Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan agro-industri menuntut peningkatan produksi pertanian yang semakin tinggi setiap tahunnya, padahal lahan-lahan subur semakin menyusut untuk berbagai keperluan pembangunan non-pertanian. Dewasa ini diperkirakan 35.000-40.000 ha lahan subur setiap tahunnya beralih fungsi menjadi wilayah pemukiman, jalan raya, dan industri (Litbang Pertanian, 1992). Karena itu untuk mengembangkan usaha pertanian perlu diarahkan kepada lahan-lahan marginal di luar Jawa yang dikaitkan dengan program transmigrasi dan peningkatan kesempatan kerja.
Lahan pasang surut tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya meliputi areal seluas 24,8 juta ha, dan sekitar 9 juta ha diantaranya prospektif dikembangkan untuk pertanian (Litbang Pertanian, 1995). Meskipun disadari bahwa lahan pasang surut ini mempunyai berbagai kendala, baik agro-fisik, biologis, maupun sosial ekonomi sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati dengan pendekatan konservasi dan pemahaman akan faktor-faktor sosial ekonomi seperti ketersediaan tenaga kerja, pemasaran, dan keterpencilan lokasi.
Menurut Widjaja Adhi et al (1992), lahan pasang surut merupakan lahan marginal dan rapuh yang pemanfaatannya memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat. Kekeliruan di dalam membuka lahan ini akan membutuhkan investasi besar dan sulit untuk mengembalikannya seperti keadaan semula. Karena itu, pengembangan lahan pasang surut memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat.
Menurut Widjaja Adhi et.al (1992), faktor penting yang perlu dipertimbangkan di dalam pengembangan dan pengelolaan lahan pasang surut diantaranya adalah :
1. Lama dan kedalaman air banjir atau air pasang serta kualitas airnya;
2. Ketebalan, kandungan hara, dan kematangan gambut;
3. Kedalaman lapisan pirit dan kemasaman total potensial dan aktual setiap lapisan tanahnya;
4. Pengaruh luapan atau intrusi air asin/payau; dan
5. Tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan, apakah endapan sungai, laut, atau pasir kuarsa.
Menurut Litbang Pertanian (1993) macam dan tingkat kendala yang diperkirakan dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor di atas digunakan dalam menyusun tipologi lahan pasang surut yang dikelompokkan kedalam 4 tipologi utama, yaitu:
1. Lahan potensial; yaitu lahan nnnnnyang memiliki kendala teknis agronomis yang paling ringan, jika dibandingkan dengan lahan lainnya. Karakteristik lahan potensial adalah tekstur liat, lapisan pirit berada pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah, kandungan N dan P tersedia rendah, derajat keasaman (pH) 3,5 - 5,5 ; serta kandungan pasir kurang dari 5% dan debu 20%.
2. Lahan sulfat masam; dicirikan oleh kandungan senyawa sulfida tinggi dan lapisan pirit terletak pada kedalaman kurang dari 50 cm. Di lapang terdapat dua macam lahan sulfat masam, yaitu :
a. Lahan sulfat masam potensial; dicirikan oleh belum teroksidasinya lapisan pirit dan pH di atas 3,5;
b. Lahan sulfat masam aktual; dicirikan oleh telah teroksidasinya lapisan pirit, dan pH kurang dari 3,5. Kemasan tanah yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan hara, sehingga tanaman dapat mengalami kekahatan dan keracunan hara.
3. Lahan gambut; adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dengan berbagai ketebalan dan terbagi kedalam beberapa golongan yaitu :
- bergambut; ketebalannya kurang dari 50 cm,
- gambut dangkal; ketebalannya 50 - 100 cm,
- gambut sedang ; ketebalannya 100 - 200 cm,
- gambut dalam ; ketebalannya 200 - 300 cm, dan
- gambut sangat dalam, ketebalannya di atas 300 cm.
4. Lahan salin; merupakan lahan yang dipengaruhi oleh intrusi air bergaram sehingga mempunyai daya hantar listrik lebih dari 4 MS / cm, tetapi mengandung unsur Na dapat dipertukarkan kurang dari 15%. Pendekatan yang ditempuh untuk mengatasi salinitas ini adalah dengan mengurangi terjadinya intrusi air bergaram dan mengusahakan komoditas serta varietas yang toleran terhadap salinitas.
Berdasarkan tipologi lahan pasang surut komoditas padi sawah dapat tumbuh dengan baik pada tipologi lahan potensial yaitu pada tipe luapan A,B dan C dengan syarat lahan ditata dengan baik.(Widjaja-Adhi et al dalam Nunthe 1998 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar