pelajaran tertentu,
sedangkan konselor kepada pengampuan pelayanan bimbingan dan konseling.
Demikianlah,
bangunan pendidikan yang ditopang oleh dua pilarnya dengan implementasi keempat
kompetesi standar itu, akan menjadi bangunan proses pembelajaran yang kokoh dan
berhasil mencapai tujuan-tujuannya. Praksis pembelajaran adalah segenap
peraturan, yaitu peraturan perundangan lainnya yang bersifat legal dan
kebijakan yang dibuat berdasarkan peraturan tersebut dalam rangka terlaksananya
kegiatan pembelajaran. Segenap ketentuan praksis itu diikuti oleh pendidik
dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan pembelajaran khususnya dalam rangka pendidikan karakter-cerdas
format klasikal yang menjadi isi buku panduan ini.
Dibentuk
melalui pengembangan unsur-unsur harkat dan martabat manusia (HMM) yang secara
keseluruhan bersesuaian dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Lebih rinci, harkat
dan martabat manusia (HMM) meliputi tiga komponen dasar yaitu hakikat manusia,
dimensi kemanusiaan, dan pancadaya kemanusiaan.
a.
Hakikat
manusia, meliputi lima unsur yaitu, bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk
yang beriman dan bertakwa, paling sempurna, paling tinggi derajatnya, khalifah
di muka bumi, dan penyandang HAM (hak asasi manusia). Pembentukan karakter
sepenuhnya mengacu kepada kelima unsur hakikat manusia ini.
b.
Dimensi
kemanusiaan, meliputi lima dimensi, yaitu dimensi kefitrahan, (dengan kata
kunci kebenaran dan keluhuran), dimensi keindividualan (dengan kata kunci
potensi dan dan perbedaan), dimensi kesosialan (dengan kata kunci komunikasi
dan dan kebersamaan), dimensi kesusilaan (dengan kata kunci nilai dan norma),
dan dimensi keberagaman (dengan kata kunci iman dan takwa). Penampilan kelima
unsur dimensi kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari akan mencerminkan
karakter individu yang bersangkutan.
c.
Pancadaya
kemanusiaan, meliputi potensi dasar, yaitu day akwa, daya cipta, daya rasa, daya
karsa dan daya karya. Melalui pengembangan seluruh unsur pancadaya inilah
pribadi berkarakter dibangun
Pengembangan
karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran
kewarganegaraan, atau pelajaranlainnya, yang program utamanya cenderung pada
pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai
secara afektif. Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan karakter
seharusnya membawa anak kepengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai
secara afektif,akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai
kepraksis, ada satu peristiwa batin yang amat penting yang harusterjadi dalam
diri anak, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan
nilai. Peristiwa ini disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak
membulatkantekad ini disebut langkah konatif. Pendidikan karakter mestinya mengikuti
langkah-langkah yang sistematis, dimulai daripengenalan nilai secara kognitif,
langkah memahami danmenghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan
tekad secara konatif.
Proses
pembelajaran adalah interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih di mana
satu pihak mengupayakan agar pihak yang lain belajar. Dalam kegiatan atau
proses pembelajaran, pihak yang satu melakukan berbagai hal agar pihak yang
lain itu berada dalam suasana belajar sebagaimana dikehendaki/direncanakan oleh
pihak yang satu. Secara sederhana pembelajaran adalah upaya membuat orang
menjadi belajar. Dengan demikian suksesnya kegiatan atau proses pembelajaran
ditentukan oleh intensitas suasana belajar yang terjadi pada diri orang (atau
orang-orang) yang mengikuti kegiatan atau proses pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar