Di seluruh dunia prevalensi kelebihan berat badan, overweight dan obesitas meningkat tajam dan telah mencapai tingkatan yang membahayakan. Di negara maju seperti negara-negara Eropa,USA dan Australia kejadian obesitas justru telah mencapai tingkatan epidemi (Hadi, 2004). Indonesia dihadapkan beban ganda masalah gizi (double burden of malnutrition) di satu pihak masalah gizi kurang dan buruk belum tuntas, di lain pihak masalah kegemukan dan obesitas muncul dan terus bertambah. Kedua-duanya berdampak negatif yaitu menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan membebani ekonomi Bangsa (Hadi, 2007)
Di Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar (RISKESDAS 2007) dan World health organization (WHO, 2005) diketahui bahwa laki-laki berumur lebih dari 15 tahun dengan lingkar perut di atas 90 cm atau perempuan dengan lingkar perut di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral. Sedangkan prevalensi obesitas sentral pada perempuan sebanyak 29% yang lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 7,7%. Menurut tipe daerah, obesitas sentral lebih tinggi di daerah perkotaan yaitu 23,6% dibandingkan daerah perdesaan yaitu 15,7%. Demikian juga semakin meningkat tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan, semakin tinggi prevalensi obesitas sentral.
Obesitas pada anak dapat terjadi, oleh karena itu harus sedini mungkin dicegah. Obesitas pada anak akan beresiko menjadi obesitas di masa dewasa sekitar 30-60% (Mafies.et al. 2000). Konsekuensi kelebihan berat badan pada anak juga menyangkut kesulitan-kesulitan dalam psikososial, seperti diskriminasi dari teman-temannya, self-image negatif, depresi, dan penurunan sosialisasi (Dietz dan gortmaker, 2001). Huriyati (2006) yang mengikuti perkembangan anak SD hingga SMP selama 2 tahun menemukan bahwa perubahan status obesitas pada siswa-siswi tersebut menjadi non obesitas sangat kecil. Hal ini juga yang mendasari perlunya penelitian obesitas anak sekolah, karena pada usia tersebut masih mudah diatasi sedangkan pada remaja akan lebih sulit. Obesitas pada anak tidak dapat dicegah dengan baik tanpa pengetahuan dan persepsi yang baik dari orang tua (Baughcum, 2000). Persepsi ibu dibutuhkan karena ibu adalah orang yang paling dekat mendidik anak. Ibu sebagai pendidik anak bertanggungjawab agar anak-anak dibekali kekuatan rohani maupun jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Demikian pula peran ibu guru begitu penting dalam mendidik anak murid ketika berada di sekolah, karena kebersamaan murid SD dan guru di sekolah dengan di rumah hampir sama waktunya (Pertanta, 2007). Persepsi ibu semakin dibutuhkan dengan adanya data dari artikel Indosiar.com yang mengatakan bahwa, rata-rata ibu mempunyai kecenderungan obesitas, wanita memiliki lemak tubuh yang banyak dibandingkan dengan pria. Perbandingan normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Karena wanita mempunyai lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas atau dengan kata lain seseorang yang memiliki berat badannya diatas normal, dinggap mengalami obesitas (www.Indosiar.com, diakses pada tanggal 6 November 2009).
Penelitian tentang persepsi orang tua terhadap berat badan anak di Atlanta didapatkan hasil bahwa satu dari tiga ibu yang memiliki anak obes mempunyai persepsi yang salah terhadap obesitas anak dengan menganggap bahwa anaknya lebih kurus dari berat badan sebenarnya (Maynar. 2003). Menurut penelitian di Cincinnati, Ohio ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai persepsi yang salah terhadap berat badan anak atau ibu tidak menyadari kalau anaknya sebenarnya mengalami obesitas (Baughcum, 1999).
Persepsi adalah gambaran subyektif internal seseorang tentang suatu hal. Pesepsi merupakan suatu proses yang didahului dengan pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stumulus oleh individu melalui alat serertipenya secara terus menerus dan terjadilah proses psikologis (Walgito, 2004). Persepsi ibu merupakan prediktor yang kuat bagi obesitas anak karena persepsi sangat mempengaruhi perilaku makan dan aktifitas fisik yang merupakan manifestasi pola pikir seseorang terhadap arti dan fungsi makan, makanan dan aktifitas fisik (Subarja, 2004). Sugih (2009) mengemukakan bahwa berat badan dipengaruhi perilaku makan dan aktifitas fisik (eating and physical activity behavior).