Perubahan pemanfaatan
ruang dapat ditinjau dari dua sudut berbeda yaitu secara fungsional dan secara
legal. Secara fungsional, perubahan pemanfaatan ruang mengacu pada pemanfaatan
sebelumnya, yaitu adanya suatu pemanfaatan ruang baru yang berbeda dengan pemanfaatan
ruang sebelumnya. Sedangkan dari sudut legal, perubahan pemanfaatan ruang
mengacu pada rencana tata ruang yang disahkan yaitu pemanfaatan baru atas tanah
(lahan atau ruang) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata
ruang wilayah yang telah disahkan.
Dalam peraturan
pengendalian pengunaan lahan, perubahan pemanfaatan ruang pada tingkat persil
dikenal dengan nama spot zoning. Spot zoning adalah perubahan
perubahan suatu bagian lahan dari pemanfaatan yang kurang intensif menjadi pemanfaatan
yang lebih intensif atau suatu proses mengkhususkan sebidang persil lahan untuk
pemanfaatan yang berbeda dengan dan tidak konsisten dengan wilayah sekitarnya
semata-mata demi keuntungan pemilik lahan tersebut dan menyebabkan kerugian
bagi pemilik lahan di sekitarnya (Mandelker, 1993 dalam Zulkaidi).
Jenis perubahan
pemanfaatan lahan mencakup:
1. Perubahan fungsi (use)
adalah perubahan jenis kegiatan. Perubahan fungsi membawa dampak yang paling
besar terhadap lingkungannya karena menimbulkan dampak baru yang sebelumnya
tidak terjadi.
2. Perubahan intensitas mencakup
perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan lain-lain. Perubahan intensitas
untuk kegiatan sejenis memperbesar dampak yang telah ada.
3. Perubahan teknis massa
bangunan (bulk), mencakup antara lain perubahan GSB, tinggi bangunan,
dan perubahan lainnya tanpa mengubah fungsi dan intensitasnya. Perubahan teknis
bangunan merupakan pelanggaran yang paling ringan dampaknya. Umumnya perubahan
pemanfaatan lahan merupakan kombinasi dari dua atau tiga jenis perubahan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar