Dasar teori relaksasi adalah sebagai berikut di dalam
sistem syaraf manusia terdapat susunan syaraf pusat dan susunan syaraf otonom.
Susunan syaraf pusat mengendalikan gerakan-gerakan yang di kehendaki misalnya
gerakan kaki, tangan leher dsb. Sedangkan susunan syaraf otonom terdiri atas
sistem syaraf simpatesis dan dan sisitem syaraf parasimpatesis yang kerjanya berlawanan. Sistem syaraf simpatesis
memacu kerja organ-organ tubuh, sedangkan parasimpatesis berfungsi untuk
menurunkan aktivitas organ-organ tubuh. Jika susunan syaraf pusat mengendalikan
gerakan-gerakan yang di kehendaki susunan syaraf otonom mengendalikan
gerakan-gerakan yang di kehendaki , susunan syaraf otonom mengendalikan
gerakan-gerakan yang otomatis misalnya fungsi-fungsi digestif, proses
kardiovaskuler, gairah seksual dsb. Di saat terjadi ketegangan dan kecemasan
yang bekerja adalah sisitem syaraf simpatesis, sedangkan saat rileks yang
bekerja adalah syaraf parasimpatesis. Jadi relaksasi dapat menekan rasa tegang
dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counterconditioning dan
penghilangan (Bellack & Hersen, 1979).
Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku
yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago, yang
mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan dan kecemasan. Teknik ini
disebut relaksasi progresif yaitu teknik untuk mengurangi ketegangan otot.
Jacobson berpendapat bahwa Semua bentuk ketegangan termasuk ketegangan mental
didasarkan pada kontraksi otot (Sheridan dan Radmacher, 1992). Jika seseorang
dapat diajarkan untuk merelaksasikan otot mereka, maka mereka benar-benar
relaks. Seseorang yang tetap mengalami ketegangan mental atau emosional,
sementara otot mereka relaks adalah orang yang mengalami ketegangan semu
(Sheridan dan Radmacher, 1992). Latihan relaksasi dapat digunakan pada pasien
nyeri untuk mengurangi rasa nyeri melalui kontraksi otot, mengurangi pengaruh
dari situasi stres, dan mengurangi efek samping dari kemoterapi pada pasien
kanker (Sheridan dan Radmacher, 1992). Relaksasi dapat juga digunakan untuk
mengurangi denyut jantung, meningkatkan daya hantar kulit (skin conductance),
mengurangi ketegangan otot, tekanan darah dan kecemasan (Taylor, 1995).
Relaksasi religius merupakan pengembangan dari respon
relaksasi yang dikembangkan oleh Benson (2000), dimana relaksasi ini merupakan
gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang dianut. Fokus dari
relaksasi ini tidak pada pengendoran otot namun pada frase tertentu yang
diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada
objek transendensi yaitu Tuhan. Frase yang digunakan dapat berupa nama-nama
Tuhan, atau kata yang memiliki makna menenangkan.
Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih peserta
agar dapat mengkondisikan diri untuk mencapai kondisi relaks. Pada waktu
individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah sistem saraf
simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah sistem saraf
parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang dan rasa
cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan
penghilangan.
Pelatihan relakasi religius cukup efektif untuk
memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah memasuki
tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius yang dilakukan dapat
membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan ketika mengawali tidur dapat
diatasi dengan treatmen ini. Penggunaan kaset relaksasi religius cukup membantu
subjek dalam mengawali tidur. Pada umumnya subjek melaporkan bahwa dengan
mengikuti kaset relaksasi dirinya lebih mudah untuk tertidur, ada beberapa hal
yang menyebabkan mereka mudah tertidur antara lain instruksi diucapkan dengan
pelan dan mudah diikuti.
Pelatihan relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang
dan relaks dimana gelombang otak mulai melambat semakin lambat akhirnya membuat
seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Panteri (1993) yang menggambarkan neurofisiologi tidur sebagai berikut : Pada
saat berbaring atau duduk dalam keadaan masih terjaga seseorang berada pada
gelombang otak beta, hal ini terjadi ketika subjek mulai merebahkan diri tidur
dan mengikuti instruksi relaksasi religius yaitu pada tahap pengendoran otot
dari atas yaitu kepala hingga jari jari kaki. Selanjutnya dalam keadaan yang
lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini gelombang otak
yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi tegangannya dan menjadi lebih
teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar