model Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan
kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins
(Arends, 2001). Teknik mengajar model
Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning.
Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan,
ataupun berbicara.
Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pelaksanaan
pembelajaran terdapat unsur metode, model pembelajaran, alokasi waktu, materi
atau bahan, dan sebagainya. Ditinjau dari model pembelajarannya, kita ketahui
adalah pembelajaran cooperative
learning yang di dalamnya terdapat tipe
model Jigsaw, yang merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran model Jigsaw.
Sistem pengajaran cooperative learning dimaksudkan sebagai sistem kerja/
belajar kelompok yang terstruktur, yang termasuk di dalam struktur ini adalah
lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan
positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama,
dan proses kelompok.
Falsafah
yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong
royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan
bahwa manusia adalah makhluk sosial. Cooperative learning adalah suatu
strategi belajar mengajar yang menekankan pada kebersamaan dalam bekerja atau
membantu satu sama lain dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, minimal
dua siswa.
Cooperative
learning merupakan model
pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam proses belajar
mengajar. Model pembelajaran cooperative learning tipe model Jigsaw ini merupakan model pembelajaran
tawaran bagi guru seni tari sebagai alternatif pembelajaran yang dapat
memotivasi siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif (Reny, 2006:1).
Pembelajaran
kooperatif tipe model Jigsaw adalah
suatu tipe pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends,
1997).
Model pendekatan
pembelajaran model Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Model Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran
orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi siswa
harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya
yang lain, maka, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Anita Lie,
2005:14).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk
diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran
yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim /
kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa
yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe model Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa
dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal
merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang
terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok
asal.
Langkah-langkah
dalam penerapan teknik model Jigsaw
sebagai berikut :
1) Guru membagi suatu kelas menjadi
beberapa kelompok
Dengan
setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.
Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal
menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe model Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari
salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok
ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan
bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana
menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini
oleh Aronson disebut kelompok model
Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 20 siswa dan materi
pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri
dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 20 siswa akan terdapat 5 kelompok
ahli yang beranggotakan 4 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa.
Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi
yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi
diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
2)
Melaksanakan diskusi kelompok
Setelah siswa berdiskusi dalam
kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi
masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk
menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3) Guru memberikan kuis untuk siswa
secara individual.
4) Guru memberikan penghargaan pada
kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
5) Materi sebaiknya secara alami dapat
dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
6) Perlu diperhatikan bahwa jika
menggunakan model Jigsaw untuk belajar
materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut
serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pelaksanaan
pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana
telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses
pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative
Learning diantaranya sebagai berikut : 1) Kurangnya
pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning; 2) Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap
proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang
menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton; 3) Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative
Learning; 4) Kurangnya buku sumber sebagai media
pembelajaran; 4) Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem
teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar
pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan
baik, maka upaya yang harus dilakukan sebagai berikut :
1) Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik
penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
2) Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam
artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
3) Diadakan sosialisasi dari pihak terkait
tentang teknik pembelajaran Cooperative
Learning.
4) Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran
terutama buku sumber.
5) Mensosialisasikan kepada siswa akan
pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses
pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar