Teori perancangan kota
pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, dimana teoriteori tersebut
sangat dipengaruhi oleh pendapat dari pakar perencanaan kota di Inggris,
diantaranya Ebenezer Howard, Robert Owen, dan Edwin Chadwick. Teori Perancangan
Kota saat ini berubah cukup signifikan dengan adanya peristiwa 9/11, dimana
pendekatan perancangan sekarang lebih ditekankan kepada kebutuhan manusia untuk
beraktifitas di dalam lingkungan yang lebih kecil dan manusiawi. Teori-teori
klasik Arsitektur Kota dibagi dalam tiga kelompok besar. Pembagian ini lebih
kepada fokus dari masing-masing teori; bukan berarti teori yang satu
menyalahkan yang lain, tetapi saling melengkapi; yaitu: Figure-ground
theory, Linkage theory dan Theory of place (Trancik,
1986).
Konsep Teori Klasik Arsitektur Kota (Sumber: Zahn, 1999)
1. Figure-ground theory, teori ini lebih menekankan pada
pengenalan struktur kota figure and ground; solid and void; atau building
and open space. Figure adalah wilayah/ area kota yang terbangun,
sedangkan ground adalah wilayah/area kota yang tidak terbangun. Pengenalan
terhadap stuktur kota ini berguna untuk mengetahui keteraturan, pola
perkembangan, keseimbangan dan kepadatan.
2. Linkage theory adalah teori yang memahami struktur
kota melalui keterkaitan fungsi satu sama lain. Fungsi vital kota dalam skala
yang relatif besar bisa dianggap sebagai generator pertumbuhan kota; seperti
fungsi pendidikan, fungsi mall, atau fungsi pabrik. Fungsi-fungsi vital
ini men-generate pertumbuhan kota dengan cukup cepat. Seperti contoh,
dengan beroperasinya suatu pabrik (dengan skala relatif besar) pada suatu
kawasan tertentu, akan men-generate pertumbuhan disekitarnya, seperti
pertumbuhan retail, perkampungan menengah dan bawah, fungsi pendidikan, dan lain-lain.
Linkage teori menggaris bawahi keterkaitan antara generator-generator kota
tersebut.
3. Theory of place diperkenalkan oleh Roger Trancik.
Teori ini memahami kota lebih kepada makna dari ruang kota tersebut. Yang
dimaksud makna adalah nilai atau value yang berakar dari budaya
setempat. Contoh alun-alun di Yogyakarta, ruang kota ini memberikan makna /
nilai tersendiri terhadap kota Yogyakarta, karena nilai historis ruang tersebut
dan makna dari alun-alun itu sendiri terhadap struktur kota Yogyakarta secara
keseluruhan.
4. Teori
Imageable City yang
disampaikan Kevin Lynch pada prinsipnya adalah pengembangan hasil penelitian
yang berasal dari keilmuan psikologi lingkungan. Pakar psikologi lingkungan
tersebut diantaranya James Gibson, Steven Holl, dan Pierre von Meiss.
Pakar-pakar inilah yang mengawali pemahaman terhadap interaksi antara manusia
sebagai pengamat dan obyek lingkungan yang diamati. Pada tahun 1950 Kevin Lynch
mencoba memformulasikan persepsi lingkungan khususnya terhadap kota melalui
penelitiannya. Temuan Lynch dari penelitian ini dianggap paling signifikan
dalam ilmu persepsi lingkungan (arsitektur dan perkotaan) karena teknik/ metode
yang dipakai melalu mental map yang dianggap paling mampu mengkaitkan antara
ide abstrak (persepsi) dan ide nyata melalui pemahaman struktur kota
(master-plan).
Perancangan Kota (Urban Design) merupakan suatu perpaduan kegiatan antara profesi
perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam
wujud fisik. Perancangan kota lazimnya lebih memperhatikan pada bentuk
fisik kota. Perancangan kota dapat mewujudkan dirinya dalam betuk tampak
depan bangunan, desain sebuah jalan, atau sebuah rencana kota tau
dapat dikatakan pula bahwa perancangan kota berkaitan dengan
bentuk wilayah perkotaan. Ruang-ruang terbuka berbentuk jalan, taman, dan akhirnya ruang yang lebih besar, dirancang bersamaan
dengan perancangan fisik bangunannya, sehingga kota tersebur merupakan
proses dan produk dari perancangan kota. Produk perancangan kota
tersebut dapat dikategorikan dalam dua bentuk umum yang disebut Ruang Kota (Urban Space) dan Ruang Terbuka (Open Space).(Eko,1999)
1. Ruang Kota (Urban Space)
Pada dasarnya ruang kota
harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang menonjol, seperti
kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung di
dalamnya. Sebuah dilingkupi oleh dinding, lantai dan mempunyai maksud
yang tegas utnuk melayani. Sekelompok bangunan, baik perkantoran maupun
komersial dapat membentuk sebuah ruang di sekelilinginya baik berupa
plaza, jalan maupun ruang terbuka lainnya. Sebuah ruang kota dapat diolah
dengan lansekap
yang indah sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota
berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai
pelingkup fisik dan lantai yang semestinya. (Eko,1999)
2. Ruang Terbuka
(Open Space
Ruang terbuka
dapat dikatakan sebagai unsur ruang alam yang dibawa ke dalam kota atau
lapangan terbuka yang dibiarkan tetap seperti keadaan aslinya. Skala ruang
terbuka ini lebih banyak ditentukan oleh pohon,semak, batu-batuan dan permukaan
tanah daripada ditentukan oleh lebar dan panjangnya. Penampilannya dicirikan
oleh pemandangan tumbuh tumbuhan alam segar daripada bangunan sekitar. Ruang
terbuka di dalam kota mempunyai beberapa maksud sebagai pelengkap dan
pengontras bentuk urban, menyediakan tanah untuk penggunaan di masa depan. Pada
saat melakukan survei untuk perancangan kota, kita harus mempelajari ruang-ruang
kota sebagai struktur keseluruhan. (Eko,1999)
Menurut
Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi
atas empat komponen yaitu :
1. Physical
Planning (Perencanaan fisik). Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan
secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan
kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota
menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini
telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam
perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan.
Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah
dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan (tata ruang,
lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
2. Macro-Economic
Planning (Perencanaan Ekonomi Makro). Dalam perencanaan ini berkaitan
perencanaan ekonomi wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang
digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja,
produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro
wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang
pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).
3. Social
Planning (Perencanaan Sosial). Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan,
kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita,
anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat
perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk
produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
4. Development
Planning (Perencanaan Pembangunan). Perencanaan ini berkaitan dengan
perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan
wilayah.
Fianstein dan
Norman (1991) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam yang didasarkan pada
pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Traditional
planning (perencanaan tradisional). Pada jenis perencanaan ini perencana
menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota yang telah rusak.
Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan untuk
melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional memiliki
program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan menggunakan
standar dan metode yang professional.
2. User-Oriented
Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep perencanaan ini
adalah membuat perencanaan yang bertujuan untuk mengakomodasi pengguna dari
produk perencaan tersebut, dalam hal ini masyarakat Kota. Masyarakat yang
menentukan produk perencanaan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
3. Advocacy
Planning (Perencanaan Advokasi). Pada perencanaan ini berisikan program
pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses pembangunan kota
dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada perencanaan advokasi akan
memberikan perhatian khusus terhadap melalui program khusus guna meningkatkan
taraf hidup masyarakat miskin.
4. Incremental
Planning (Perencanaan dukungan). Pada perencanaan yang bersifat dukungan
terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap permasalahanpermasalahan perkotaan.
Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam terhadap permasalahan
dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar