Rabu, 23 Maret 2011

Judul Skripsi Psikologi: Depresi Pada Orang Tua Pemakai Napza

merebaknya pemakaian NAPZA seringkali memunculkan suatu kondisi lain yaitu pengaruh yang ditimbulkan terhadap kondisi kesehatan jiwa orang tua si pemakai. Kondisi tersebut seringkali diacuhkan sehingga tidak dimasukkan sebagai bagian dari proses penyembuhan pemakai NAPZA.Pada kenyataannya,peran orangtua sebagai orang terdekat sangat menentukan keberhasilan penyembuhan pemakai NAPZA.
Berdasarkan Dore (1998) terdapat tiga hubungan yang menyebabkan inidividu yang ketagihan NAPZA dapat mempengaruhi orang-orang terdekat untuk mengalami kondisi depresi yaitu: Pertama, efek langsung dari penggunaan obat terhadap perubahan perilaku pengguna NAPZA. Penggunaan NAPZA akan menyebabkan seseorang akan, meningkatkan agresivitas dan menurunkan toleransi terhadap stress. Perubahan perilaku ini akan mempengaruhi terutama orang-orang terdekat seperti misalkan orang tua, saudara, pacar dan teman. Perubahan tersebut disebabkan perilaku agresif dan lebih mudah stress akan menimbulkan lingkungan atau kondisi psikologis yang tidak nyaman bagi orang-orang dekat si pengguna NAPZA sendiri. Kedua, efek tidak langsung dari kekerasan dan agresivitas yang disebutkan diatas akan menyebabkan orang-orang terdekat mengalami trauma. Tindakan kekerasan dan agresivitas yang dilakukan pengguna NAPZA umumnya berupa penganiayaan tidak hanya secara fisik, namun kadang-kadang juga berwujud tindakan kekerasan seksual dan ekonomi. Hal ini yang mendorong pandangan bahwa terapi tidak hanya ditujukan bagi pengguna NAPZA saja namun bagi orang-orang terdekat. Ketiga, efek tidak langsung yaitu timbulnya ketidakpercayaan atau bahkan penolakan orang-orang terdekat atas kondisi dari yang menimpa si pengguna NAPZA. Umumnya hal ini terjadi pada orang tua terhadap anak yang menjadi pengguna NAPZA. Timbulnya ketidakpercayaan atau bahkan penolakan kondisi merupakan bagian awal dari timbulnya depresi akibat merasa bersalah atas apa yang menimpa si anak yang ternyata menjadi pengguna NAPZA
Manifestasi dari timbulnya depresi bagi orang tua akibat anak yang menjadi pengguna NAPZA sebenarnya sangat bermacam-macam. Misalkan ketika orang tua menyadari anak mereka menjadi korban penyalahgunaan NAPZA maka berkemungkinan untuk menutupi pergaulan social akibat perasaan malu. Hal ini mendorong orangtua tidak menjalin hubungan sosial yang sehat (Amriel, 2008). Selain itu orang tua juga harus mengeluarkan biaya perawatan dan pemulihan kondisi anak. Orang tua juga akan mengalami kondisi tidak nyaman akibat kehilangan benda berharga, lebih sering timbulnya pertengkaran dan rusaknya kehidupan anak karena mengalami kemandirian yang makin berkurang (Laksana, 2007). Kondisi ini akan membuat orang tua resah, putus asa dan mudah mengalami depresi.
Menurut National Institute of Mental Health (dalam Siswanto, 2002) gangguan depresi diartikan sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole body) yang meliputi tubuh, suasana perasaan dan pikiran. Hal ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara seseorang merasa dirinya sendiri dan cara berpikir orang mengenai sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Depresi juga tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi yang dapat dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit depresi tidak dapat begitu saja ”memaksa diri mereka sendiri ” dan menjadi lebih baik.
Stab dan Fieldeman (1999) mengemukakan bahwa depresi terjadi apabila individu secara konsisten menemukan diri mereka dalam suasana tertekan setiap hari dilebihi periode dua minggu. Dalam American Psychiatry Asociation (1994) seseorang dapat dinyatakan mengalami depresi apabila setidaknya dalam dua minggu terakhir mengalami lima atau lebih simtom berikut: adanya perubahan pada nafsu makan atau berat badan, tidur dan aktivitas psikomotor, muncul perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah, kesulitan berpikir, dan membuat keputusan, munculnya pikiran atau ide yang menyebabkan mudah lelah, munculnya pikiran atau ide untuk bunuh diri atau keinginan untuk mati.
Menurut Beck (1967) bahwa manifestasi depresi mempunyai konsistensi, seperti adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi dan agitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal tidur. Konsistensi manifestasi depresi tersebut menjadikan simtom depresi dapat digolongkan menjadi simptom emosional, kognitif, motivasional dan vegetatif fisik.
Sedangkan depresi orang tua yang anaknya menjadi pemakai NAPZA mempunyai respon agak berbeda dari respon depresi secara umum; yaitu menghambat peran orang tua itu sendiri. Berdasarkan penelitian Ismail dkk (2007)orangtua dapat mengalami depresi apabila terjadi perubahan drastis terhadap kondisi perilaku atau kesehatan. Orangtua depresi akan melewati fase-fase kejutan, penyangkalan, kemarahan, depresi, dan penerimaan. Hanya sedikit (5,9%) orang tua yang tetap mengalami depresi dan mengalami gangguan sistimik namun membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk ke kondisi penerimaan.
Penanganan depresi dapat dilakukan dengan 3 cara utama yaitu (1) biologis yakni dengan obat anti depresan, (2) psikoterapi dengan menggunakan berbagai teknik terapi seperti terapi kognitif, terapi perlakuan dan terapi kelompok (3) pelatihan, antara lain social problem solving therapy, pelatihan ketrampilan interpersonal dan manajemen stres. Ketiga cara utama itu seringkali dipakai oleh para ahli secara terpisah atau dengan mengkombinasikannya (Branon dan Nelson, 1987).
Retnowati (1990) manyatakan bahwa hanya dari 60-65% penderita depresi menggunakan pengobatan medis akan memperoleh kemajuan (penurunan tingkat depresi). Kenyataan ini mendorong para ahli mencari upaya alternatif selain menggunakan terapi pengobatan medis. Salah satu upaya yang dianggap efektif adalah melakukan manajemen stres. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Retnowati (1990) yang menyebutkan bahwa manajemen stres, terapi kognitif dan perilaku afektif efektif menurunkan gangguan depresi. Harrington (1995) menyatakan bahwa manajemen stres, terapi kognitif dan perilaku afektif efektif terhadap depresi tingkat ringan sampai sedang tetapi belum direkomendasikan untuk kategori berat.

Tidak ada komentar: