Menurut
Gunarsa dan Gunarsa (2008), konsep diri merupakan gambaran tentang diri
dipengaruhi oleh model dari orangtua, gambaran tentang dirinya menjadi akar
dari pandangannya terhadap orang lain. Konsep
diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya
sendiri. Burns (1997) dalam Sobur (2009) , mengatakan bahwa konsep diri
merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit
diubah. Konsep diri tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain
yang berpengaruh dalam kehidupannya, biasanya orangtua, guru, dan teman-teman.
Mead (dalam Slameto, 2003) mengatakan
bahwa konsep diri adalah suatu produk sosial yang dibentuk melalui sebuah
proses internalisasi dan pengalaman psikologis yang merupakan hasil eksplorasi
seseorang terhadap lingkungan, fisiknya dan refleksi dari dirinya sendiri dan
diterima dari orang yang berpengaruh terhadap dirinya. Sedangkan Brem dan
Kassin (dalam Dayaksini, 2006) menjelaskan konsep diri adalah keyakinan yang
dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri sifat) yang dimilikinya, atau
dapat juga dimengerti sebagai pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki individu
tentang karakteristik atau ciri-ciri pribadinya (Worchel dkk, dalam Dayaksini,
2006).
Verderber dalam bukunya Communicate,
mendefinisikan konsep diri sebagai “Koleksi
persepsi setiap aspek dari keberadaan Anda, Anda penampilan, fisik dan
kemampuan mental, kejuruan potensi, ukuran, kekuatan dan sebagainya” (Sobur, 2009). Pendapat
yang hampir senada tentang konsep diri ini dikemukakan oleh William D. Brooks
dalam bukunya Speech Communication. Dikatakan, “konsep-diri itu, dapat didefinisikan
sebagai persepsi-persepsi fisik, sosial, dan psikologis dari diri kita yang
kita berasal dari pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain” (Sobur, 2009).
Rogers (Alwisol, 2006) mengemukakan bahwa self atau
konsep self adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari
persepsi ciri-ciri mengenai “I” atau “me” (aku sebagai subjek atau aku
sebagai objek) dan persepsi hubungan “I”
atau “me” dengan orang lain dan
berbagai aspek kehidupan, berikut dengan nilai-nilai yang terlibat pada
persepsi itu. Menurut Rogers (dalam Faisal dan Mappiare), seseorang dalam
mempersepsi suatu kejadian bergantung pada bagaimana seseorang itu merespon,
dan respon tiap orang itu subjektif. Setiap individu menilai diri dan
lingkungannya. Hasil penilaian itu disimbolkannya (diungkapkannya) baik dalam
bentuk kata-kata maupun citra dalam benaknya. Konsep diri, menurut Rogers (Budiharjo, 1997), adalah
bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu
"aku" merupakan pusat referensi setiap pengalaman (Sobur, 2009).
Konsep
diri merupakan evaluasi diri spesifik domain dalam kehidupannya - akademis,
olahraga, penampilan fisik - yang dilakukan seseorang terhadap dirinya
(Santrock, 2007). Sedangkan menurut Slavin (2008), konsep diri adalah persepsi
seseorang tentang kekuatan, kelemahan, kemampuan, sikap, dan nilainya sendiri.
Konsep diri dalam perkembangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dalam keluarga, di sekolah, dan dengan teman sebaya. Perkembangannya dimulai
pada saat lahir dan terus dibentuk oleh pengalaman.
Konsep
diri sebagai pandangan yang dimiliki setiap orang mengenai dirinya sendiri yang
terbentuk, baik melalui pengalaman maupun pengamatan terhadap diri sendiri,
baik konsep diri secara umum (general
self-concept) maupun konsep diri secara spesifik termasuk konsep diri dalam
kaitannya dengan bidang akademik, karier, atletik, kemampuan artistik, dan
fisik. Konsep diri merupakan verifikasi diri, konsistensi diri, dan
kompleksitas diri yang terbuka untuk interpretasi sehingga secara umum
berkaitan dengan pembelajaran dan menjadi mediasi variabel motivasi dan pilihan
tugas-tugas pembelajaran (Black & Bornholt, 2000, dalam Thalib, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar