Tampilkan postingan dengan label Tata Kota. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tata Kota. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 April 2020

Teori Preferensi Konsumen (skripsi dan tesis)


Heirshleifer dan Glazer (1992:56) memberikan gambaran ideal dari preferensi individual atas alternatif barang-barang konsumsi dalam dua hukum (revealed preferences) yaitu.
1. Aksioma Perbandingan
Setiap dua barang yang berbeda (misalnya barang A dan B) dapat dibandingkan menjadi preferensi oleh individu. Setiap perbandingan pasti mengarah pada salah satu diantara ketiga hal berikut:
a. barang A lebih disukai dari barang B;
b. barang B lebih disukai dari barang A; atau
c. barang A dan B sama saja.
2. Aksioma Transitivitas
Apabila ada tiga barang yaitu A, B, dan C. jika barang A lebih disukai dari barang B dan barang B lebih disukai dari barang C, maka barang A lebih disukai dari barang C.
Kedua aksioma tersebut apabila digabungkan akan berbentuk proporsi pengurutan preferensi yaitu seluruh barang yang ada secara konsisten diurutkan menurut urutan
preferensi oleh seseorang, pengurutan ini disebut fungsi preferensi. Menurut Browning dan Zupan (1997:75) terdapat tiga asumsi dasar dalam preferensi konsumen yaitu:
1. konsumen dapat meranking urutan preferensi secara lengkap terhadap semua barang di pasar. Urutan preferensi menunjukkan tingkat kesenangan relative tanpa memperhatikan harga barangnya;
2. preferensi adalah transitivitas. Asumsi ini memungkinkan orang untuk memiliki preferensi yang rasional dan konsisten; dan
3. konsumen akan lebih menyukai barang dalam jumlah yang banyak dari pada barang yang sedikit.

Teori Lokasi Perumahan (skripsi dan tesis)


Pemilihan dan penentuan lokasi untuk properti perumahan bagi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan masing-masing individunya. Beberapa ahli membuat kesimpulan mengenai pemilihan lokasi properti perumahan sebagai berikut (Richadson, 1978: 280-281) :
1. Filter Down Theory
Teori ini muncul pada tahun 1920 oleh EW Burgess untuk menerangkan pola pemukiman di Chicago. Menurut EW. Burgerss, perkembangan CBD yang pesat membuat pusat kota menjadi tidak menarik (tanah mahal, macet, polusi)sehingga perumahan akan terlokasi dipinggir kota.
2. Hipotesis Tiebout (1956)
Tiebout mengemukakakan bahwa seseorang memilih lokasi perumahan kota atau kabupaten yang pajaknya rendah atau pelayanan publiknya bagus.
3. Trade off Model oleh Alonso (1964) dan Solow (1972,1973)
Secara sederhana diartikan sebagai adanya trade off aksesibilitas terhadap ruang yang dipilih rumah tangga sebagai lokasi untuk properti perumahan. Model ini juga mengasumsikan bahwa kota melingkar dengan sebuah pusat tenaga kerja dan transportasi yang tersedia dimana-mana, semua lokasi dipertimbangkan secara homogen kecuali jarak ke pusat kota. Rumah tangga akan bersedia membayar lebih untuk properti dengan lokasi yang lebih dekat dengan CBD karena biaya commuting lebih rendah.
4. Ellis ( 1967 )
Ellis menekankan pentingnya preferensi lingkungan dan karakteristik sekitar dalam memilih lokasi perumahan.
5. Senior dan Wilson (1974)
Senior dan Wilson menyatakan bahwa untuk beberapa rumah tangga, kemudahan pencapaian ke tempat kerja tidak berarti sama sekali.
6. Little (1974) dan Kirwan & Ball (1974)
Mereka meneliti mengenai implikasi dari keinginan sebagian besar keluarga- keluarga untuk hidup dengan tetangga yang homogen.
7. Social Aglomeration Theory (1985)
Dikemukakan bahwa orang memilih rumah dengan pertimbangan utama bahwa dia akan nyaman bersama dengan kelompok sosial tertentu dimana kelompok ini bisa terbentukk berdasarkan ras, pendapatan, usia, dan lain sebagainya, yang kemudian timbul segregasi.
Pilihan lokasi untuk rumah tinggal menggambarkan suatu usaha individu untuk menyeimbangkan dua pilihan yang bertentangan, yaitu kemudhan ke pusat kota dan luas tanah yang bisa diperoleh. Menurut Synder dan Anthony (1991: 153) ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi perumahan:
1. Perwilayahan (zoning). Peraturan antara lain terkait dengan tipe dan ukuran bangunan, persyaratan ketinggian bangunan, garis sepadan bangunan.
2. Utilitas (utilities) Meliputi ketersediaan dan kondisi saluran pembuangan air hujan, sanitasi, pemasangan gas, listrik, dan telepon.
3. Faktor-faktor teknis (technical factor). Kondisi tanah, topografi, dan drainase, desain dan biaya.
4. Lokasi (location). Ketersediaan di pasar untuk penggunaan yang diusulkan, aksesibilitas, kondisi pesekitaran, dan kondisi lalu lintas.
5. Estetika (eisthetics). Meliputi pemandangan dan bentang alam yang ada.
6. Komunitas (community). Terutama terkait lingkungan termasuk di dalamnya kesehatan dan jasa-jasa yang diselenggarakan pemerintah.
7. Pelayanan kota (city service). Penyediaan pendidikan, layanan kesehatan, dan jasa-jasa yang diselenggarakan pemerintah.
8. Biaya (cost). Biaya dan keterjangkauan penyewa.

Karakteristik Perumahan (skripsi dan tesis)


Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan yang bersifat unik terutama menyangkut hal- hal sebagai berikut :
1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah
2. Pemanfaatannya dalam jangka panjang.
3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber daya alam dan preferensinya.
4. Secara fisik dapat dimodifikasi.
Menurut Mahfud Sidik (2000), karakteristik perumahan bersifat unik, terutama menyangkut hal- hal sebagai berikut :
1. Lokasinya yang tetap dan hampir tidak mungkin dipindah
2. Pemanfaatannya dalam jangka panjang
3. Bersifat heterogen secara multidimensional, terutama dalam lokasi, sumber daya alam, dan preferensinya.
4. Secara fisik dapat dimodifikasi
Secara Spasial lokasinya tetap berarti bahwa lokasi perumahan memiliki atribut yang khusus tidak saja menyangkut aspek fisik, tetapi juga aspek kenyamanan, strata sosial, akses pada fasilitas umum, pusat perbelanjaan dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Jarak dengan tempat kerja, gaya hidup dan kenyamanan lingkungan sekelilingnya dan tujuan lainnya. Pemanfaatan rumah tinggal dalam jangka panjang adalah ciri umum dari bangunan perumahan.Pada umumnya penghuni rumah melakukan modifikasi bentuk, interior, eksterior, dan ruangan bangunan perumahan dari bentuk aslinya. Dari sisi pasar perumahan, di lokasi yang lain. Di lain pihak, modifikasi hunian yang banyak dilakukan oleh individu-individu di suatu lingkungan perumahan tertentu akan mempengaruhi kondisi pasar perumahan di lingkungan tersebut.

Perumahan (skripsi dan tesis)


Ada beberapa pengertian mengenai rumah dan perumahan. Menurut The Dictioonary of Real Estate Appraisal (2002:313) pengertian properti perumahan adalah tanah kosong atau sebidang tanah yang dikembangkan, digunakan atau disediakan untuk tempat kediaman, seperti single family houses, apartemen, rumah susun. Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan unian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Menurut American Institute Of Real Estate Appraisal (2001), resindential property dibagi menjadi single family resindential dan multifamily residential. Menurut Abd. Rahman (1992: 170) properti perumahan bisa dikategorikan kepada beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah tinggal, dapat dibedakan menjadi rumah elit, rumah menengah, rumah sederhana dan rumah murah.
2. Flat, dapat dibedakan menjadi rumah susun, apartemen, dan kondominium.
Menurut Harvey (1989), rumah memilikki 2 arti penting, yaitu :
1. Rumah sebagai kata benda, menunjukkan bahwa tempat tinggal (rumah dan tanah) sebagai suatu komiditi.
2. Rumah sebagai kata kerja, menunjukkan suatu proses dan aktivitas manusia yang terjadi dalam pembangunan, pengembangan maupun sampai proses penghuninya.
Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintan kelas C yang berlaku.
2. Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerinah kelas C sampai A yang berlaku.
3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/ atau biaya pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku.
Harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas pemerintah adalah harga satuan per m2 tertinggi yang tercantum dalam Pedoman Harga Satuan per m2 tetinggi untuk pembangunan gedung pemerintahan dari rumah dinas yang secara berkala ditetapkan oleh departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Cipta Karya.
Menurut Burgess dalam Mulyo Hendarto (2002), penyebaran kru permukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Saingan (Competition)
Warga kota yang satu dengan yang lainnya saling bersaing mendapatkan perumahan sesuai dengan keinginannnya. Keinginan untuk mendapatkan tempat yang baik tergantung kepada kemampuan ekonomi masing-masing.Jadi dengan demikian ada kemungkinan sukar
diaturnya mengadakan kompleks perumahan apabila faktor ekonomi perorangan ini menjadi faktor penentu.
2. Hak Milik Pribadi (Private Ownership)
Tanah-tanah yang sudah dimiliki dan direncanakan untuk membangun rumahnya, tidak mudah dimiliki oleh pihak lain. Terlebih jika letaknya strategis. Pemilikan seperti ini menulkitkan adanya perencanaan tata kota.
3. Perbedaan Keinginan (Differential Desirability)
Penilaian ini berkaitan dengan masalah pribadi, masalah prstise, masalah sosial, dan lainnya.
4. Topografi
Secara langsung maupun tidak langsung topografi ini berpengaruh terhadap kedudukan dari suatu bangunan, sehingga dapat mempengaruhi harga tanah ataupun bangunan di tempat- tempat tertentu, daya tarik untuk mkemiliki atau menolak tempat tersebut.
5. Transportasi
Berpengaruh terhadap waktu dan biaya perjalanan dikaitan dengan ketersesiaan dan kemampuan finansial, maka hal ini akan juga berpengaruh terhadap lokasi dan juga persebaran permukiman.
6. Struktur Asal (Intertia of Early)
Kota-kota dengan bangunan historis yang memiliki nilai budaya yang tinggu akan mempunyai kesulitan dalam rangka mengatur permukiman masa kini. Biasanya bangunan tersebut dipertahankan sebagai momentum bersejarah.
Selain faktor-faktor diatas yang dapat mempengaruhi lokasi permukiman ada pula satu faktor lain yang berpengaruh terhadap pergeseran lokasi permukiman, yaitu nilai tanah.

Permintaan Perumahan (skripsi dan tesis)


Permintaan perumahan memainkan peranan penting dalam mempengaruhi nilai pasar properti jenis perumahan. Hal ini di karenakan penawaran tanah untuk pembangunan terbatas dari segi keluasaan akan tetap dari segi permintaan selalu berubah dan bertambah. Awang Firdaos (1997 : 14) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap perumahan dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :
1. Lokasi
Keberadaan lokasi perumahan, apakah dipusat di pinggir kota sangat mempengaruhi minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak perumahan tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang semakin tinggi. Faktor-faktor ekonomi dari keberadaan lokasi perumahan juga menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih rumah yang dikehendakinya. Jarak menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efesiensi waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud.
2. Pertambahan penduduk
Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alamai maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah.
3. Pendapatan Konsumen
Kesanggupan seseorang di dalam memiliki rumah sangat dipengaruhi pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan seseorang meningkat dan kondisi perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi, kecenderungan untuk memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman
Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik pasar properti yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen sangat tergantung pada kemudahan pendanaan. Kemudahan pendanaan ini dapat berupa fasilitas kredit pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan jangka waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan tersebut dapat diperoleh konsumen, dipercaya permintaan akan rumah oleh konsumen akan bertambah. Sebaliknya jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan rumah oleh masyarakat.
5. Fasilitas dan Sarana Umum
Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, diantaranya infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana transportasi, dan lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebut membangun serta menarik minta investor yang selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan tersebut.
6. Harga Pasar Rumah
Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang yang dimaksud. Apabila harga rumah menengah naik, sementara kecenderungan memiliki rumah dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke rumah dengan harga yang lebih rendah.
7. Undang-undang
Peraturan tentang jenis hak penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan rumah. Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rumah.

Pasar Real Estate (skripsi dan tesis)


Pasar real estate berbeda dengan pasar ekonomi, yaitu sebagai suatu bisnis yang berjangka panjang memiliki karakteristik pasar yang sangat unik yaitu :
a. Pasar real estate bukan merupakan pasar persaingan sempurna karena keragaman barang, jumlah pembeli dan penjual yang terbatas, pasar real estate sangat erat dengan intervensi pemerintah, bersifat tidak mudah dipindahkan dan informasi berkaitan dengan real estate tidak sama antara pembeli dengan penjual.
b. Pasar real estate dicirikan oleh karakteristik pasokan yang tidak elastis. Hal ini berkaitan dengan adanya tenggang waktu pembangunan dengan operasi penggunaan.
c. Pasar real estate mengalami siklus untuk jangka waktu tertentu,dimana masing-masing lokasi berbeda.
Real estate adalah semua benda yang termasuk didalam dan diatas tanah yang merupakan bagian alam dari tanah dan juga semua benda yang dibuat dan dibangun oleh manusia (misalnya : bangunan rumah, sumurdan jaringan pipa air bersih). (AIREA : 2001). Elemen yang membentuk pasar perumahan dan perilaku para pelaku pasar menurut AIREA (2001) adalah: Lokasi, terkait erat dengan wilayah mana keputusan ekonomi yang relevan dilakukan. Kompetisi, berhubungan dengan fungsi permintaan dan penawaran, ketersediaan rumah dan jumlah pembeli potensial pada pasar. Demand unit merupakan suatu bagian yang menyatakan permintaan atas suatu produk yang didasarkan pada demografi, yang mendefinisikan jumlah pembeli sekarang dan yang akan datang

Elastisitas Permintaan (skripsi dan tesis)


Elastisitas merupakan suatu hubungan kuantitatif antar variabel-variabel,misal
antara jumlah yang diminta dengan harga barang tersebut. Sesuai dengan hukum permintaan komoditi tersebut. Besar perubahan permintaan akibat perubahan harga tersebut akan berbeda dari satu keadaan ke keadaan lain. Secara teori ekonomi dikenal istilah elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) sebagai suatu konsep yang menghubungkan perubahan kuantitas pembelian/ permintaan optimal atas suatu komoditi dengan perubahan harga relatifnya (Miller dan Meiner,2000,111).
Menurut Sukirno (2003) pengukuran elastisitas permintaan sangat bermanfaat bagi pihak swasta dan pemerintah. Bagi pihak swasta pengukuran elastisitas permintaan dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun kebijakan perekonomian yang akan dilaksanakannya seperti misalnya kebjakan impor komoditi yang akan mempengaruhi harga yang ditanggung rakyatnya. Pengukuran elastisitas permintaan kerap dinyatakan dalam ukuran koefisien elastisitas permintaan. Koefisien permintaan merupakan ukuran perbandingan persentase perubahan harga atas barang tersebut (Sukirno,2003). 
Elastis
Barang dikatakan elastis sempurna bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas lebih besar daripada satu. Hal ini terjadi bila jumlah barang yang diminta lebih besar daripada persentase perubahan harga barang tersebut.
2. Elastisitas Uniter
Barang dikatakan elastis uniter bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas sebesar satu. Persentase perubahan harga direspon proporsional terhadap persentase jumlah barang yang diminta.
3. Tidak elastis
Barang dikatakan tidak elastis bila persentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil daripada persentase perubahan harga sehingga koefisien elastisitas permintaannya antara nol dan satu.
Menurut Sukirno (2003) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan suatu barang, yaitu :
1. Tingkat kemampuan barang – barang lain untuk menggantikan barangyang bersangkutan.
Apabila suatu barang mempunyai banyak barang pengganti (barang substitusi), permintaan atas barang tersebut cenderung akan bersifat elastis. Perubahan harga yang kecil akan beralih ke barang lain sebagai penggantiannya. Untuk barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut bersifat tidak elastis. Karena konsumen sukar memperoleh barang pengganti apabila harga barang tersebut naik permintaan tidak banyak berkurang.
2. Persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut.
Besar bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli suatu barang dapat mempengaruhi elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu barang, maka permintaan barang tersebut akan semakin elastis.
3. Jangka waktu pengamatan atas permintaan.
Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, permintaan atas barang tersebut semakin elastis. Jangka waktu yang singkat permintaan tidak bersifat elastis karena perubahan pasar belum diketahui oleh konsumen. Dalam jangka waktu lebih lama konsumen akan mencari barang alternatif untuk menggantikan barang yang mengalami kenaikan harga.

Hukum Permintaan (skripsi dan tesis)


Hukum permintaan merupakan suatu hipotesa yang menjelaskan hubungan antara harga barang dengan jumlah barang yang dibeli konsumen.Jumlah barang yang dibeli konsumen berbanding terbalik dengan harga. Makin tinggi harga suatu barang makin
sedikit permintaan akan barang tersebut, sebaliknya makin rendah harga suatu barang makin banyak permintaan akan barang tersebut, dimana faktor-faktor lain dianggap tetap seperti pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, selera masyarakat, tidak adanya barang substitusi dan ramalan (estimasi) harga dimasa yang akan datang.
Penyebab utama berlakunya hukum permintaan ini karenaterbatasnya pendapatan konsumen. Hubungan terbalik antara harga dan jumlah permintaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Hal ini disebut sebagai efek subtitusi.
2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang, dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga. Permintaan akan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli, pada tahap kosumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan. Hal ini disebut sebagai efek pendapatan (Sukirno, 2005).
Namun demikian terdapat beberapa perkecualian sehingga hukum permintan ini tidak berlaku, yaitu:
1. Kasus barang giffen
Barang giffen adalah barang inferior, tetapi tidak semua baranginferior adalah barang giffen.Dalam kasus ini ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat harga menyebabkan permintaan terhadap barang ini menunjukkan harga yang semakin meningkat. Oleh karena itu barang giffen dikatakan sebagai barang yang mempunyai slope kurva permintaan positif.
2. Kasus pengaruh harapan dinamis
Dalam hal ini, perubahan jumlah yang diminta dipengaruhi oleh perubahan harga yang terkait dengan harapan konsumen. Artinya,kenaikan harga suatu barang hari ini akan diikuti kenaikan permintaan terhadap barang tersebut, karena terselip adanya harapan bahwa barang tersebut akan terus mengalami kenaikan, contoh: valas.
3. Kasus barang prestise
Pada kasus ini memasukkan kepuasan konsumen dalam pembeliansuatu barang. Semakin tinggi harga suatu barang semakin tinggi kepuasan konsumen sehingga meningkatkan unsur prestise, akibatnya semakin tinggi pula kesediaan konsumen untuk membayar harga barang tersebut, contoh: permata.
2.1.1.3 Kurva Permintaan
Jika dimisalkan permintaan seseorang hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, maka setiap perubahan harga barang tersebut akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk menentukan berapa jumlah yang akan dimintanya. Pada umumnya jika suatu harga barang naik maka jumlah barang yang diminta akan turun, begitu pula
sebaliknya. Kurva permintaan adalah kurva yang menghubungkan antara tingkat harga suatu barang dengan jumlah yang diminta atas barang tersebut, ceteris paribus.perubahan harga akan mempengaruhi jumlah yang diminta, bukan permintaan. Sedangkan perubahan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kanan dan ke kiri. Pegeseran kurva permintaan berarti jumlah yang diminta akan berubah di setiap tingkat harga.
Kurva permintaan mempunyai slope yang menurun ke kanan (berslope negatif) yang berarti jika harga suatu barang naik (asumsi yanglain tetap- ceteris paribus) maka konsumen akan cenderung untuk menurunkan permintaanya atas barang tersebut, begitu pula sebaliknya dan hal ini disebut Hukum Permintaan. (Suryawati, 2005).

Teori Permintaan (Skripsi dan tesis)


Menurut Sukirno (2005) permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai :
Dx = f ( Px, Y, Py, T, u )
Dimana :
Dx = Jumlah barang X yang diminta
Px = Harga Barang X
Y = Pendapatan Konsumen
Py = Harga Barang Lain
T = Selera
u = Faktor-faktor Lainnya
Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya.Dimana Dx adalah jumlah barang Xyang diminta konsumen, Y adalah pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera konsumen dan u adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam kenyataannya permintaan akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh faktor-faktorlain.
Menurut Miller dan Meiners (2000) permintaan merupakan fungsi dari :
1. Harga Barang Sendiri
Apabila harga barang sendiri mengalami kenaikan maka permintaan akan barang tersebut turun.
2. Pendapatan
Kenaikan pendapatan biasanya akan mengakibatkan kenaikan permintaan.
3. Selera dan preferensi
Keterbatasan teori yang mengkaji tentang perubahan seleramempersulit dalam mengukur selera dan preferensi konsumen,sehingga diasumsikan selera konsumen konstan.
4. Harga barang subsitusi
Merujuk kepada barang apapun yang perubahan harganya akan mempengaruhi permintaan.
5. Perubahan dugaan tentang harga di masa depan (ekpektasi harga)
Perkiraan akan terjadi penurunan harga dimasa depan akan meningkatkan permintaan barang tersebut.
6. Penduduk
Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (asumsipendapatan konstan) akan meningkatkan permintaan.

Masyarakat Menengah Ke Bawah (skripsi dan tesis)


Secara garis besar perbedaan yang ada dalam masyarakat berdasarkan materi yang dimiliki seseorang yang disebut sebagai kelas sosial (social class). Noor membagi kelas sosial dalam tiga golongan, yaitu:
a. Kelas atas (upper class)
Upper class berasal dari golongan kaya raya seperti golongan konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya. Pada kelas ini segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan mudah, sehingga pendidikan anak memperoleh prioritas utama, karena anak yang hidup pada kelas ini memiliki sarana dan prasarana yang memadai dalam belajarnya dan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tambahan sangat besar. Kondisi demikian tentu akan membangkitkan semangat anak untuk belajar karena fasilitas mereka dapat dipenuhi oleh orang tua mereka.
b. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah biasanya diidentikkan oleh kaum profesional dan para pemilik toko dan bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh orang-orang yang kebanyakan berada pada tingkat yang sedang-sedang saja. Kedudukan orang tua dalam masyarakat terpandang, perhatian mereka terhadap pendidikan anak-anak terpenuhi dan mereka tidak merasa khawatir akan kekurangan pada kelas ini, walaupun penghasilan yang mereka peroleh tidaklah berlebihan tetapi mereka mempunyai sarana belajar yang cukup dan waktu yang banyak untuk belajar.
c. Kelas bawah (lower class)
Menurut Sumardi (2005) kelas bawah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai orang miskin dan kehilangan amnisi dalam merengkuh keberhasilan yang lebih tinggi. Golongan ini antara lain pembantu rumah tangga, pengangkut sampah dan lain-lain. Penghargaan mereka terhadap kehidupan dan pendidikan anak sangat kecil dan sering kali diabaikan, karena ini sangat membebankan mereka. Perhatian mereka terhadap keluarga pun tidak ada, karena mereka tidak mempunyai waktu luang untuk berkumpul dan berhubungan antar anggota keluarga kurang akrab.
Gunawan (2000) mengemukakan mengenai ciri-ciri umum keluarga dengan status sosial ekonomi atas dan bawah yaitu:
a. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi atas:
1) Tinggal di rumah-rumah mewah dengan pagar yang tinggi dan berbagai model yang modern dengan status hak milik.
2) Tanggungan keluarga kurang dari lima orang atau pencari nafkah masih produktif yang berusia dibawah 60 tahun dan tidak sakit.
3) Kepala rumah tangga bekerja dan biasanya menduduki tingkat professional ke atas.
4) Memiliki modal usaha.
b. Ciri-ciri keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah:
1) Tinggal di rumah kontrakan atau rumah sendiri namun kondisinya masih amat sederhana seperti terbuat dari kayu atau bahan lain dan bukan dari batu.
2) Tanggungan keluarga lebih dari lima orang atau pencari nafkah sudah tidak produktif lagi, yaitu berusia 60 tahun dan sakit-sakitan.
3) Kepala rumah tangga menganggur dan hidup dari bantuan sanak saudara dan bekerja sebagai buruh atau pekerja rendahan seperti pembantu rumah tangga, tukang sampah dan lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi dapat dilihat dari tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal dan kekayaan yang dimiliki individu yang bersangkutan



Preferensi Lokasi Perumahan (skripsi dan tesis)


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penger tian dari preferensi adalah hal yang didahulukan daripada yang lain, prioritas, pilihan, kecenderungan dan kesukaan.
Pilihan terhadap kebutuhan tempat tinggal akan berbeda pada setiap individu ataupun keluarga (Chen & Nakama, 2015). Preferensi lokasi perumahan adalah keinginan seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat (Rahman, Hasshim, & Rozali, 2015). Preferensi bertempat tinggal dipengaruhi beberapa faktor yang tidak sama nilainya bagi seseorang atau keluarga (Purbosari & Hendarto, 2012). Pada perkembangannya, factor-faktor tersebut akan mendorong individu atau keluarga untuk melakukan mobilitas tempat tinggal di daerah perkotaan (Howley, Scott, & Redmond, 2009).
 Masalah yang berkaitan dengan kelompok sasaran penghuni adalah masalah lokasi. Bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang, aspek lokasi akan mempunyai implikasi ekonomi karena keterkaitannya dengan tempat kerja dan fasilitas sosial. Jarak yang jauh dengan tempat kerja dan fasilitas sosial berarti akan menambah persentase pengeluaran ongkos transportasi dibandingkan seluruh pengeluaran rutin keluarga.

Kualitas kehidupan yang berupa kenyamanan dan keamanan dari suatu rumah sangat ditentukan oleh lokasinya. Daya tarik dari suatu lokasi ditentukan oleh dia hal yaitu aksesibilitas dan lingkungan. Aksesibilitas merupakan daya tarik yang ditentukan oleh kemudahan dalam pencapaian keberbagai pusat kegiatan seperti pusat perdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempat rekreasi, pelayanan pemerintahan, jasa profesional, dan bahkan merupakan perpaduan antara semua kegiatan tersebut (Luhst, 1977)dalam Kalesaran (2013).
Menurut Bourne (1975) dalam Kalesaran (2013), faktor lingkungan yang menjadi pertimbangan dalam memilih lokasi perumahan meliputi:
a. Aksesibilitas ke pusat kota: jalan raya utama, sekolah dan tempat rekreasi.
b. Karakteristik fisik dan lingkungan pemukiman: Kondisi jalan, pedestrian, pola jalan dan ketenangan.
c. Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi, dan pemadam kebakaran. d. Lingkungan sosial: pemukiman bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis dan demografi.
d. Karakteristik site rumah: luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar dan biaya pemeliharaan.

Menurut Drabkin (1980) dalam Kalesaran (2013), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan lokasi perumahan yang secara individu berbeda satu sama lain yaitu :

a. Aksesibilitas yaitu terdiri dari kemudahan transportasi dan jarak ke pusat kota
b. Lingkungan, dalam hal ini terdiri dari lingkungan sosial dan fisik seperti kebisingan, polusi dan lingkungan yang nyaman
c. Peluang kerja yang tersedia, yaitu kemudahan seseorang dalam mencari pekerjaan untuk kelangsungan hidupnya.
d. Tingkat pelayanan, lokasi yang dipilih merupakan lokasi yang memiliki pelayanan yang baik dalam hal sarana dan prasarana.

Dari banyak kriteria yang mempengaruhi pemilihan tempat,   
yang paling utama menurut Catanese (1992) adalah :
a. Hukum dan lingkungan. Akankah hukum yang berlaku mengijinkan didirikannya gedung dengan ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, tinggi maksimum gedung, batasanbatasan kemunduran dan berbagai kendala lain yang berkaitan.
b. Sarana. Suatu proyek membutuhkan pemasangan air, gas, listrik, telepon, tanda bahaya (alarm), jaringan drainase.
c. Faktor teknis. Bagaimana keadaan tanah, topografi, dan drainase yang mempengaruhi desain tempai atau desain bangunan
d. Lokasi. Yang dipertimbangkan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewati kendaraan umum dan dilewati banyak pejalan kaki.
e. Estetika Bagaimana view yang ada dimanfaatkan sebaik mungkin.
f. Masyarakat Yang dipertimbangkan adalah dampak pembangunan perumahan tersebut terhadap masyarakat sekitar, kemacetan lalu lintas dan kebisingan
g. Fasilitas pelayanan. Yang dipertimbangkan adalah aparat kepolisian, pemadam kebakaran, pembuangan sampah dan fasilitas sekolah
h. Biaya. Yang dimaksud dengan biaya adalah tanah/lahan yang murah

Menurut Anthony (2017), faktor yeng mempengaruhi preferensi pemilihan lokasi perumahan khususnya perumahan bersubsidi adalah :

a. Harga, yang terdiri dari sub faktor:
- Kesesuaian harga dengan daya beli
- Kesesuaian harga dengan cicilan terjangkau yang sesuai kemampuan
- Kesesuaian harga melalui uang muka yang ringan
- Kesesuaian harga melalui pajak dan biaya transaksi yang terjangkau
b. Lokasi, yang terdiri dari sub faktor:
- Jarak ke pusat kota
- Jarak ke tempat kerja
- Jarak ke pusat kegiatan
- Kemudahan transportasi
- Tidak banjir
c. Desain dan kualitas bangunan, yang terdiri dari sub faktor:
- Desain dan tampak depan bangunan
- Denah bangunan
- Spesifikasi bangunan
- Kualitas pengerjaan
d. Lingkungan, yang terdiri dari sub faktor:
- Keamanan lingkungan
- Keasrian dan kenyamanan lingkungan
- Lahan perumahan luas dan jalan lebar
- Perumahan sudah ramai
- Tetangga-tetangga dikenal dengan baik

Perkembangan Permukiman di Pinggiran Kota (skripsi dan tesis)


Pertumbuhan  kota ke area pinggiran  karena meningkatnya kebutuhan dapat terjadi secara alami.  Kondisi tersebut mengakibatkan  terjadinya  perubahan  penggunaan lahan ke arah luar kota (non urban) terutama untuk memenuhi kebutuhan manusia berupa tempat bermukim telah berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu. Proses perubahan tersebut merupakan  peristiwa terjadinya perubahan  kenampakan fisik kotayang merembet kearah luar yang disebabkan oleh adanya penetras dari  suatu  kelompo penduduk  area  terbangun  kota  (built  up  area) kearah  luar, sehingga wilayah perbatasan menjadi area yang dituju bagi orientasi perkembangan kota (Adisasmita, 2006). Menurut pendapat Yunus (2012), ketersediaan ruang di wilayah kota dalam kondisi tetap dan terbatas mengakibatkan  pengambilan ruang di area pinggiran kota untuk memenuhi kebutuhan ruang yang digunakan sebagai tempat tinggal dan fungsi-fungsi yang lain.
Tanda-tanda perkembangan kota yang menjalar ke area pinggiran kota dikenal sebagai “invasion” dan proses terjadinya kenampakan fisik kota menuju ke arah luar kota desebut sebagai “urban sprawl” (Northam dalam Yunus, 2012)
Penjalaran fisik kota menurut Northam dalam Yunus (2012)  terbagi menjadi tiga macam model, yaitu :
a) Perkembangan Konsentris (concentric development) adalah penjalaran fisik kota yang bersifat rata pada sisi luar yang terjadi dalam tempo yang lambat dan terdapat tanda-tanda yang mengindikasikan adanya morfologi kota yang kompak.
 b) Perkembangan fisik memanjang atau linier (ribbon/linear/axial development) merupakan penjalaran fisik kota pada area yang berada di sepanjang jaringan jalan dan  mengikuti pola jaringan jalan tersebut dan terdapat perbedaan penjalaran dalam setiap bagian perkembangan kota.

c) Perkembangan yang meloncat (leap frog/chercher board development) merupakan penjalaran fisik kota tanpa pola.
    Spencer (dalam Yunus, 2012),mengemukakan definisi beberapa alasan yang mendorong perpindahan penduduk ke daerah pinggirann kota: (1) penggunaan tanah untuk permukiman di kota bersaing dengan tanah lain yang lebih komersil, sehingga tanah yang tersedia untuk permukiman semakin berkurang ;(2) penduduk kota semakin meningkat jumlahnya; (3) sarana transportasi menuju pinggiran kota menjadi lebih baik dan fleksibel, sehinggmemungkinkan  penduduk  dan  perusahaan-perusahaan   pindah  lebih  jauh  dari pusat-pusat bisnis (kota), menyebar ke pinggiran kota mengikuti jalur transportasi; (4) orang-orang  kota menginginka tempat tinggal yang lebih luas dan tenang, karena mereka merasa bahwa tempat tinggal di kota sangat padat dan sesak; (5) Pemerinta telah  membantu  penduduk  untuk  mengusahakan  pemilikan  rumayang menarik dengan syarat pembayaran yang ringan di daerah pinggiran kota.
Ruswurm 1980  dala Yunus  (2012:131),  berpendapat  bahwa faktor- faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pinggiran kota yakni: 1) Pertumbuhan penduduk (population growth); 2) persaingan memperoleh lahan (competition for land); 3) hak-hak kepemilikan (property right); 4) kegiatan developers (developers activities); 5) perencanaan (planning controls); 6) perkembangan   teknologi   (technological   development);   7) lingkungan   fisik (physical environement).
Menurut pendapat Rugg (1979 : 71) dalam  Warsono (2006), pinggiran kota merupakan kota yang  letak wilayahnya berada di perbatasan dengan kota di sebelahnya yang memiliki hirarkhi lebih tinggi, berkarakteristik  wilayah pedesaan dan kondisi  intensitas wilayah terbangun lebih rendah dari kota pusatnya, intensitas ini akan menurun dari kota ke desa.
Menurut Bintarto  (1989),  gejala terjadinya perembetan  kota dapat diidentifikasi dari kenampakan  fisik kota ke arah luar yang dapat dilihat melalui terbentuknya zone-zone yang meliputi daerah-daera : (1) area yang melingkari sub urban dan merupakan daerah peralihan antara desa kota (sub urban fringe), (2) area batas luar kota yang memiliki sifat-sifat mirip kota (urban fringe), dan (3)  area terletak antara daerah kota dan desyang   ditandai   dengan   penggunaan   tanah   campuran   (Rural-Urban-Fringe).
 Bar-Gal, 1987 dalam Kustur (1997:4), mengemukakan bahwa, sebaga daera urban  fringe dapat dilihat   melalui  berbagai  karakteristikseperti peningkatan harga tanah yang drastis, perubahan fisik penggunaan tanah, perubaha komposisi  penduduk  dan  tenaga  kerja serta  berbaga aspek  sosial lainnya. Evers (1986:29-31) dalam Warsono (2006) berpendapat bahwa, gejala perkembangan perluasan kota terjadi yang terjadi secarterencana maupun tidak direncanakan (natural), berdampak padperubahan konsep fungsi tanah sebagai gejala baru di pinggiran kota terutama bagi penduduk asli.