Latihan adalah yang menjadi ciri dalam belajar matematika.
Latihan adalah kegiatan belajar secara teratur, berulangkali dengan maksud
untuk menguasai keterampilan atau pengalaman tertentu (Abdul Ghofur, 1981 :
17). Salah satu cara penting dalam pengajaran
matematika adalah pemberian latihan berulang kali. Dengan cara ini maka
pengertian tentang materi yang terdahulu diperkuat, sementara yang baru dengan
mengerjakan banyak soal yang ada kaitannya dengan yang terdahulu dapat
berkembang. Hal ini juga akan menyempurnakan pengertian siswa tentang teori
yang telah dipelajarinya (Sujono, 1988 : 63). Dengan adanya latihan, peserta didik
diharapkan tidak mudah melupakan konsep dan teorema yang telah dipelajari. Hal
ini sesuai dengan pendapat (Herman Handoyo, 1988 : 172) yang mengatakan bahwa
dengan latihan dapat menguatkan memori terhadap konsep dan teorema yang telah
dipelajari.
Interaksi guru dengan siswa melibatkan
pesan. Interaksi ini terjadi pula pada saat guru memberikan latihan kepada
siswa. Menurut Peter Galperin yang dikutip Tjipto Utomo (1985 : 36 – 39),
proses belajar terdiri dari empat langkah, yaitu: orientasi, latihan, umpan balik,
dan lanjutan.
Berdasarkan teori pembelajaran, sasaran
belajar akan tercapai bila siswa memperhatikan penjelasan guru, berlatih dan
melanjutkan proses belajar berdasarkan umpan balik. Sehubungan dengan hal
tersebut, ada empat fungsi guru:
1.
Mengajarkan bahan pelajaran
(orientasi).
2.
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berlatih dan menerapkan ilmu yang didapat (latihan).
3.
Memberikan umpan balik kepada
siswa (umpan balik).
4.
Memberikan kesimpulan kepada siswa
untuk memahami supaya kesalahan tidak terulang lagi (lanjutan).
Setelah materi pelajaran disampaikan
dengan jelas, guru memberikan kesempatan untuk berlatih. Latihan dapat berupa
pemahaman teori (tanya jawab), tugas dan soal.
Sedangkan tes atau tes formatif
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah terbentuk setelah
mengikuti suatu pelajaran atau program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini
tes formatif juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran.
Evaluasi atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini
merupakan post-test atau tes proses.
Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa tes
formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, bagi guru, serta bagi program itu
sendiri, yaitu:
1.
Manfaat bagi siswa:
a)
Digunakan untuk mengetahui apakah
siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.
b)
Merupakan penguatan bagi siswa.
Dengan mengetahui bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi
sesuai yang diharapkan maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru.
Ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan
yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan itu akan bertambah membekas
diingatan. Tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa
untuk belajar lebih giat.
c)
Usaha perbaikan, dengan umpan
balik (feed back) yang diperoleh setelah melakukan tes tersebut siswa
mengetahui kelemahan-kelemahannya.
d)
Sebagai diagnose, dengan
mengetahui tes formatif siswa lebih jelas mengetahui bagian mana dari bahan
pelajaran yang masih dirasa sulit.
2.
Manfaat bagi guru:
a)
Mengetahui sejauh mana bahan yang
diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa.
b)
Mengetahui bagian-bagian mana dari
bahan pelajaran yang belum dikuasai siswa.
c)
Dapat meramalka sukses dan
tidaknya seluruh program yang akan diberikan.
3.
Manfaat bagi program:
a)
Mengetahui apakah yang telah
diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.
b)
Mengetahui apakah program tersebut
membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.
c)
Mengetahui apakah diperlukan alat,
sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.
d)
Mengetahui apakah metode, pendekatan
dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.
(Suharsimi Arikunto, 1987 : 33 –
35)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar