Tampilkan postingan dengan label administrasi negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label administrasi negara. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Maret 2020

Kebijakan Desentralisasi (skripsi dan tesis)


Treisman (2007:156) memberikan argumen mengenai desentralisasi yaitu decentralization has been seen as a way to increase the opportunities for citizens to participate even within large states. A second set of arguments focuses on cases in which, rather than take part in government themselves, citizens control their representatives indirectly by means of the ballot box. Decentralized institutions are said to render officials more accountable to the voters atau desentralisasi dilihat sebagai cara untuk meningkatkan kesempatan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam negara-negara besar. Argumen lainnya menyatakan berfokus pada kasus-kasus di mana, daripada mengambil bagian dalam pemerintahan sendiri, warga mengontrol perwakilan mereka secara tidak langsung dengan cara kotak suara. Desentralisasi membuat para pejabat lebih bertanggung jawab kepada pemilih yaitu masyarakat itu sendiri. Desentralisasi dapat membuat pemerintah semakin dekat dengan rakyatnya.
Desentralisasi memiliki dampak positif yaitu antara lain : (1) desentralisasi dapat menimbulkan efisiensi administrasi; (2) timbulnya persaingan lokal yang membuat masyarakat cenderung lebih jujur, efisien, dan responsif; (3) desentralisasi mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan ekonomi lokal; (4) dapat meningkatkan partisipasi masyarakat; (5) desentralisasi menimbulkan suatu peningkatan stabilitas kebijakan dan para pelaku yang terkait didalamnya.

Kewenangan Dalam Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)


Kewenangan adalah “bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan yang formal dan terlegitimasi” (Sule, 2005).
Atmosudirjo (1986:78) menyebutkan kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.
Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Di dalam penelitian ini merupakan bentuk dari delegasi wewenang kepada Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat

Analisis Prospektif Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)


Analisis prospektif kebijakan publik menurut William N. Dunn (2000) terdiri dari tiga tahapan, yaitu : perumusan masalah, peramalan kebijakan, dan rekomendasi kebijakan.
1. Perumusan masalah
Perumusan masalah merupakan kegiatan yang dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, dan memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumusan masalah dianggap sebagai kegiatan yang paling penting dari paraformulasi masalah yang saling berbeda dari para pelaku kebijakan. Masalah kebijakan sendiri terdiri dari tiga jenis, yaitu masalah sederhana, masalah agak sederhana, dan masalah rumit.
Perumusan kebijakan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : pencarian masalah (problem search), pendefinisian masalah (problem definition), spesifikasi masalah (problem specification), dan pengenalan masalah (problem sensing).
2. Peramalan kebijakan
Peramalan kebijakan merupakan salah satu ranah dalam analisis prospektif suatu kebijakan. Peramalan masa depan kebijakan sangat penting bagi perbaikan pembuatan suatu kebijakan itu sendiri. Melalui peramalan, kita dapat memperoleh visi yang prospektif, sehingga melebarkan kapasitas kita dalam memahami, mengontrol dan membimbing masyarakat. Peramalan digunakan dengan bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perubahan di masa depan yang akan mempengaruhi implementasi kebijakan dan konsekuensinya.
3. Rekomendasi kebijakan
Rekomendasi kebijakan merupakan informasi yang memungkinkan seorang analis tentang serangkaian kemungkinan di masa depan/mendatang untuk menghasilkan konsekuensi yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat seluruhnya. Rekomendasi memiliki prosedur yaitu meliputi transformasi mengenai aksi-aksi kebijakan yang akan menghasilkan keluaran yang bernilai. Untuk merekomendasikan suatu tindakan kebijakan khusus diperlukan adanya informasi tentang konsekuensi-konsekuensi di masa depan setelah dilakukannya berbagai alternatif tindakan (Dunn, 2000:405).

Argumentasi Kebijakan (skripsi dan tesis)


Argumentasi kebijakan merupakan adalah penciptaan dan penilaian secara kritis klaim pengetahuan atas informasi tersebut. Klaim pengetahuan dikembangkan sebagai kesimpulan dari argumen-argumen kebijakan. Argumentasi memiliki enam elemen unsur, antara lain :
1. Informasi yang relevan dengan kebijakan
Informasi ini (I) dihasilkan melalui penerapan berbagai metode merupakan bukti dari kerja analis. informasi yang relevan dengan kebijakan merupakan titik tolak dari suatu argumen kebijakan.
2. Klaim kebijakan (Policy Claim)
Klaim kebijakan (C) merupakan kesimpulan dari suatu argumen kebijakan.
3. Pembenaran (Warrant)
Pembenaran (W) merupakan suatu asumsi di dalam argumen kebijakan yang memungkinkan analis untuk berpindah dari informasi yang relevan dengan kebijakan ke klaim kebijakan.
4. Dukungan (Backing)
Dukungan (B) bagi pembenaran (W) terdiri dari asumsi-asumsi tambahan yang dapat digunakan untuk mendukung pembenaran yang tidak diterima pada nilai yang tampak.
5. Bantahan (Rebuttal)
Bantahan (R) merupakan argumen yang menyatakan kondisi klaim asli tidak diterima.
6. Kesimpulan (Qualifier)
Kesimpulan merupakan derajat dimana analis yakin terhadap suatu klaim kebijakan.

Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)


Analisis kebijakan publik memiliki beberapa macam bentuk seperti halnya yang dikemukakan oleh Dunn (2000:117) antara lain : analisis prospektif, analisis retrospektif, dan analisis terintegrasi.
1. Analisis prospektif
Analisis ini berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan. Analisis ini seringkali menimbulkan jurang pemisah yang besar antara pemecahan masalah yang diunggulkan dan upaya-upaya pemerintah untuk memecahkannya. Hal tersebut dapat dideskripsikan seperti halnya contoh kasus yang diutarakan oleh Graham Allison seorang pakar ilmu politik memperkirakan bahwa “mungkin tidak lebih dari 10 persen dari kerja yang diperlukan untuk mencapai hasil kebijakan yang dikehendaki dapat diperoleh sebelum aksi kebijakan dimulai”.
2. Analisis retrospektif
Analisis ini merupakan penciptaan atau transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analisis, yaitu :
a. Analisis yang berorientasi pada disiplin. Analisis ini berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada teori dan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan. Kelompok analisis ini tidak berusaha mengidentifikasi tujuan dan sasaran mengapa suatu kebijakan dibuat.
b. Analisis yang berorientasi pada masalah. Analisis ini menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari kebijakan. Kelompok analisis ini kurang menaruh perhatian pada pengembangan dan pengujian teori-teori, namun lebih kepada identifikasi variabel-variabel yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan untuk mengatasi suatu masalah.
c. Analisis yang berorientasi pada aplikasi. Kelompok analisis ini juga berusaha untuk menerangkan sebab dan konsekuensi kebijakan-kebijakan dan program publik, tetapi tidak melakukan pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Kelompok ini menaruh perhatian pada variabel-variabel kebijakan serta melakukan identifikasi tujuan dan sasaran dari para pembuat kebijakan.
3. Analisis terintegrasi
Analisis terintegrasi merupakan gabungan antara analisis prospektif dan retrospektif. Analisis ini cenderung kepada penciptaan transformasi kebijakan sebelum dan sesudah tindakan kebijakan dilakukan. Analisis ini berusaha terus-menerus untuk menghasilkan informasi setiap saat. Analisis ini akan terus dilakukan berulangkali sebelum akhirnya pemecahan masalah ditemukan.
Analisis ini digambarkan dengan mempertentangkan antara evaluasi retrospektif terhadap kebijakan publik, dan eksperimen program-program kebijakan. Evaluasi retrospektif menilai kinerja kebijakan dan program-program yang sedang berjalan. Sedangkan eksperimen kebijakan dan program menilai kinerja program dan kebijakan baru dalam hasil yang nyata.
Analisis terintegrasi merupakan penyempurna dari kedua analisis sebelumnya yaitu analisis prospektif dan retrospektif. Analisis prospektif cenderung lemah dalam hal keterbatasan informasi yang dihasilkan menyangkut perubahan nilai tujuan dan sasaran yang terjadi setelah suatu kebijakan diimplementasikan. Analisis retrospektif lemah dalam hal ketidakmampuan dalam mengarahkan aksi-aksi kebijakan, karena sebagian besar terikat pada informasi pasif setelah kebijakan diimpelementasikan.

Model-model Analisis Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)


Model analisis kebijakan merupakan seperangkat alat bantu konseptual (conceptual tools) yang berfungsi sebagai pembimbing langkah bagi para analis kebijakan. Secara umum, model analisis kebijakan menurut Edith Stokey (2009:8) terdiri dari : model matematika formal, model deskriptif den preskriptif, model deterministik dan probabilistik. Selain model yang yang disampaikan oleh Stokey (2009), Model-model analisis kebijakan publik yang paling baik menurut James P. Lester dan Joseph Steward (2000) adalah model elitis dan model pluralis.
1. Model matematika formal
Model matematika formal adalah model yang menggambarkan secara eksplisit mengenai perubahan kuantitatif dalam variabel tertentu atau sistem dalam menanggapi berbagai rangsangan.
2. Model deskriptif dan preskriptif
Model deskriptif merupakan model yang menunjukkan secara lebih jelas mengenai apa yang orang-orang perlukan dan apa hasil dari suatu tindakan yang dilakukan. Model preskriptif adalah model yang memberikan aturan untuk membuat pilihan yang optimal. Model ini membantu membuat suatu tindakan program.
3. Model deterministik dan probabilistik
Model deterministik menggunakan nilai rata-rata yang dianggap baik. Contoh dari model deterministik ini adalah dalam memperkirakan populasi. Model probabilitas adalah sebuah model yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan hasil dimana probabilitas dapat diperkirakan.
4. Model elitis dan pluralis
Model Teori elit mengatakan bahwa “semua lembaga politik dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya tidak bisa terelakkan oleh dominasi sekelompok individu yang sangat kuat, dimana memanipulasi instrumen-instrumen kekuasaan bagi kepentingan mereka. Model pluralis merupakan model yang percaya pada peran subsistem-subsistem yang ada dalam sistem demokrasi.

Analisis Kebijakan Publik (skripsi dan tesis0


Kebijakan merupakan “a series of decisions or activities resulting from structured and recurrent interactions between different actors, both public and private, who are involved in various different ways in the emergence, identification, and resolution of a problem defined politically as a public one” atau serangkaian keputusan atau tindakan-tindakan sebagai akibat dari interaksi terstruktur dan berulang diantara berbagai aktor, baik publik/ pemerintah maupun privat/swasta yang terlibat berbagai cara dalam merespon, mengidentifikasi, dan memecahkan suatu masalah yang secara politis didefinisikan sebagai masalah publik (Knoepfel, 2007).
Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Area studi meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas (Winarno, 2012).
Sedangkan untuk analisis kebijakan publik merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Di dalam analisis kebijakan, kita dapat menganalisis pembentukkan, substansi, dan dampak yang timbul dari adanya kebijakan tertentu (Winarno, 2012).
Analisis kebijakan adalah “aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan”. Analisis kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian multiple dalam konteks argumentasi untuk menilai dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (Dunn, 2000).
Analisis kebijakan diharapkan dapat menghasilkan suatu informasi dan argumen-argumen yang masuk akal menyangkut tiga macam pertanyaan, antara lain : (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama dalam melihat permasalahan yang diatasi; (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai; (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Dari paparan beberapa ahli mengenai analisis kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis kebijakan merupakan suatu aktivitas yang menggambarkan fenomena dari suatu kebijakan serta sebab-akibat yang mengikutinya. analisis dilakukan tanpa adanya tujuan untuk menolak atau menyetujui kebijakan-kebijakan, apakah kebijakan publik tertentu telah berhasil mencapai apa yang seharusnya dicapainya dengan cara membandingkan antara tujuan formal (normatif) dari program dengan realita, prestasi, atau kinerja yang dicapai. Ujung dari adanya analisis kebijakan publik ini adalah didapati suatu anjuran atau rekomendasi kebijakan-kebijakan tertentu. Analisis kebijakan publik sangat berguna untuk merumuskan maupun mengimplementasikan kebijakan publik.
Menurut widodo (2008:38) analisis kebijakan dapat dilakukan pada setiap policy process yaitu pada tahapan formulasi, implementasi, maupun pada tahap evaluasi kebijakan. Hasil dari analisis kebijakan diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan dan siap disuguhkan kepada pihak yang berwenang dalam membuat keputusan.

Selasa, 10 Juli 2018

DEFINISI INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI (skripsi dan tesis)


Transportasi memiliki peranan yang strategis dalam perkembangan perekonomian dan kehidupan masyarakat sejak dari dahulu sampai sekarang dan pada masa yang akan datang. Negara yang maju dipastikan memiliki sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi.Demikian pula keberhasilan pembangunan suatu wilayah didukung oleh tersedianya fasilitas transportasi yang efektif dan efisien (Adisasmita, 2012).
Infrastruktur adalah sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lain yang dibutuhkan untukmemenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1998). Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial (Tanimart, 2008). Infrastruktur pada dasarnya merupakan asset pemerintah yang dibangun dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat. Prinsipnya ada dua jenis infrastruktur, yakni infrastruktur pusat dan daerah. Infrastruktur pusat adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, seperti jalan raya antar propinsi, pelabuhan laut dan udara, jaringan listrik, jaringan gas, telekomunikasidan sebagainya. Infrastruktur daerah adalah infrastruktur yang dibangun pemerintah daerah, seperti penyediaan air bersih, jalan khas untuk kepentingan daerah pariwisata dan sebagainya.
Ditinjau dari fungsinya, infrastruktur dibedakan pula menjadi dua, yakni infrastruktur yang menghasilkan pendapatan dan yang tidak menghasilkan pendapatan. Jenis infrastruktur pertama, umumnya dimanfaatkan sekelompok masyarakat tertentu, dimana dengan fasilitas yang disediakan, masyarakat penggunanya dikenakan biaya. Seperti air bersih, listrik, telepon, taman wisatadan sebagainya. Jenis infrastruktur kedua, penyediaannya untuk dinikmati masyarakat umum, seperti jalan raya, jembatan, saluran air irigasidan sebagainya sehingga penggunanya tidak dikenai biaya (Marsuki, 2007).
Pengertian Infrastruktur menurut kamus ekonomi diartikan sebagai akumulasi dari investasi yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sebelumnya yang meliputi barang yang dapat dilihat dan berbentuk misal jalan raya, jembatan, persediaan air dan lain-lain, serta barang-barang yang tidak berbentuk seperti tenaga kerja yang terlatih/terdidik yang diciptakan oleh investasi modal sumber daya manusia.
Menurut Grigg dalam Tanimart (2008), enam kategori besar infrastruktursebagai berikut:
a.    Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan)
b.    Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara)
c.    Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air)
d.   Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat)
e.    Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar
f.     Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas)
Sedangkan menurut Kodoatie (2005), infrastuktur dapat dibagi menjadi 13 kategori, antara lainSistem penyedia air; Sistem pengelolaan air limbah; Fasilitas pengelolaan limbah (padat); Fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi; Fasilitas lintas air dan navigasi; Fasilitas transportasi; Sistem transportasi publik; Sistem kelistrikan; Fasilitas gas dan energi alam; Gedung publik; Fasilitas perumahan publik; Taman kota; dan Fasilitas komunikasi.
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dansistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapatdidefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan,instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosialdan ekonomi masyarakat (Grigg, 1998).
Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apayang dilakukan sistem infrastruktur dan dapat dikatakan bahwa infrastruktur adalah aset fisikyang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting. Peran infrastruktur sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial dalamtatanan kehidupan manusia dengan lingkungan alam menjadi sangat penting.
Infrastruktur yang kurang (bahkan tidak) berfungsi akan memberikan dampak yang besarbagi manusia. Sebaliknya, infrastruktur yang terlalu berkelebihan untuk kepentinganmanusia tanpa memperhitungkan kapasitas daya dukung lingkungan akan merusak alamyang pada hakekatnya akan merugikan manusia juga makhluk hidup yang lain. Berfungsi sebagai suatu pendukung sistem sosial dan sistem ekonomi, maka infrastrukturperlu dipahami dan dimengerti secara jelas terutama bagi penentu kebijakan (Kodoatie, 2005).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA (skripsi dan tesis)


Suatu organisasi, terlepas dari bagaimana bentuknya organisasi tersebut, apapun tujuan yang akan dicapai, selalu mengharapkan sasaran / target yang telah ditetapkan akan dapat tercapai semaksimal mungkin. Untuk mencapai target tersebut, banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.
Muljarto (1977), menyatakan bahwa organisasi bukanlah sistem yang tertutup (close system) melainkan organisasi tersebut akan selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas rangsangan yang berasal dari lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua segi: pertama, lingkungan eksternal yang umumnya menggambarkan kekuatan yang berada di luar organisasi seperti faktor politik, ekonomi dan sosial, kedua adalah lingkungan internal yaitu faktor-faktor dalam organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana berfungsinya kegiatan mencapai tujuan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Higgins (1985) dalam Salusu (1996) menyatakan bahwa ada dua kondisi yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu kapabilitas organisasi yaitu konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal yang terdiri atas dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan. Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat positip, yang memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai sasarannya; sedangkan kelemahan adalah situasi dan ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Kedua faktor ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat kemampuan internal organisasi antara lain : struktur organisasi, sumberdaya baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki, integritas seluruh karyawan dan integritas kepemimpinan. Kondisi yang kedua adalah lingkungan eksternal, yang terdiri atas dua faktor stratejik, yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan bisa melampaui pencapaian sasarannya; sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya. Dalam mengamati lingkungan eksternal, ada beberapa sektor yang peka secara stratejik, artinya bisa menciptakan peluang, atau sebaliknya merupakan ancaman. Perkembangan teknologi misalnya, peraturan perundang-undangan, atau situasi keuangan, dapat saja memberi keuntungan atau kerugian bagi organisasi. Tetapi yang jelas, menurut William Cohen (David, 1989) ialah bahwa peluang dan ancaman hadir pada setiap saat dan senantiasa melampaui sumber daya yang tersedia. Artinya, kekuatan yang dimiliki organisasi selalu berada dalam posisi lebih lemah dalam menanggulangi ancaman, bahkan dalam mengejar dan memanfaatkan peluang sekalipun.
Sementara itu Steers (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyokong keberhasilan akhir suatu orgaisasi dapat ditemukan dalam empat kelompok umum. Keempat kelompok tersebut adalah:
  1. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi, sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi. Dengan demikian pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti luasnya desentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi, dan seterusnya. Jadi, keputusan mengenai cara bagaimana orang-orang akan dikelompokan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dilain fihak, yang dimaksud dengan teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanis yang digunakan dalam produksi, variasi dalam bahan yang digunakan dan variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran.
  2. karakteristik lingkungan, mencakup dua aspek yaitu pertama adalah lingkungan ekstern, yaitu semua kekuatan yang timbul di luar batas-batas organisasi dan mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi (contoh: kondisi ekonomi dan pasar, peraturan pemerintah), yang kedua, adalah lingkungan intern, yang dikenal sebagai iklim organisasi meliputi macam-macam atribut lingkungan kerja (contoh: pekerja sentris, orientasi pada prestasi) yang sebelumnya telah ditunjukan mempubyai hubungan dengan segi-segi tertentu dari efektivitas, khususnya atribut-atribut yang diukur pada tingkat individual (contoh: sikap kerja, prestasi).
  3. karakteristik pekerja, perhatian harus diberikan kepada perbedaan individual antara para pekerja dalam hubungannya dengan efektivitas. Pekerja yang berlainan mempunyai pandangan, tujuan, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda-beda. Variasi sifat manusia ini sering menyebabkan perilaku orang berbeda satu sama lain, walaupun mereka ditempatkan di satu lingkungan kerja yang sama. Lagi pula perbedaan-perbedaan individual ini dapat mempunyai pengaruh yang langsung terhadap dua proses yang penting, yang dapat berpengaruh nyata terhadap efektivitas. Yaitu rasa keterikatan terhadap organisasi atau jangkuan identifikasi para pekerja dengan majikannya, dan prestasi kerja individual. Tanpa rasa keterikatan dan prestasi, efektivitas adalah mustahil.
  4. kebijakan dan praktek manajemen, peranan manajemen dalam prestasi organisasi, meliputi variasi gaya, kebijakan dan praktek kepemimpinan dapat memperhatikan atau merintangi pencapaian tujuan. Peran manajer memainkan peran sentral dalam keberhasilan suatu perusahan melalui perencanaan, koordinasi, dan memperlancar kegiatan yang ditujukan ke arah sasaran. Adalah kewajiban mereka untuk menjamin bahwa struktur organisasi konsisten dengan dan menguntungkan untuk teknologi dan lingkungan yang ada. Lagipula adalah tanggungjawab mereka untuk menetapkan suatu sistem imbalan yang pantas sehingga para pekerja dapat memuaskan kebutuhan dan tujuan pribadinya sambil mengejar sasaran organisasi. Dengan makin rumitnya proses teknologi dan makin rumit dan kejamnya keadaan lingkungan, peranan manajemen dalam mengkoordinasi orang dan proses demi keberhasilan organisasi tidak hanya bertambah sulit, tapi juga menjadi semakin penting artinya.
Sementara itu Joedono (1974) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah organisasi antara lain meliputi : 1) faktor kualitas SDM, 2) struktur organisasi, 3) teknologi 4) pimpinan dan masyarakat, 5) bentuk kepemimpinan.
Sementara itu Gogin (1990) menyatakan bahwa kapasitas organisasi dapat memberi kontribusi pada keberhasilan implementasi. Kemampuan organisasi akan dipengaruhi (produk dari) tiga hal pokok yaitu: struktur organisasi, personel (human resources) dan finansial. Tiga hal tersebut bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. Lebih lanjut Gogin menjelaskan bahwa meskipun suatu kebijakan telah dirumuskan dengan jelas (yang memungkinkan untuk diimplementasikan secara mudah) akan tetapi mungkin saja bisa gagal oleh kelemahan struktur organisasi atau kelemahan sistem. Struktur yang ketat dan tersentralisir akan mendukung kepatuhan. Jika semua dalam kondisi sama (struktur, dsb) maka keberhasilan implementasi nampaknya akan sangat tergantung pada karakter dari tujuan kebijakan itu sendiri, jumlah staf yang memadai, ahli, dan mempunyai motivasi tinggi akan mempermudah proses konversi pesan kebijakan menjadi realita. Hal ini akan lebih berhasil lagi apabila juga didukung oleh kondisi finansial yang memadai.
Dengan mengacu pada berbagai teori yang dijelaskan di atas dan dihubungkan dengan fenomena di lapangan (actionable causes), maka penulis membatasi hanya melihat satu pengaruh variabel dari internal organisasi dan satu variabel pengaruh eksternal.

PENGERTIAN KINERJA (skripsi dan tesis)


Menurut R Wayne Pane dan Don.F.Faules dalam Deddy Mulyana (1993 : 134) dikemukakan bahwa: Kinerja yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah kinerja pegawai, yaitu bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau peranan dalam organisasi.
Bernandin dan Russel dalam J.P. Sianipar (1994 : 4) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu tertentu, selanjutnya J.P. Sianipar (1994 : 12) menyatakan bahwa:
Kinerja adalah hasil akhir atau kemampuan kerja seseorang atau sekelompok orang atas suatu pekerjaan pada waktu tertentu. Bentuk kinerja itu dapat berupa hasil akhir atau produk barang dan jasa, bentuk perilaku, kecakapan, kompetensi, sarana, ketrampilan spesifik yang berkontribusi terhadap pencapaian keseluruhan tujuan organisasi.

Sedangkan Prawirosentono (1994 : 2) mendefinisikan kinerja sebagai
Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Pendapat Horton dan Hunt yang diterjemahkan oleh Aminuddin Ram dan Tita (1996 : 122) menyatakan bahwa:
Kinerja merupakan operasionalisasi dari peran sehingga untuk memahaminya pada tataran operasional, terlebih dahulu dikaji konsep teoritik tentang peran. Peran didefinsikan sebagai perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status, sedangkan status/kedudukan adalah suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa status dalam konsepsi teori sosiologi diperoleh dari dua sumber yaitu pertama, status yang ditentukan atau diberikan (ascribed), dan kedua status yang diperjuangkan (achieved).

 Sebagai operasionalisasi dari peran dan status, kinerja dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau the degree of accomplishment atau tingkat pencapaian tujuan organisasi.
Sejalan dengan pengertian di atas, Bernardin dan Rusell (1993 : 379) menyebutkan bahwa :
“Performance is defined as the record of out comes product on a specified job function or activity during a specified time period (Kinerja merupakan tingkat pencapaian/rekor produksi akhir pada suatu aktivitas organisasi atau fungsi kerja khusus selama periode tertentu)”.

Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan visi, misi suatu organisasi yang bersangkutan.

KONSEP ORGANISASI (skripsi dan tesis)


Definisi organisasi banyak ragamnya, tergantung pada sudut pandang yang dipakai untuk melihat organisasi, tetapi definisi organisasi yang telah dikemukakan oleh para ahli setidaknya ada unsur sistem kerjasama, orang yang bekerja sama, dan tujuan bersama yang hendak dicapai.
Menurut Siagian (1997: 138-141) definisi tentang organisasi sebagai berikut :
“Organisasi adalah setiap bentuk perserikatan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk tujuan bersama dan terikat secara formal dalam persekutuan mana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang lain yang disebut bawahan.”

Gibson, et. al. (1996: 5) mempunyai pendapat bahwa ciri khas organisasi tetap sama, yaitu perilaku terarah pada tujuan. Gibson dan kawan-kawan berpendapat bahwa “Organisasi itu mengejar tujuan dan sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama.
Sedangkan Dessler (1985:116) mengemukakan pendapat tentang organisasi sebagai berikut
 “Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah tersusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-masing personal yang terlibat di dalamnya diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab, yang dikoordinasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dimana tujuan organisasi tersebut dirumuskan secara musyawarah, sebagai tujuan bersama yang diwujudkan secara bersama-sama”.

Rabu, 14 Desember 2016

Kinerja Daerah (skripsi dan tesis)


Desentralisasi yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2001 di Indonesia melibatkan semua administrasi pemerintah daerah dan serangkaian wewenang dan tanggung jawab yang luas. Secara keseluruhan, hal-hal tersebut hampir mencapai 40 persen dari total belanja pemerintah di tahun 2006. Peran pemerintah daerah dalam memberikan layanan dan mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan negara semakin besar dibandingkan sebelumnya. Bagaimanakah kinerja mereka enam tahun setelah penerapan desentralisasi tersebut Dengan tidak adanya sistem pemantauan, evaluasi, dan, pengukuran kinerja yang sistematis, pertanyaan penting tersebut tidak dapat dijawab secara akurat. Oleh karena itu, implikasi kebijakan desentralisasi yang lebih luas tetap tidak jelas (http://web.worldbank.org).
Semua pemangku kepentingan telah menyadari pentingnya pemantauan dan evaluasi kinerja pemerintah daerah. Sementara sejumlah latihan percobaan oleh instansi-instansi pemerintah serta organisasi-organisasi nasional dan internasional telah dilakukan, tidak ada perangkat evaluasi komprehensif yang telah diterapkan di tingkat nasional. Perangkat yang diterapkan di tingkat nasional tidak hanya akan mendorong semangat kompetisi yang sehat, akan tetapi juga dapat digunakan oleh warga negara untuk membandingkan kinerja pemerintah daerah mereka dengan praktik-praktik terbaik di kabupaten-kabupaten lainnya. Pemerintah pusat juga akan dapat memantau kinerja dengan lebih akurat, mendorong perbaikan melalui insentif keuangan, serta meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan desentralisasinya.
Suatu indeks yang luas yang mengukur kemajuan pemerintah daerah dalam dimensi-dimensi inti manajemen keuangan publik, kinerja fiskal, penyediaan layanan, dan iklim investasi dapat menjadi indikator utama bagi pemerintah daerah dalam mengevaluasi dan meningkatkan kinerja mereka. Tujuan keseluruhan dari prakarsa tersebut adalah untuk mencapai tujuan desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan penyediaan layanan umum dan kesejahteraan masyarakat melalui pemerintahan yang baik.
Tidak adanya sistem pengukuran kinerja pemerintah daerah yang komprehensif telah mengarah pada pembentukan prakarsa bersama antara pemerintah dan organisasi-organisasi internasional untuk mengembangkan dan menerapkan sistem pengukuran kinerja yang komprehensif untuk semua pemerintah daerah di Indonesia. Di bawah payung Fasilitas Dukungan Desentralisasi (DSF) multi donor, prakarsa tersebut dipimpin bersama-sama oleh subtim pengukuran kinerja pemerintah daerah di bawah im Keuangan Publik dan Pembangunan Daerah Bank Dunia dan divisi program ekonomi dari Yayasan Asia (The Asia Foundation - TAF).
Suatu indeks kinerja pemerintah daerah akan disusun berdasarkan empat pilar tematik berikut ini. Masing-masing dari keempat pilar tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bidang strategis lain yang masing-masing terdiri atas serangkaian indikator sebagai berikut (http://web.worldbank.org).:
a.       Manajemen Keuangan Publik (PFM)
Dengan adanya desentralisasi, luasnya cakupan tanggung jawab pemerintah daerah telah diimbangi dengan peningkatan ketersediaan pembiayaan secara dramatis di tingkat daerah. Akan tetapi, kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola dana-dana tersebut secara efisien dan transparan belum meningkat sejalan dengan meningkatnya yanggung jawab tersebut. Survei Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah akan melacak tingkat kapasitas dan perbaikan dari waktu ke waktu dalam bidang-bidang PFM kunci.
b.      Kinerja Fiskal
Untuk memantau dengan lebih baik upaya-upaya peningkatan penerimaan pemerintah daerah serta pilihan-pilihan pembelanjaan serta alokasi sektoral, Bank Dunia akan secara langsung mengumpulkan data anggaran dari pemerintah daerah dan mengembangkan indikator-indikator untuk menafsirkan kinerja kabupaten dalam bidang ini. Hal ini akan melengkapi prakarsa Departemen Keuangan dalam mengembangkan sistem keuangan daerah (SIKD).
c.       Pemberian Layanan
Indikator kinerja untuk pemberian layanan akan disusun dengan menggunakan data Susenas serta data dari survey Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah. Hasil-hasil dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan prasarana akan mendapatkan fokus khusus.
d.      Iklim Investasi
Kualitas dari iklim investasi yang mana dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah diukur setiap tahun oleh The Asia Foundation (TAF) dan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melalui survei iklim investasi yang mereka laksanakan. Metodologi surveinya baru saja direvisi dan ruang lingkup survei telah diperluas untuk mencakup secara persis prakarsa Bank Dunia. Serangkaian pilihan hasil-hasil penting dari survei The Asia Foundation/KPPOD akan diintegrasikan ke dalam indeks Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah.

Reformasi Keuangan Daerah (Skripsi dan Tesis)


Menurut Mulia P. Nasution berjudul “Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah” (Jurnal Forum Inovasi, Desember – Februari 2003), pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberi perhatian yang sungguhsungguh untuk mengakomodasi dan mewujudkan harapan dan tuntutan di atas. Upaya mewujudkan manajemen keuangan pemerintah yang baik, antara lain, diperjuangkan dengan memperhatikan prinsip dan nilai-nilai good governance. Yang selama ini sudah dilakukan adalah dengan membahas RUU Keuangan Negara yang sudah diundangkan DPR pada tanggal 9 Maret 2003 menjadi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Terdapat 4 prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang menjadi fokus perhatian utama dalam UU ini, yaitu (1) akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja, sehingga muncul kerangka kerja baru dengan nama “Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Budget)” yang pada saat ini sedang diujicobakan pelaksasanaannya dan diharapkan dimulai pada tahun anggaran 2005; (2) keterbukaan dan setiap transaksi keuangan pemerintah; (3) pemberdayaan manajer profesional; dan (4) adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional, dan mandiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan (double accounting).
Menurut Setiawan (2004), pentingnya reformasi keuangan pemerintah dengan beberapa bidang di atas sebagai fokusnya dilatarbelakangi oleh beberapa pertimbangan strategis yang terutama diwakili oleh luasnya skala persoalan yang harus diatasi. Persoalan-persoalan dimaksud antara lain :
Pertama, rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik. Karenanya, muncul tuntutan yang meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.
Kedua, tidak adanya skala prioritas yang terumuskan secara tegas dalam proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada keterpaduan antara rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus dilakukan analisis biaya-manfaat (cost and benefit analysis) sehingga kegiatan yang dijalankan tidak saja sesuai dengan skala prioritas tetapi juga mendatangkan tingkat keuntungan atau manfaat tertentu bagi publik.
Persoalan ketiga yang menuntut dilakukannya reformasi manajemen keuangan pemerintah adalah terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktek KKN.
Keempat dan terakhir adalah rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Inilah merupakan sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan keuangan di dalamnya, tidak dikelola secara profesional sebagaimana dijumpai dalam manajemen sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer yang profesional dalam sektor publik. Bahkan terdapat negasi yang tegas untuk memasukkan kerangka kerja sektor swasta ke dalam sector publik di mana nilai-nilai akuntabilitas, profesionalisme, transparansi, dan economic of scale menjadi kerangka kerja utamanya.

Otonomi Daerah (skripsi dan tesis)


Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No 32 Tahun 2004)
Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri”. Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri." Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya (Kamus Besar bahasa Indonesia).
Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat.(UU No 32 Tahun 2004). Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.