Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Maret 2011

Judul Skripsi Sosiologi :MENGURAI PERJALANAN KAPITALISME DALAM SEJARAH INDONESIA (Pergeseran ”Spirit Of Capitalism” Menjadi Sistem Ekonomi Tanpa Keadilan)

A. Latar Belakang Masalah
Sistem kapitalisme di Indonesia selalu diidentikan dengan suatu sistem yang hanya mengedepankan keuntungan para pemilik modal saja. Kapitalime dalam sejarah Indonesia lekat dengan eksploitasi para tuan tanah (kaum feodal) hingga era modern dikuasai oleh kaum pemilik modal. Sistem kapitalisme selalu lekat dengan kondisi dimana persaingan, pekerjaan serta adanya pihak invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih menguntungkan. Pandangan ini menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah.
Sistem kapitalisme juga lekat dengan laize faire. Dimana laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah sehingga timbullah individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi. Kapitalisme justru menimbulkan rasa ketidaksensifitas terhadap persamaan dan keadilan sosial bagi seluruh kalangan masyarakat secara merata. Dimana golongan penguasa modal akan semakin menekan kaum pekerja dalam upaya untuk memnuhi motivasi yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Pengidentikan kapitalisme dengan sistem penuh ketidakadilan ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan pengidentikan sistem kapitalisme ini juga berlaku di Amerika dan Eropa sebagai tanah asal dan tanah berkembangnya ”spirit of capitalism”. Sebenarnya sistem kapitalisme yang di jalankan di Amerika berbeda dengan system kapitalisme di Negara-negara Eropa meskipun sistem kapitalime yang dijalankan di Amerika berasal dari negara Eropa. Sistem kapitalisme di Amerika lebih banyak menganut kebebasan sehingga meminimalisir pengaturan oleh pihak pemerintah. Kebebasan ini merupakan pengaruh paham kebebasan yang dibawa oleh imigran. Imigran yang datang ke Amerika adalah orang-orang yang tidak terikat pada tuan tanah atau siapapun. Mereka bebas menggarap lahannya, bebas memilih lahan, bebas memanfaatkan semua hasil panen tanpa adanya pungutan pajak.
Apabila kita menilik pada akar sejarah dari awal mula perkmebangan kapitalisme sendiri maka perkembangan yang ada justru melawan dari nilai awal yang diperjuangkan dalam kapitalisme itu sendiri. Pada awalnya kapitalisme berawal dari upaya untuk menaklukkan alam serta system feodalisme untuk menumbuhkan semangat kemandirian (self reliance), eligaterisme dan individualisme. Semangat untuk mendukung kebebasan dari suatu system yang terkurung dalam struktur kaku yang tidak memungkinkan anggota masyarakat untuk mengubah pekerjaan atau meningkatkan status yang lebih tinggi. Paham kapitalisme memiliki keyakinan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk maju atas kemauan sendiri. Gagasan inilah yang menumbuhkan dan meningkatkan persamaan, toleransi dan memberikan rasionalisasi bagi kemandirian ekonomi sehingga memenuhi nilai-nilai kapitalisme itu sendiri.
Pergeseran ”spirit of capitalism” dalam kapitalisme menajdi praktek ekonomi dengan ketidadilan dalam sejarah inilah yang mendasari penulis untuk mengangkat kajian mengenai perjalanan perubahan pemahaman mengenai kapitalisme. Hal ini bertujuan dan bermanfaat untuk menguraikan apa yang sebenarnya terkandung dalam kapitalisme ”spirit of capitalism” yaitu sehingga dapat mengembalikan pemahaman mengenai kapitalisme pada nilai dasarnya.

B. PEMBAHASAN
Dalam sejarah, awal mula kapitalisme telah ada dalam pemikiran masyarakat yang berkembang di Babilonia, Mesir, Yunani dan Kekaisaran Roma. Para ahli ilmu sosial menamai tahapan awal kapitalisme ini dengan sebutan commercial capitalism. Kapitalisme komersial berkembang ketika pada zaman itu perdagangan lintas suku dan kekaisaran sudah berkembang dan membutuhkan sistem hukum ekonomi untuk menjamin fairness perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh para pedagang, tuan tanah, dan kaum rohaniawan.
Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan kapitalisme yang dikenal sebagai tata cara dan “kode etik” yang dipakai oleh kaum merkantilis. Awal kapitalisme dengan bercirikan merkantilisme diawali oleh kaum pedagang yang banyak berkumpul di bilangan pelabuhan Genoa, Venice dan Pisa. Kaum merkantilis memakai kapitalisme sebagai tahap lanjutan sistem sosial ekonomi yang dibentuk. Tatanan ekonomi dan politik yang berkembang memerlukan hukum dan etika yang disusun dengan relatif mapan. Hal ini disebabkan terjadi perkembangan kompetisi dalam sistem pasar, keuangan, tata cara barter serta perdagangan yang dianut oleh para merkantilis abad pertengahan. Para merkantilis mulai membuka wacana baru tentang pasar luas. Merkantilis memulai perluasan kapitalisme tidak hanya melewati wilayah dalam satu benua saja namun mengembangkan hingga perdagangan hingga ke seluruh wilayah di dunia. Hal ini tidak hanya menyangkut pengiriman ke namun juga pengiriman dari sehingga memulai komoditas keunggulan dari satu wilayah yang dikirim ke wilayah lain. Ketika mereka berbicara tentang pasar dan perdagangan, mau tidak mau mereka mulai bicara tentang barang dagang (komoditas) dan nilai lebih yang nantinya akan banyak disebut sebagai the surplus value (nilai lebih). Dari akar penyebutan inilah, wacana tentang keuntungan dan profit menjadi bagian integral dalam kapitalisme sampai abad pertengahan.
Pandangan merkantilis dan perkembangan pasar berikut sistem keuangan telah mengubah cara ekonomi feodal yang semata-mata bisa dimonopoli oleh para tuan tanah, bangsawan dan kaum rohaniawan. Ekonomi mulai bergerak menjadi bagian dari perjuangan kelas menengah dan mulai menampakkan pengaruh pentingnya. Ditambah lagi, rasionalisasi filosofis abad modern yang dimulai dengan era renaissance dan humanisme mulai menjalari bidang ekonomi juga.
Setidaknya terdapat tiga tokoh ilmuwan filsafat sosial yang cukup memberikan pengaruh yang dramatis terhadap perkembangan kapitalisme industri modern. Tokoh tersebut adalah: Pertama, Thomas Hobbes dengan pandangan egosentris etisnya, yang pada intinya meletakkan sisi ajaran bahwa setiap orang secara alamiah pasti akan mencari pemenuhan kebutuhan dirinya; Kedua, John Locke yang menekankan sisi liberalisme etis, di mana salah satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus dihargai hak kepemilikan personalnya. Ketiga, Adam Smith dimana di dalam pandangan klasiknya Adam Smith menganjurkan permainan bebas pasar yang memiliki aturannya sendiri. Persaingan, pekerjaan dari invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih menguntungkan. Pandangan ini menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah.
Kapitalisme di tiga tokoh itu (Hobbes, Locke dan Adam Smith) mendapatkan legitimasi rasionalnya. Akselarasi perkembangan kapitalisme rasional ini memicu analisa dan praktek ekonomi selanjutnya. Akselarasi kapitalisme semakin terpicu dengan timbulnya “revolusi industri”. Kapitalisme mendapatkan piranti kerasnya dalam pencapaian tujuan utamanya, yaitu akumulasi kapital (modal). Industrialisasi di Inggris dan Perancis mendorong industri-industri raksasa. Perkembangan raksasa industri mekanis modern ini, memicu kolonialisme dan imperialisme ekonomi. Tidak mengherankan apabila dalam era ini muncul konsep exploitation de l’homme par l’homme.
Sementara itu, kapitalisme di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh kaum Puritan. Kaum puritan adalah sekelompok komunitas dari beberapa generasi setelah Reformasi di wilayah Inggris Raya dan Amerika, yang berusaha mereformasi dan memurnikan gereja serta memimpin orang-orang kepada Alkitab, kehidupan yang saleh, mempertahankan konsistensi doktrin tentang anugerah. Kelompok Puritan inilah yang dianggap sebagai salah satu kelompok imigran ikut berpengaruh membentuk kebudayan Amerika .
Upaya mereka untuk memenuhi persyaratan Tuhan untuk menjadi orang yang dipilih untuk diselamatkan atau juga dikenal dalam slogan "to work is to glorify God” atau “bekerja adalah untuk memuliakan Tuhan" adalah sebagai identifikasi terhadap etos kerja kaum Puritan. Adanya etos kerja kaum Puritan yaitu "bekerja untuk memuliakan Tuhan" telah memberikan inspirasi banyak orang untuk bekerja dengan mengembangkan perusahaan mereka sendiri dan berpartisipasi dalam perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk melakukan investasi. Di sisi lain sebagai tanah impian baru, Amerika memberikan kebebasan yang berkembang dengan penghargaan terhadap hak-hak individu. Minimnya penguasaan Inggris sebagai negara asal sebagai besar imigran meminimalkan pengaturan negara terhadap send-sendi kehidupan. Hal ini bukan berarti Amerika kemudian tidak memiliki pengaturan pada kehidupan bermasyarakat namun membebaskan bagi sebuah pembentukan pemerintahn dengan nilai yang berbeda. Misalkan tidak masuknya struktur kebangsawan dalam urusan pemerintahan. Nilai ini kemudian menjadi cikal bakal perkembangan demokrasi yang ada di Amerika selanjutnya. Nilai demokrasi tidak hanya menyangkut masalah kebebasan berpendapat namun juga kebebasan anggota masyarakat dalam bidang ekonomi yaitu untuk menjalankan usaha selama kegiatan usaha tidak merugikan kepentingan masyarakat.
Secara singkat maka terdapat nilai dasar dalam spirit of capitalisme yaitu:
1. Nilai individualisme
Individualisme disini berarti seseorang harus menjadi dirinya sendiri artinya individu anggota masyarakat harus mampu independen, tidak tergantung pada orang lain sebab setiap orang memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri (Peackock, 1996). Dalam nilai individualisme tidak hanya memasukkan unsur independen saja namun juga unsur lainnya yang sangat penting yaitu self reliance, self interest, self confidence, self esteem, and self fulfillment are meaning of individualisme (keyakinan diri, minat probadi, kenyamanan pribadi dan pemenuhan kebutuhan pribadi adalah arti individualisme secara mendalam).
2. Nilai kebebasan
Nilai individualisme tidak dapat dipisahkan dengan semangat kebebasan karena nilai individualisme sendiri dapat teraktualisasikan melalui independensi. Independensi dalam kapitalisme meliputi kebebasan berusaha dan kebebasan pasar.
3. Nilai produktivitas
Dalam kapitalisme maka setiap individu diharuskan untuk memproduksi (dengan kata lain berkarya) untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Semakin banyak produk (karya) yang dihasilkan seseorang maka makin berharga dirinya di tengah mata masyarakat. Penghargaan datang tidak hanya dari keturunan seperti halnya dalam sistem feodalisme namun penghargaan datang karena orang tersebut mampu menghasilkan lebih banyak dibandingkan individu lain.
4. Nilai efisiensi
Dalam sistem produksi massal maka nilai produktifitas tidak akan terpisah dari nilai efisiensi. Dalam nilai efisiensi maka unsur produktifitas dengan memaksimalkan produksi yang dapat ditempuh melalui dua hal yaitu (1) tenaga kerja yang di disiplinkan dan (2) investasi kapital yang diregulasi (rasionalisasi capital). Semangat kapitalisme memasukkan nilai bahwa capital yang dimiliki individu dan pada akhirnya akan menghasilkan keuntungan harus digunakan sebagai capital yang digunakan untuk memperbesar produksi Dengan demikian spirit capitaslim meperkenalkan suatu metode akumulasi kekayaan secara rasional, prosedur kalkulasi, perencanaan jangka panjang, kerja keras dan capital harus diinvestasikan kembali untuk memperoleh capital yang lebih banyak lagi.
Berger berpendapat bahwa bahwa hubungan antara kehidupan spiritual manusia dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan mendasarkan beberapa nilai dan sikap hidup merupakan pengembangan dari spirit capitalism kaum Puritan. Melalui nilai dan sikap hidup tersebut timbullah wirausahan-wirausahawan kapitalisme yang sangat menonjol dalam masyarakat Amerika saat itu.
Kondisi Amerika ini mulai bergeser ketika masyarakat Amerika mulai bergeser dalam memahami ”spirit of capitalism. Meskipun ekonomi Amerika mengalami masa kejayaan namun secara kualitas moral maka justru terjadi penurunan. Muncullah genegrasi-genegrasi pemuda ”instan” yaitu kondisi pemuda yang hanya melewati hidupnya dalam kemakmuran namun tidak mengimbangi dengan etika dan etos kerja dalam nilai-nilai keagamaan.
Pada masa itu secara ekonomi berada dalam taraf kemakmuran yang tinggi atau lebih dikenal istilah “The Gilded Age”. Salah satu faktor pendorongnya adalah perkembangan bisnis dan industri yang membuka era baru dalam sistem perekonomian Amerika dan menempatkannya sebagai tulang punggung perekonomian negara. Bisnis dan industri mampu menciptakan kemakmuran bagi masyarakat dan memposisiskan Amerika sebagai negara terkuat di dunia. Teknologi mengantarkan Amerika memasuki era baru yaitu “progressive era” yang dihiasi oleh “booming” ekonomi dan industri (Mc. Elvaine, 1993:10). Namun kondisi tersebut malah membuat sebagian generasi mudanya menjadi pengagum duniawi semata yang perilakunya tidak sesuai dengan aturan-aturan moral dan etik yang terdapat dalam Puritan. Perubahan moral dan perilaku ini membuat masyarakat Amerika terkejut terutama generasi tua yang sangat memegang teguh nilai-nilai Puritan. ”Many were shocked by the changes in manners, morals, and fashion of youth especially on college campuses” (Cincotta, 1994:253)”
Melalui kajian di atas kita akan dapat memahami bahwa dalam perjalanan waktu, perkembangan masyarakat merubah mengenai pengertian dan pemahaman mengenai kapitalisme itu sendiri. Setiap kurun waktu memberikan sumbangan berbeda mengenai pemhaman kapitalisme. Sementara itu dalam setiap kurun waktu yang berbeda muncul berbagai tokoh yang memberikan pengertian dan identifikasi mengenai kapitalisme. Masing-masing tokoh kemudian mengidentifikasi apa dan bagaimana kapitalisme menurut apa yang mereka respon dari perubahan lingkungan yang mereka hadapi serta muatan-muatan tuntutan yang ingin mereka sampaikan. Dengan demikian segala pengertian dan karakteristik yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh ekonomi tidak terpisah dari fenomena yang ada pada masa tokoh tersebut hidup. Fenomena inilah yang kemudian ditangkap oleh beberapa tokoh dan menjadi dasar bagi pernyataan pengertian serta karakteristik kapitalisme itu sendiri.
Masing-masing tokoh akan mengutarakan sesuatu yang berbeda mengenai pengertian kapitalisme itu sendiri. Menurut Peter L Barger dalam bukunya The Capitalist Revolution menyatakan bahwa istilah “capital ” muncul pertama kali pada abad 12 dan 13 yang artinya modal yang meliputi dana, persediaan barang dan uang pinjaman. Istilah tersebut dikutip oleh Ferdinan Braudel dari khutbah pendeta bernama St Bernadino dari Sien (1380-1444) yang mengacu pada Qamdam Seminale Rationem Lucrosi Quam Communiter Capital e Vocamus (bahwa sebab utama kemakmuran adalah capital)
Sama seperti halnya pernyataan Berger, Dillard (dalam Rahardjo, 1972; 15) menyatakan bahwa kapitalisme merupakan dasar yang mengatur mengenai hubungan antara pemilik pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat non produksi (tanah, tambang, instalasi industri) yang secara keseluruhan disebut dengan capital ). Pengertian ini kemudian bergeser dengan merubah pengertian capital tidak hanya sebagai kata yang merujuk pada benda saja namun kepada keseluruhan sistem yang mengatur modal sebagai bagian dari kegiatan produksi. Dalam abad ke 18, Karl Max menggunakan istilah capital dalam arti yang lebih sempit yaitu suatu konsep sentral yang memuat mengenai pengaturan “cara produksi” (mode of production). Dengan demikian Karl Max tidak hanya mengasosiasikan capital sebagai sebuah kata benda namun sebagai bagian dari kegiatan produksi.
Demikian pula bagi setiap tokoh dalam melihat ciri-ciri yang membedakan dengan sistem ekonomi lainnya. Menurut Acombrie, kapitalisme memiliki beberapa karakteristik yang menunjukkan beberapa ciri diantaranya adalah (1) pemilikan dan kontrol atas instrument produksi khususnya capital oleh swasta, (2) pengarahan kegiatan ekonomi kearah pembentukan laba (3) kerangka pasar yang mengatur semua kegiatan (4) apresiasi laba oleh pemilik modal yang bertindak sebagai agen bebas. Pernyataan Acombrie dipertegas dengan pernyataan Desai yang memberikan ciri-ciri kapitalisme sebagai berikut: (1) produksi untuk dijual dan tidak digunakan sendiri (2) adanya pasar tenaga kerja dibeli dan dijual dengan alat tukar upah melalui hubungan kontrak (3) penggunaan uang sebagai alat tukar yang selanjutnya memberikan peran yang sistematis kepada bank dan lembaga keuangan non bank, (4) proses produksi atau proses kerja berada dalam kontrol tangan pemilik modal sehingga para pekerja tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan (5) berlakunya persaingan bebas di antara pemilik capital. Persamaan pernyataan Acrombie dan Desai terlihat dari pengungkapan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut produksi yang dibuat oleh kaum pemilik modal diarahkan demi kepentingan pribadi. Dengan demikian nampak sekali bahwa peran individu sangat menonjol.
Sedangkan kapitalisme menurut Ebenstein (1985; 149) memiliki dasar-dasar sebagai berikut: (a) Private Ownership (kepemilikan pribadi) yaitu tiap-tiap individu serta perusahaan berhak memliki alat produksi (usaha) tersendiri serta berhak untuk mengawasi distribusi barang tersebut, terlepas dari campur tangan pemerintah (b) Market Economy (perekonomian pasar) yaitu barang yang dihasilkan pengusaha tidak ditujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri melainkan untuk kepentingan pasar (permintaan konsumen). Hal itu dimaksudkan agar barang yang dihasilkan tersebut menuntungkan, maka pengusaha tersebut menghasilkan barang tersebut berdasarkan spesialisasi kerja (c) Profit Motive yaitu pengusaha menjalankan usaha secara langsung untuk mencari keuntungan bagi dirinya (d) Competition atau Persaingan yaitu untuk mengalahkan lawannya, tiap-tiap penguasa berusaha mengembangkan kualitas barang serta menurunkan harga barang.
Berdasarkan karakteristik kapitalisme maka terlihat bahwa kapitalisme sangat diwarnai tiga hal yaitu pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kapitalisme berlaku bagi siapapun meskipun pada awalnya dari satu kebudayaan tertentu saja. Tidak memandang darimana seseorang tersebut namun lebih menekankan pada memanfaatkan peluang pasar secara rasional untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan baginya melalui persaingan.
Berdasarkan uraian diatas tersebut, diketahui bahwa secara singkat, kapitalisme merujuk pada unsur kunci yaitu pengelolaan sumber pembiayaan untuk produksi. Hal ini tidak hanya menunjukkan bahwa capital hanya sebagai pengertian yang merujuk benda namun fungsi dari capital itu sendiri dalam proses produksi. Namun tentu saja pemahaman mengenai kapitalisme tidak bisa begitu saja diambil sebagai sesuatu yang disederhanakan menjadi sebuah ”benda” atau ”proses produksi”. Masing-masing tokoh dalam kurun waktu yang berbeda akan memahami kapitalisme sesuai dengan perkembangan yang ada.
Sementara untuk Indonesia maka untuk memahami kapitalisme di Indonesia sekarang ini, kita harus kembali sejauh jaman kolonial Belanda. Secara umum, kita dapat membagi tahapan sejarah Indonesia seperti berikut: koloni Belanda (1600-1945), perjuangan kemerdekaan (1945-1949), Orde Lama (1949-1965), Orde Baru (1965-1998), dan Reformasi 1998 dan sesudahnya (1998-sekarang). Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kapitalis imperialis. Tumbuh di dalamnya adalah nilai-nilai eksploitasi kapitalis tanpa etika. Dimana di dalamnya muncul periode kekacauan dan ketidakpastian ini, administrasi kolonial secara perlahan-lahan mengkooptasi elit-elit penguasa lokal ke dalam administrasi. Dimana sebelumnya selama periode kekuasaan VOC para elit lokal dibiarkan mengontrol subyek mereka sesuka hati mereka, di bawah pretensi untuk melindungi rakyat Hindia dari perlakukan semena-mena (untuk membangun masyarakat berhukum dan tertib) sebuah mesin negara yang lebih ketat diimplementasikan di Hindia Timur Belanda dimana penguasa-penguasa lokal secara efektif adalah karyawan bayaran dan dipilih oleh pemerintah kolonial. Pemerintahan desa, vergadering, prinsip “yang sama menguasai yang sama” (memasukkan kelas penguasa lokal ke dalam pemerintah kolonial), semua ini didesain sesuai dengan kebutuhan ekonomi karena sistem tanam paksa membutuhkan sebuah pemerintah yang kuat.
Pada masa-masa periode selanjutnya, hingga bahkan masa sekarang, sistem perkembangan ekonomi Indonesia tidak lepas dari apa yang diturunkan oleh masa kolonialisme. Masyarakat Indonesia tumbuh dalam kapitalisme yang justru kehilanagn spirit of capitalisme. Kapitalisme yang justru mengalami pergeseran kehilangan keseimbangan antara nilai dasar dalam kapitalisme adalah bergabungnya semangat kerja dengan etika dan etos kerja.
Berkali-kali sistem ini kemudian berakhir pada resesi. Hingga berujung pada berbegai krisis yang di alami oleh bangsa Indonesia. Pada tahun 1965-an, ekonomi Indonesia digambarkan sebagai “kemerosotan kronik” oleh Benjamin Higgins, penulis buku terkemuka mengenai Ekonomi Perkembangan pada periode tersebut. Dia menyimpulkan bahwa “Indonesia tentu harus dicatat sebagai kegagalan nomor satu di antara negara-negara kurang berkembang.” Sultan Hamengkubowono IX pada tahun 1966 menjelaskan situasi pada saat itu sebagai berikut: “Setiap orang yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sedang mengalami sebuah situasi ekonomi yang menguntungkan sungguh kurang melakukan studi yang intensif .. Bila kita membayar semua utang luarnegeri kita, kita tidak ada valuta asing tersisa untuk memenuhi kebutuhan rutin kita. Pada tahun 1965 harga-harga secara umum naik lebih dari 500 persen . pada tahun 1950an anggaran negara mengalami defisit sebesar 10 hingga 30 persen, dan pada tahun 1960an defisit ini meningkat hingga lebih dari 100 persen. Pada tahun 1965, ini bahkan mencapai 300 persen.”
Demikian pula dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada Krisis 1997/1998 dan Resesi Dunia 2008/2009. 32 tahun pembangunan terurai secara eksplosif. Harga kebutuhan sehari-hari meroket. Supresi demokrasi menjadi semakin tidak tertahankan, dengan inside 27 Juli 1997 – penyerangan markas Partai Demokrasi Indonesia – menjadi titik balik. PDI dan Megawati menjadi titik persatuan untuk perjuangan demokrasi.
Rejim Soeharto ditumbangkan oleh massa. 32 tahun kediktaturan diremukkan dalam satu malam ketika jutaan rakyat turun ke jalan dan memaksa Soeharto untuk mundur. Namun, Reformasi membawa apa yang ditakdirkannya: reforma kosmetik dan bukan perubahan fundamental. Reforma di periode krisis ekonomi hanya dapat berarti konter-reforma, dan ini yang terjadi. Perusahaan-perusahaan milik negara diprivatisasi dan subsidi dihapus; agenda neo-liberal diimplementasikan dengan ganas. Reformasi memang memberikan ruang demokrasi, dan ini kendati para reformis. Namun, Reformasi juga membawa lebih banyak kebebasan kepada kaum kapitalis untuk mengeksploitasi massa.
Setelah 12 tahun, menjadi jelas bagi siapapun bahwa Reformasi gagal membawa perubahan fundamental ke dalam masyarakat. Walaupun Reformasi menghantarkan satu pukulan besar ke rejim kapitalis, memaksa Soeharto untuk mundur dan membuka ruang demokrasi – kendati ini adalah ruang demokrasi borjuis -, ia gagal menyelesaikan problem fundamental yang dihadapi oleh jutaan buruh, tani, nelayan, kaum muda, dan kaum miskin kota. Kemiskinan masih tinggi. Persentasi populasi yang hidup dengan 1 dolar per hari (kemiskinan ekstrim) pada tahun 1996 sebagai puncak boom ekonomi Indonesia adalah 7,8%, pada tahun 2006 angka ini menjadi 8,5%. Namun bila kita ambil garis kemiskinan 2-dolar-perhari, maka kemiskinan pada tahun 2006 melonjak ke 53%. Ini berarti bahwa lebih dari setengah rakyat Indonesia hidup jauh di bawah PBD per kapita $3900 (angka tahun 2008). 10% penduduk termiskin hanya mengkonsumsi 3% kekayaan, sedangkan 10% penduduk terkaya mengkonsumsi 32,3%.
Pada Resesi Dunia 2008/2009, Indonesia tidak dapat lari dari pengaruh resesi dunia yang dipicu oleh krisis kredit perumahan di AS (Untuk analisa yang lebih dalam mengenai resesi dunia, baca Dokumen Perspektif Dunia 2010). Di Indonesia, ekonomi pada tiga kuartal pertama tahun 2008 dipenuhi dengan optimisme dan tumbuh di atas 6%, dan ketika resesi menghantam, berkontraksi ke 5,2% pada kuartal keempat. Hampir seperti krisis 1997, Rupiah mengalami 30% depresiasi terhadap dolar AS dalam dua bulan Oktober dan November 2008. Pasar saham kehilangan hampir setengah nilainya antara Januari 2008 (2627,3) dan Desember 2008 (1355,4).
Kondisi sosial tidak lebih baik, dengan kontras antara yang kaya dan yang miskin semakin menajam pada saat itu, kendati pengumuman berulang-ulang dari pemerintah mengenai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Ini digarisbawahi oleh kutipan berikut ini dari seorang pengamat Indonesia selama: “ ... jumlah konsumsi barang mewah di Jakarta tampak meningkat ... tajamnya peningkatan jumlah mobil, pada saat dimana transportasi publik semakin memburuk dengan serius, memberikan indikasi mengenai kesenjangan ini ... setiap kali selalu ada peraturan ekspor-impor baru untuk menghentikan impor barang-barang mewah, tetapi entah bagaimana mereka tetap masuk
Hilangnya nilai individualisme, nilai kebebasan, nilai produktivitas dan nilai efisiensi dalam kesekian kali resesi serta krisis yang di alami oleh bangsa Indonesia ternyata tidak kunjung menimbulkan kesadaran bagi masyarakat. Bahwa bangsa ini telah kehilangan keseimbangan anatara nilai mengandung etos kerja dengan pemujaan terhadap materi. keseimbangan yang meletakkan perimbangan antara antara kehidupan spiritual manusia dengan kegiatan untuk berkarya selama hidupnya. Inilah yang disebut sebagai nilai dasar dari ”spirit of capitalisme” dalam kapitalisme. Tidak hanya mencari keuntungan semata namun juga mengembangkan hubungan yang seimbang dan harmonis antara manusia dengan Tuhan-nya dan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya. Apabila salah satu unsur (nilai keagamaan) menghilang maka yang muncul adalah pergeseran menuju ketidadilan sebuah sistem ekonomi kapitalisme seperti yang kita kenal sekarang. Muncullah keruntuhan peradaban manusia yang tidak lagi mengutamakan kemanusiaan namun berpusat pada materi saja.
Dalam tulisan ini tidak memberbandingkan dengan sistem ekonomi lain namun ada satu kesamaan yang harus diakui. Bahwa pada akhirnya sebuah sistem apapun yang dijalankan tanpa keseimbangan antara etika dan nilai-nilai pemujaan keduniawian akan berakhir pada nihilisme. Pada akhirnya sistem ini akan membenarkan bahwa tidak ada kemajuan dalam peradaban manusia. Apapun yang dihasilkan hingga sekarang adalah berbagai kemudahan dalam hidup manusia.