kebijakan
luar negeri suatu negara dalam segala bidang merupakan akibat dari tindakan-tindakan
pelaku rasional terutama pemerintah yang monolit yang secara sengaja dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri
digambarkan sebagai proses intelektual yaitu perilaku yang ternalar dan
terkoordinasi. Tujuan tersebut juga dapat dipastikan berupa pencapaian atas
kepentingan nasional. Jadi unit analisa model pembuatan keputusan ini adalah
pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian, analisis politik
luar negeri harus memusatkan perhatian pada penelaahan kepentingan nasional dan
tujuan suatu negara, alternatif haluan kebijaksanaan yang diambil pemerintah
dan perhitungan untung rugi atas alternatif itu.[1] Untuk menjelaskan hal ini maka digunakan
teori Rational Choice yang mengatakan
bahwa:
It proceeds from assumption, or axioms,
about human motives and behavior, and draws the logical institution and policy
implication from those axioms. One aspects of this “methodological
individualism”, which argues that all social phenomena are derivable from, or
can be factored into, the properties and behaviors of individuals. A second
aspect is that political actors-voters, politicians, bureaucrats-are assumed to
be material interest maximizers, seeking benefits in the form of votes,
offices, power and so on, at least cost.[2]
Teori pilihan rasional ini, memfokuskan pada sifat
dan tingkah laku individu dalam lingkungan internasional, teori ini juga
menjelaskan bahwa setiap negara apabila melakukan kerja sama akan didasarkan
pada pilihan rasional, maksudnya setiap negara akan melihat seberapa besar
keuntungan yang akan didapat dan berusaha untuk menghindari atau memperkecil
kerugian yang mungkin diperoleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar