Tampilkan postingan dengan label ilmu perencanaan tata kota dan wilayah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ilmu perencanaan tata kota dan wilayah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Januari 2019

Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman. (skripsi dan tesis)


Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, lokasi kawasan perumahan yang layak adalah :
1.      Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)
2.      Tersedia air bersih 
3.      Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunannya
4.      Mempunyai aksesibilitas yang baik
5.      Mudah dan aman mencapai tempat kerja
6.      Tidak berada dibawah permukaan air setempat
7.      Mempunyai kemiringan rata-rata
Adapun dasar-dasar perencanaan perumahan harus memperhatikan standar prasarana lingkungan perumahan. Seperti yang terdapat dalam buku Pelatihan Substantif Perencanaan Spasial tentang Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Pusbindiklatren Bappenas (Tahun 2003: 2-4), Standar prasarana lingkungan permukiman adalah:
1.      Jenis Prasarana Lingkungan
Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai utilities dan amenities atau disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih spesifik lagi, jenisjenis tersebut adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi, drainasi dan kesehatan lingkungan. Rumah harus memenuhi persyaratan rumah sehat. Dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang “Kesehatan” ditegaskan, bahwa kesehatan lingkungan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dilakukan antara lain melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan perilaku yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia.
2.      b. Ketentuan Besaran
Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atasa fasilitas tersebut. Secara normatif standart kebutuhan diukur per satuan jumlah penduduk tertentu sesuai dengan kebutuhannya.
- 1 TK untuk tiap 200 KK
- 1 SD untuk tiap 400 KK
- 1 Puskesmas Pembantu untuk tiap 3000 KK
- 1 Puskesmas untuk tiap 6000 KK.
Disamping besaran jumlah penduduk, dapat pula diturunkan dari jumlah unit rumah yang dilayani, satu satuan luas atau satuan wilayah administrasi yang dilayani. Misalnya 1 puskesmas per Kecamatan. Persyaratan lain dapat dilihat pada tabel II.1
Tabel II.1.Standar Minimal Komponen Fisik Prasarana Lingkungan Permukiman

No
Komponen
Kriteria Teknis
Keterangan
1
Jaringan Jalan
·     Jarak minimum setiap rumah 100 m  dari jalan  kendaraan satu  arah dan 300 m dari jalan 2 arah.
Pada prinsipnya, jaringan jalan harus mampu melayani kepentingan mobil kebakaran.
·     Lebar perkerasan minimum  untuk jalan 2 arah 4 m.
·     Kepadatan  jalan  minimal  50-100 m/ha untuk jalan 2 arah.
Disamping itu, maksimal   15   menit jalan kaki harus terlayani oleh angkutan umum. Dimensi minimal pejalan  kaki sebanding        dengan lebar gerobag dorong/becak
·     Pedestrian yang diperkeras minimal berjarak 20 m,dengan perkerasan 1-3 m

2
Air bersih (kran
·     Kapasitas  layanan minimum 201/org/hari
Perehitungan kebutuhan  lebih  rinci mengenai kran umum didasarkantas jumlah pelanggan  PAM  dan kualitas air setempat.
umum)
·     Kapasitas  jaringan jaringan minimum 60 lt/org/hr

·     Cakupan layanan 20-50 kk/unit

·     Fire Hidrant dalam radius 60 m- 120 m
3
Sanitasi
·     Tangki septict individu, resapan individu
Pada  prinsipnya, lingkungan harus bersih dari pencemaran limbah rumah tangga limbah rumah tangga
·     Tangki septict bersama, resapan bersama Mini IPAL
4
Persampahan
§     Minimal jarak TPS/Transfer
Pelayanan sampah sangat tergantung pada sistim penanganan lingkungan/sektor kota. Pada prinsipnya pelayanan  sampah yang dikelola lingkungan mampu  dikelola  oleh lingkungan yang yang
bersangkutan
·     Depo 15 menit perjalanan gerobag sampah
·     Setiap gerobag melayani 30 sampai 50 unit rumah
·     Pengelolaan sampah lingkungan ditangani masyarakat setempat.
5
Drainase
·     Jaringan drainasi  dibangun memanfaatkan  jaringan  jalan  dan badan air yang ada.
Bentuk penangananya dapat merupakan bagian  dari  sistim jaringan  kota  atau sistim setempat
·     Dimensi    saluran    diperhitungkan atas dasar layanan (coverage area) blok/lingkungan bersangkutan.
·     Penempatan                          saluran memperhitungkan        ketersediaan lahan     (dapat     disamping     atau dibawah jalan).
·     Jika    tidak    tersambung    dengan sistim kota,harus disiapkan resapan setempat atau kolam retensi.
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Dipusbindiklatren Bappenas (2003: 2-4)


Faktor-Faktor Penentu Pola Permukiman (skripsi dan tesis)


Menurut Amos Rapoport dalam bukunya House, Form and Culture (1996), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan suatu permukiman masyarakat vernakular maupun bangunan arsitektur vernakular antara lain :
1.        Iklim Dan Kebutuhan Tempat Tinggal
Iklim sangat berpengaruh pada arsitektur dan berbanding lurus dengan geografi. Namun iklim tidak mempengaruhi perubahan bentuk pada bangunan tapi menyesuaikannya terhadap lingkungan dan iklim sekitar.
2.        Material, Konstruksi, Dan Teknologi
Sudah lama kayu dan batu menjadi bagian material sebuah bangunan serta membentuk karakteristik bangunan tersebut, sikap budaya terhadap arsitektur sangat kuat dan populer dan banyak diterjemahkan dalam teori arsitektur.
 3.        Tapak
Sebuah tapak berperan penting dalam pembangunan dan perancangan sebuah arsitektur, pada masyarakat primitiv sebuah tapak didapatkan secara tidak langsung untuk membangun sebuah pemukiman.
4.        Ketahanan
Ketahanan pada suatu bangunan diperlukan untuk menjaga keseimbangan stuktur agar mampu bartahan dalam waktu yang panjang, pada umumnya masyarakat tradisional membangun rumah dengan bentuk struktur yang berbeda-beda sesuai iklim dan lingkungan.
5.        Ekonomi
Ekonomi suatu masyarakat adat pada dasarnya berbeda, tapi pada umumnya masyarakat vernakular di Indonesia adalah agraris yang memanfaatkan lahan untuk bidang persawahan, dan perkebunan untuk menopang ekonomi mereka.
6.        Kepercayaan
Kepercayaan suatu masyarakat tergantung lokasi dan kondisi serta budaya yang mempengaruhi masyarakat tersebut, pada umumnya kepercayaan masyarakat primitif atau vernakular tertuju pada suatu kondisi alam sekitarnya.

Pola Permukiman (skripsi dan tesis)


Bentuk pola permukiman yang lain dijelaskan oleh Sri Narni dalam Mulyati (1995) antara lain:
1.        Pola permukiman memanjang (linier satu sisi) di sepanjang jalan baik di sisi kiri maupun sisi kanan saja
2.        Pola permukiman sejajar (linier dua sisi) merupakan permukiman yang memanjang di sepanjang jalan
3.        Pola permukiman mengantong merupakan permukiman yang tumbuh di daerah seperti kantong yang dibentuk oleh jalan yang memagarnya
4.        Pola permukiman curvalinier merupakan permukiman yang tumbuh di daerah sebelah kiri dan kanan jalan yang membentuk kurva
5.        Pola permukiman melingkar merupakan permukiman yang tumbuh mengelilingi ruang terbuka kota.
Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah.
Struktur ruang permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan jaringan atau lintasan, yang muncul dalam suatu lingkungan binaan baik secara fisik ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek nyata dari identifikasi. Identitas kawasan tersebut terbentuk dari pola lingkungan, tatanan lingkungan binaan, ciri aktifitas sosial budaya dan aktifitas ekonomi yang khas (Amos Rapoport)
Permukiman tradisional memiliki pola-pola mengenai sifat dari persebaran permukiman sebagai suatu susunan dari sifat yang berbeda dalam hubungan antara faktor-faktor yang menentukan persebaran permukiman. Terdapat kategori pola permukiman tradisional berdasarkan bentuknya yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
1.        Pola permukiman bentuk memanjang terdiri dari memanjang sungai, jalan, dan garis pantai
2.        Pola permukiman bentuk melingkar
3.        Pola permukiman bentuk persegi panjang
4.        Pola permukiman bentuk kubus.
Pola permukiman tradisional berdasarkan pada pola persebarannya juga dibagi menjadi dua, yaitu pola menyebar dan pola mengelompok.
a.         Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya jalan besar, sedangkan orang-orang mempunyai sebidang tanah yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus
b.        Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya
c.         Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung
d.        Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya.
Rumah merupakan bagian dari suatu permukiman.Rumah saling berkelompok membentuk permukiman dengan pola tertentu. Pengelompokan permukiman dapat berdasarkan :
·         Kesamaan golongan dalam masyarakat, misalnya terjadi dalam kelompok sosial tertentu antara lain komplek kraton, komplek perumahan pegawai
·         Kesamaan profesi tertentu, antara lain desa pengrajin, perumahan dosen, perumahan bank
·         Kesamaan atas dasar suku bangsa tertentu, antara lain Kampung Bali, Kampung Makasar, pemukiman suku bajo.

Klasifikasi Permukiman (skripsi dan tesis)


1.    Permukiman Darurat
Jenis perkampungan ini biasanya bersifat sementara (darurat) dan timbulnya perkampungan ini karena adanya bencana alam. Untuk menyelamatkan penduduk dari bahaya banjir maka dibuatkan perkampungan darurat pada daerah/lokasi yang bebas dari banjir. Mereka yang rumahnya terkena banjir untuk sementara ditempatkan diperkampungan ini untuk mendapatkan pertolongan bantuan berupa makanan, pakaian dan obat obatan. Begitu pula ada bencana lainnya seperti adanya gunung berapiyang meletus dan lain lain.Daerah permukiman ini bersifat darurat tidak terencana dan biasanya kurang fasilitas sanitasi lingkungan sehingga kemungkinan penjalaran penyakit akan mudah terjadi.
2.    Permukiman tradisional
Perkampungan seperti ini biasanya penduduk atau masyarakatnya masih memegang teguh tradisi lama. Kepercayaan, kabudayaan dan kebiasaan nenek moyangnya secara turun temurun dianutnya secara kuat. Tidak mau menerima perubahan perubahan dari luar walaupun dalam keadaan zaman telah berkembang dengan pesat. Kebiasaan-kebiasaan hidup secara tradisional yang sulit untuk diubah inilah yang akan membawa dampak terhadap pengembangan dan pola penataan permukiman, kesehatan serta masalah sosial dan budaya lainnya.
3.    Permukiman kumuh (slum area)
Jenis permukiman ini biasanya timbul akibat adanya urbanisasi yaitu perpindahan penduduk dari kampung (pedesaan) ke kota. Umumnya ingin mencari kehidupan yang lebih baik. sulitnya mencari kerja di kota akibat sangat banyak pencari kerja, sedang tempat bekerja terbatas, maka banyak diantara mereka manjadi orang gelandangan. Di kota umumnya sulit mendapatkan tempat tinggal yang layak hal ini karena tidak terjangkau oleh penghasilan (upah kerja) yang mereka dapatkan setiap hari, akhirnya mereka membuat gubuk-gubuk sementara (gubuk liar)
4.    Permukiman untuk kelompok-kelompok khusus
Perkampungan seperti ini biasanya dibangun oleh pemerintah dan diperuntukkan bagi orang -orang atau kelompok-kelompok orang yang sedang menjalankan tugas tertentu yang telah dirancanakan . Penghuninya atau orang orang yang menempatinya biasanya bertempat tinggal untuk sementara, selama yang bersangkutan masih bisa menjalankan tugas. setelah cukup selesai maka mereka akan kembali ke tempat/daerah asal masing masing. contohnya adalah perkampungan atlit (peserta olah raga pekan olahraga nasional ) perkampungan orang -orang yang naik haji, perkampungan pekerja (pekerja proyek besar, proyek pembangunan bendungan, perkampungan perkemahan pramuka dan lain lain
5.    Permukiman baru.
Permukiman semacam ini direncanakan pemerintah dan bekerja sama dengan pihak swasta. Pembangunan tempat permukiman ini biasanya dilokasi yang sesuai untuk suatu pemukiman (kawasan permukiman). Dipermukiman seperti ini biasanya memiliki fasilias sarana dan prasarana yang memadai.
6.    Permukiman Transmigrasi
Jenis permukiman semacam ini di rencanakan oleh pemerintah yaitu suatu daerah permukiman yang digunakan untuk tempat penampungan penduduk yang dipindahkan (ditransmigrasikan) dari suatu daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang/kurang penduduknya. Ditempat ini mereka telah disediakan rumah, dan tanah garapan untuk bertani, bercocok tanam oleh pemerintah.

Teori Permukiman (skripsi dan tesis)


Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 bab 1,pasal 1, permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Sedangkan Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Sarana lingkungan permukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya,prasarana meliputi jaringan jalan raya, jaringan utilitas seperti : air bersih, air kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan listrik dan sistem pengelolaan sampah.
Sebuah permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara keseluruhan dapat dilihat dari elemen pembentuk pola permukiman.Permukiman sebagai produk tata ruang mengandung arti tidak sekedar fisik saja tetapi juga menyangkut hal-hal kehidupan. Permukiman pada dasarnya merupakan suatu bagian wilayah tempat dimana penduduk/pemukim tinggal, berkiprah dalam kegiatan kerja dan kegiatan usaha, berhubungan dengan sesama pemukim sebagai suatu masyarakat serta memenuhi berbagai kegiatan kehidupan.
Menurut Doxiadis (1974) dalam Kuswatojo (2005), permukiman merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 (lima) unsur utama yaitu :
1.      Alam (nature), lingkungan biotik maupun abiotik. Permukiman akan sangat ditentukan oleh adanya alam baik sebagai lingkungan hidup maupun sebagai sumber daya seperti unsur fisik dasar.
2.      Manusia (antropos), Permukiman dipengaruhi oleh dinamika dan kinerja manusia
3.      Masyarakat (society), hakekatnya dibentuk karena adanya manusia sebagai kelompok masyarakat. Aspek-aspek dalam masyarakat yang mempengaruhi permukiman antara lain : kepadatan dan komposisi penduduk, stratifikasi sosial, struktur budaya, perkembangan ekonomi, tingkat pendidikan, kesejahteraan, kesehatan dan hukum.
4.      Ruang kehidupan (shell), ruang kehidupan menyangkut berbagai unsur dimana manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat melaksanakan kiprah kehidupannya.
5.      Jaringan (network), yang menunjang kehidupan (jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, telekomunikasi, listrik dan sebagainya).

Revitalisasi Kawasan (skripsi dan tesis)


Menurut Piagam Burra dalam Surya (2009), revitalisasi adalah menghidupkan kembali kegiatan sosial dan ekonomi bangunan atau lingkungan bersejarah yang sudah kehilangan vitalitas fungsi aslinya, dengan cara memasukkan fungsi baru ke dalamnya sebagai daya tarik, agar bangunan atau lingkungan tersebut menjadi hidup kembali. Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, dan mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat (Jefrizon, 2012).
Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan atau kawasan melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki. (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan).
Revitalisasi merupakan serangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, meningkatkan nilai – nilai vitalitas yang strategis dan signifikan dari kawasan yang mempunyai potensi atau mengendalikan kawasan yang cenderung kacau. (Departemen Kimpraswil, 2002) Revitalisasi merupakan pemberdayaan daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota. (Antariksa, 2009)
Revitalisasi kawasan merupakan suatu kegiatan yang kompleks sehingga perlu tahapan-tahapan agar terlaksana dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal sebagai berikut (Martokusumo, 2006):
a.         Intervensi fisik
Citra kawasan sangat erat kaitannya dengan kondisi visual kawasan, sehingga intervensi fisik perlu dilakukan. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan utnuk menciptakan keadaan yang kondusif untuk mendoronng terjadinya penigkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi dilakukan melalui upaya yang meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas fisik bangunan, tata ruang hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (open space). Kondisi lingkungan binaan yang berkaitan isu lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting untuk diperhatikan.
b.        Rehabilitasi ekonomi
Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan artefak urban harus didukung dan sekaligus didukung oleh rehabilitasi/pemulihan kegiatan ekonomi lokal. Kegiatan ekonomi lokal diharapkan mampu mendukung keberlanjutan ekonomi kawasan yang tentunya berdampak kepada nilai tambah suatu kawasan. Dalam konteks ini perlu dikembangkan fungsi-fungsi campuran (mixed use development) yang bisa mendorong terjadinya aktivitas ekonomi (penyediaan lapangan kerja) dan sosial (vitalitas baru). Pemanfaatan kawasan secara produktif dapat membentuk mekanisme perawatan dan kontrol terhadap kelangsungan fasilitas dan infrastruktur kota.
c.         Rekayasa sosial/pengembangan institusional
Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik (interesting), jadi bukan sekedar menciptakan beautiful place saja. Kegiatan rekayasa sosial atau pengembangan institusional mampu meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri. Untuk itu diperlukan pengembangan intitusi yang akuntabel seperti penggalangan kemitraan, diskusi lintas pelaku (stakeholders) dan perwujudan good urban governance.


Urban Design (Perancangan Kota) (skripsi dan tesis)


            Urban design pada dasarnya merupakan perancangan fisik dan ruang suatu kawasan termasuk mengenai aturan pengendaliannya yang di tunjukan untuk kepentingan umum.  Ruang-ruang yang berada diantara bangunan disebut juga lingkup urban design. Dalam aspek tata guna lahan, juga harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhinya yaitu zoning, dimana zoning diartikan merupakan suatu aturan legal yang mengatur peruntukan penggunaan lahan. Kevin Lynch (1984) dalam bukunya Good City Form dan Image of The Citydesign berhubungan dengan 3 elemen yaitu :pola aktivitas, pola sirkulasi dan pola daribentuk yang dapat mendukungnya. Sedangkan keseluruhan konfigurasi dan penampilan tata massa dan bentuk bangunan juga dapat diarahkan pada tema daerah yang akan dicapai tercapai kualitas citra (image) district.Perancangan kota adalah bagian dari rangkaian perencanaan kota yang mencakup penataan kota dari segi bentuk, penampilan, kinerja, estetika dari struktur fisik dan lingkungannya.
Hamid Shirvani (1985) Dalam bukunya “Urban Design Proces”urban design (perancangan kota) merupakan kelanjutan dari urban planning (perencanaan kota) sebab bagaimanapun hasil perencanaan kota belum selesai atau belum dapat dilaksanakan tanpa ada rancang desain dari rencana yang telah disusun. Urban design  memiliki tekanan pada penataan lingkungan fisik kota.
Elemenurban design  yang membentuk suatu kota (terutama pusat kota) menurut Hamid Shirvani(1985) :
1. Land Use (Tata Guna Lahan)
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Pemisahan letak fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/penggunaan individual. Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang kota, termasuk didalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah : pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.
2.  Bentuk dan Massa Bangunan (Building form and massing)
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur. Building form and massing dapat meliputi kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu : Ketinggian Bangunan,kepejalan bangunan, Koefisien Lantai Bangunan (KLB),Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage), Garis Sempadan Bangunan (GSB), skala, material, tekstur, warna
3.  Sirkulasi dan Parkir
Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya. Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.
4.  Ruang Terbuka
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, taman dan sebagainya. Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan sebagainya.
5.  Jalan Pejalan Kaki (Pedestrian)
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas serta sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Dalam perancangannya, jalur pedestrian harus mempunyai syarat-syarat untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada penggunanya.
6.  Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktifitas pendukung meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain. Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki, tapi juga harus mempertimbangkan fungsi elemen kota yang dapat membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun, dan sebagainya.

Tata Ruang (skripsi dan tesis)


Tata ruang di artikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai kaitan dengan keruangan. Tata ruang sebagai hal yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan ruang. Tata Ruang terkait dengan suatu penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan. Didalam tata ruang terdapat suatu distribusi dari tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan sebelumnya. Tata ruang merupakan penjabaran dari suatu produk perencanaan fisik ruang apakah itu ruang terbatas maupun ruang tak terbatas.
            Pada Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 bab1 pasal 1, tentang penataan ruang, tata ruang diartikan sebagai suatu wujud struktural dan pola ruang(terjadi secara alami). Wujudbentuk dan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional.
Penataan ruang (Spatial Planning) adalah perencanaan, pemanfaatan ruang. Sedangkan rencana tata ruang (Spatial Plan) diartikan sebagai hasil perencanaan tata ruang, berupa arahan kebijakan dan memperuntukkan (alokasi) pemanfaatan ruang yang secara struktural mengambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu dari berbagai kegiatan kehidupan. Ruang/space adalah wadah tempat berlansungnya kehidupan yang menyangkut ruang daratan, ruang lautan, ruang udara, termasuk didalamnya tanah, air, udara beserta benda-benda serta sumber daya dan keadaan alam sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dengan berbagai kegiatannya serta berbagai makluk lainnya melakukan dan melaksanakan kehidupannya.
Ruang  dapat diciptakan dari adanya aktifitas dan perilaku baik secara ekonomi sosial dan budayadimana lebih menunjukan pada kondisidan keberadaan lingkungan permukiman. Dalam arsitekur, tidak hanya membayangkan sebuah bangunan sebagai masa padat tetapi juga sebagai ruang-ruang yang dibentuk oleh perletakan dari bangunan-bangunan yang ada. Ruang pada dasarnya terbentuk kerena adanya hubungan antara objek dan manusia yang melihatnya, sebagai satu kesatuan bentuk yang terbatas dan tidak terbatas.
            Urban space terbentuk dari dinding/facade bangunan dan lantai kota yang pada dasarnya dibedakan oleh karakteristik yang menonjol seperti kualitas yang melingkupi, kualitas pengolahan ruang, dan aktifitas yang berlangsung didalam ruang. Sedangkan menurut Rob Krier (1979) urban space dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1.        Berbentuk linear, yaitu ruang terbuka umumnya hanya mempunyai batas disisi-sisinya misalnya berbatasan dengan pedestrian, jalan, bangunan dan sebagainya.
2.        Berbentuk Cluster, yaitu ruang terbuka yang mempunyai batas-batas disekelilingnya Misalnya (kompleks pertokoan)
Ruang terbuka berfungsi sebagai sarana sosial yang dipengaruhi oleh elemen-elemen fisik arsitektur sehingga tujuan urban design(perancangan kota)adalah menciptakan ruang publik sebagai tempat untuk bertemu dan berinteraksi. Perwujudan ruang terbuka untuk masyarakat umum ditunjukkan dalam kawasan kota juga dalam bangunan, dengan kata lain Urban Open Spaceterbentuk akibat dari fasade bangunan tertentu dan open space yang ada di dalam bangunan
            Suatu lingkungan merupakan hubungan saling ketergantungan yang menerus antara  elemen-elemen fisik dan manusia yang ada didalamnya, hubungan dan berjalan rapi dan memiliki pola tertentu. Hubungan ini dalam lingkungan fisik membentuk ruang, yang merupakan bagian yang paling mendasar di mana manusia akan saling dihubungkan didalam ruang dan oleh ruang. Pemahaman makna ruang bagi komunitas yang satu akan berbeda dengan komunitas yang lainnya.
            Pola tata ruang mengandung tiga elemen (Aunurrofieq, 1998 dalam Dwi Lenstari, 2003),yaitu :
1.  Ruang dengan elemen penyusunnya (bangunan dan ruang sekitarnya)
2.  Tatanan (formation) mempunyai makna komposisi, serta pola atau model dari suatu komposisi. Dengan demikian pembahasan pola tata ruang akan mencakup karakteristik ruang (jenis dan unsur pembentuknya)
3.  Dimensi ruang, orientasi, dan hubungan antar ruang merupakan model tata ruang pemukiman.
            Sehingga didalam perkotaan terdapat konsep yang terdiri dari ruang (space), kehidupan sehari-hari (everyday life), serta hubungan sosial. Disini nilai ruang bisa berbeda, hal ini disebabkan oleh hirarki ruang yang menunjukan perbedaan derajat kepentingan baik secara fungsional, formal maupun simbolik. Sistem tata ruang bisa tercipta dengan adanya besaran atau ukuran yang berbeda, bentuk yang unik dan lokasi (Ching, DK, 1996)