Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lingkungan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2019

Pencemaran Air (skripsi dan tesis)


Pencemaran air diakibatkan oleh dimasukkannya secara sengaja atau tidak disengaja bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat ke dalam air. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menjelaskan bahwa pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, limbah kegiatan non domestik, dan lainnya.
Bahan pencemar merupakan bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2009). Berdasarkan cara masuknya ke lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunug berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam lainnya. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan non-domestik (industri dan lainnya). Berdasarkan sifat toksiknya, polutan dibedakan menjadi dua yaitu toksik dan tidak toksik.
Sumber pencemar dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) atau tersebar (diffuse source). Sumber pencemar tersebar dapat berupa point source dalam jumlah banyak dan menyebar. Misalnya, limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), limpasan dari daerah perkotaan, limbah cair dari kegiatan industri dan non-domestik lainnya. Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian maupun bukan kematian pada organisme tergantuk jenis, konsentrasi dan besarnya kandungan toksik pada polutan tersebut. Misalnya, terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik morfologi berbagai organisme. Polutan toksik pada umumnya bukan berupa bahan-bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artificial lainnya.
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar di perairan menjadi beberapa kelompok, yaitu limbah yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut, limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit, senyawa organik sintesis, nutrien tumbuhan, senyawa anorganik dan mineral, sedimen, redioaktif, panas (thermal discharge) dan minyak. Bahan pencemar (polutan) yang masuk ke badan air biasanya merupakan kombinasi dari beberapa jenis pencemar yang saling berinteraksi.
  1. Senyawa Organik
Penyusun utama bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), dan asam nukleat (nucleid acid). Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisik, kimia dan toksisitas yang berbeda. Tabel 2.1 menunjukkan komponen penyusun limbah bahan organik.
Tabel 2.1  Komposisi Limbah Organik
            Jenis Bahan OrganikPersentase (%)
Lemak30
Protein25
Abu21
Asam Amin, Kanji (starch)                               8
Lignin6
Selulosa4
Hemiselulosa3
Alkohol3
(Sumber : Higgins dan Burns, 1975 dalam Abel 1989)

Selain jenis-jenis bahan organik tersebut, limbah organik juga mengandung bahan-bahan organik sintetis yang toksik. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, Polychlorinated biphenyl (PCB’s). Senyawa organik sintesis pada umumnya tidak mudah didegradasi secara biologi. Senyawa organik sintesis juga bersifat persisten atau bertahan dalam waktu yang lama didalam badan air dan juga bersifat kumulatif.
Jenis-jenis bahan organik dibedakan menjadi oil dan grease. Istilah grease diterapkan pada beberapa jenis bahan organik yang dapat diekstraksi dari larutan atau suspensi, dengan menggunakan pelarut heksana atau triklhloro trifluoro etana (Freon). Grease terdiri atas hidrokarbon, ester, oli, lemak, waxes, dan asam lemak dengan berat molekul besar.
Istilah oil mewakili sejumlah bahan yang berupa hidrokarbon dengan berat molekul kecil hingga besar, gasoline hingga yang berupa pelumas. Selain itu, gliserida dalam bentuk larutan yang berasal dari hewan dan tumbuhan juga dikategorikan sebagai oil.


  1. Minyak Mineral dan Hidrokarbon
Terdapat sekitar 800 jenis senyawa minyak mineral yang terdiri atas hidrokarbon alifatik, aromatic, resin,dan aspal (tabel 2.9.2). Minyak tersebuar dalam bentuk terlarut, laposan film yang tipis yang terdapat di permukaan, emulsi, dan fraksi terserap. Pada perairan, interaksi dari bentuk minyak ini sangat kompleks, dipengaruhi oleeh nilai specific gravity, titik didih, tekanan permukaan, viskositas, kelarutan dan penyerapan.
Tabel 2.2. Komponen Utama Senyawa Mineral
SenyawaPersentase (%)
Parafinik10-70
Naftenik (Mono dan polisiklik)25-75
Aromatik (mono dan polisiklik)6-40
Naftenon-aromatik30-70
Resin1-40
Aspal0-80
(Sumber : UNESCO/WHO/UNEP, 1992)
Kadar minyak mineral dan produk-produk petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar 0,01-0,1 mg/liter. Kadar melebihi 0,3 mg/liter bersifat toksik terhadap bebebrapa jenis ikan air tawar (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

  1. Surfaktan
Surfaktan merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada detergen, sabun dan sampo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut didalam air. Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amphoteric.
Selain digunakan sebagai sabun, surfaktan juga digunakan dalam industri tekstil dan pertambangan, baik sebagai lubrikan, emulsi maupun flokulan (Effendi, 2009). Komposisi surfaktan dalam detergen berkisar 10%-30% disamping polifosfat dan pemutih. Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa di perairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorbs oksigen.

  1. Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik terdiri dari logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Bahan anorganik yang bersifat toksik adalah arsen (As), barium (Ba), timbal (Pb), Zinc (Zn), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), lead (Pb), Merkuri (Hg), selenium (Se) dan Silver (Ag).
Logam berat mengalami biokonsentrasi dan bioakumulasi sehingga kadar timbal di dalam tubuh makhluk hidup yang lebih besar daripada di lingkungan perairan. Logam berat menyebabkan gangguan pada proses fisiologis organisme akuatik. Effendi (2009) mengemukakan bahwa tumbuhan air dan algae dapat menyerap logam berat.

  1. Radioaktif
Radioaktif dalam waktu paruh pendek akan melepaskan radiasi dalam jumlah yang besar dan berbahaya bagi makhluk hidup, sedangkan radioaktif dalam waktu paruh panjang melepaskan radiasi dalam jumlah sedikit dan relatif lebih tidak berbahaya bagi makhluk hidup.
Pengaruh radioaktif dapat bersifat akut atau kronis. Pada kadar yang tinggi, pengaruh radioaktif terhadap makhluk hidup bersifat akut, yakni mengganggu proses pembelahan sel dan mengakibatkan rusaknya kromosom. Setiap organ tubuh memperlihatkan respon yang berbeda terhadap radioaktif. Radiasi sinar X dapat mengakibatkan defisiensi sel darah putih dalam waktu dua hari setelah seluruh tubuh mendapatkan radiasi sinar X sebesar 2 Gy-5 Gy, sedangkan pengurangan sel darah merah terjadi 2-3 minggu kemudian (Effendi, 2009).
Pengaruh kronis yang muncul dalam jangka waktu panjang dapat terjadi pada genetik dan somatik. Pengaruh somatik berupa timbulnya kanker, sedangkan pengaruh genetik berupa abnormalitas atau cacat bawaan pada bayi sejak lahir.
Polutan yang berupa bahan-bahan kimia bersifat stabil dan tidak mudah mengalami degradasi sehingga bersifat persisten di lingkungan dalam kurun waktu yang lama yang disebut dengan rekalsitran. European Community (didalam Mason, 1993) mengelompokkan bahan pencemar toksik menjadi black dan grey list, yang terdapat dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3  Black dan Grey List bahan pencemar toksik
Black ListGrey  List
Senyawa HalogenSenyawa logam dan metaloid: Zinc, perak, Copper, nikel, kromium, lead, selenium, arsen, antimonium, timah, molibdenum, titanium, uranium, barium, berilium, boron, tellurium, vanadium, kobalt, dan talium.
Senyawa OrganofosfatBiosida yang tidak muncul pada blacklist
Senyawa OrganotinBahan-bahan yang menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak
Bahan-bahan karsinogenBahan organik toksik dan persisten
MerkuriSenyawa organik fosfor
KadmiumMinyak mineral dan hidrokarbon petroleum non persisten
Minyak mineral dan petroleum hidrokarbonSianida dan fluorida
Bahan-bahan sintesis persistenBahan-bahan yang mempengaruhi kesetimbangan oksigen, missal ammonia dan nitrit
(Sumber : Mason, 1993)
  • Limbah Cair
Limbah cair merupakan limbah yang bersifat cair dan berupa sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan, pertanian, dan sebagainya. Limbah cair merupakan polutan yang memasuki perairan yang terdiri dari berbagai jenis serta karakteristik polutan. Jika di perairan terdapat lebih dari dua jenis polutan maka kombinasi pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
  1. Additive, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing-masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan cadmium terhadap organisme perairan.
  2. Synergism, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dan masing-masing polutan.
  3. Antagonism, pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau mungkin hilang.
Rao (1991) mengelompokkan bahan pencemar diperairan menjadi beberapa kelompok yaitu, limbah cair yang mengakibatkan penurunan kadar oksigen terlarut, limbah cair yang mengakibatkan munculnya penyakit, limbah cair yang mengandung senyawa organik sintesis, anorganik, sedimen dan radioaktif.











Tabel 2.4  Klasifikasi tingkat pencemaran limbah cair berdasarkan beberapa parameter kualitas air.
ParameterTingkat Pencemaran
BeratSedangRingan
Padatan total (mg/liter)1000500200
Bahan padatan terendapkan (mg/liter)1284
BOD (mg/liter)300200100
COD (mg/liter)800600400
Nitrogen total (mg/liter)855025
Amonia-nitrogen (mg/liter)303015
Klorida (mg/liter)17510015
Alkalinitas (mg/liter CaCO3)20010050
Minyak Dan lemak40200

(Sumber : Effendi, 2009)

Kamis, 27 Juni 2019

Ruang Terbuka Hijau Dilihat dari Fungsi Peruntukannya (skripsi dan tesis)

 

            Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Pasal 3 menegaskan bahwa fungsi RTH Kawasan Perkotaan  adalah :
  1. pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;
  2. pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
  3. tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
  4. pengendali tata air; dan
  5. sarana estetika kota.
Pada pasal 4 ditegaskan bahwa manfaat RTH Kawasan Perkotaan adalah :
  1. sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
  2. sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
  3. sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial;
  4. meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
  5. menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
  6. sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
  7. sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
  8. memperbaiki iklim mikro; dan
  9. meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
         Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di setiap kota memiliki tiga fungsi penting yaitu ekologis, sosial-ekonomi dan evakuasi. Ruang terbuka hijau merupakan salah satu ruang public memiliki fungsi utama sebagai sarana sosial yang mengeratkan hubungan antar warga. Tanpa ruang publik dikhawatirkan akan semakin mengembangkan pola kehidupan yang semakin individualis.Tiadanya ruang publik akan mengurangi kepedulian sosial, memicu keretakan dan mengurangi kerukunan antar masyarakat. Karena masyarakat tidak pernah bertemu dalam aktivitas sosial  (Irwan, 2005  ).
Pada dasarnya fungsi ruang terbuka dapat dibedakan menjadi dua fungsi utama yaitu fungsi sosial dan fungsi ekologis (Hakim, 2003:52 dalam Paulus Hariyono, 2007 : 153). Fungsi sosial dari ruang terbuka antara lain:
  • tempat bermain dan berolahraga;
  • tempat komunikasi sosial
  • tempat peralihan dan menunggu;
  • tempat untuk mendapatkan udara segar
  • sarana penghubung satu tempat dengan tempat lainnya;
  • pembatas di antara massa bangunan;
  • sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan;
  • sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan.
Fungsi sosial hutan kota terjadi karena penataan tumbuh-tumbuhan dalam hutan kota dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang sangat menyenangkan. Hutan kota dengan aneka ragam tumbuh-tumbuhan mengandung nilai-nilai ilmiah sehingga hutan kota dapat sebagai laboratorium hidup untuk sarana pendidikan dan penelitian. Fungsi kesehatan misalnya untuk terapi mata dan mental serta fungsi rekreasi, olah raga, dan tempat interaksi sosial lainnya. Fungsi sosial politik ekonomi misalnya untuk persahabatan antar negara. Hutan kota dapat memberikan hasil tambahan secara ekonomi untuk kesejahteraan penduduk seperti buah-buahan, kayu, obat-obatan sebagai warung hidup dan apotik hidup.
Konsep dalam memanfaatkan hutan kota ataupun taman kota akan terpeta melalui pengalaman tiap-tiap masyarakat melalui latar belakang budaya masyarakatnya. Karena itu, pemahaman konsep akan taman kota dapat dilihat latar belakang kebudayaan melalui tinjauan nilai budaya dan nilai sosial masyarakatnya dalam kaitannya dengan taman kota. Konsep penanaman tanaman dalam masyarakat Jawa lebih mengutamakan makna. Sebagai misal, pohon sawo kecik ditanam di halaman depan rumah sebagai lambang akan makna bahwa manusia hidup harus memiliki pikiran yang benar (Fandely, 2004 dalam Paulus Hariyono, 2007:232 ).  Menurut Tanjung dalam epilog buku tulisan Soesilo (2005: ix), orientasi nilai sosial yang mengutamakan kebersamaan, akan melahirkan konsep taman kota yang memiliki fungsi sosial yang tinggi. Taman kota yang dapat digunakan untuk bercengkerama, berolah raga, dan bermain menjadi bentuk ideal bagi masyarakat.

 Fungsi Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Bagi Sebuah Kota (skripsi dam tesis)

 

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau kota yang mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun hutan kota yang memiliki beranekaragam manfaat. Menurut  Irwan (2005) Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Identitas Kota
Jenis tanaman dapat dijadikan simbol atau lambang suatu kota yang dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatra Barat misalnya, flora yang dikembangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah Enau (Arenga pinnata) dengan alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini.
  1. Nilai Estetika
Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan .
  1. Penyerap Karbondioksida (CO2)
Ruang terbuka hijau merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H12O6.) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6H12O6.) dan oksigen (O2) adalah 6CO2 + 6H2O + Energi dan klorofil menjadi C6H12O6. + 6 O2.
Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina).  Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun.  (Simpson and McPherson, 1999)
  1. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Hutan kota dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun.(Urban Forest Research, 2002)
  1. Penahan Angin
Ruang terbuka hijau berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain hutan kota untuk menahan angin adalah sebagai berikut :
  1. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat.
  2. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang
  3. Memiliki jenis perakaran dalam.
  4. Memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %).
  5. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan.
Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan.
  1. Ameliorasi Iklim
Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu ruang terbuka hijau sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh hutan kota adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut.      (Forest Service Publications, 2003)

  1. Habitat Hidupan Liar
Ruang terbuka hijau bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan untuk burung dan binatang lainnya.

  1. Pengolahan sampah
Ruang terbuka hijau kota dapat diarahkan untuk pengolahan sampah, yaitu dapat berfungsi sebagai : (1) penyekat bau; (2) penyerap bau; (30 pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah; dan (4) penyerap zat yang berbahaya (dan beracun / B30 yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta B3 lainnya.
  1. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori-pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopisdengan kemmpuan menyerap air yang besar. Maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang memounyai daya evaporation rendah. Disamping itu sistem perakarannya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang meresap masuk kedalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit air yang berupa air limpasan (surface run off).( Bernatzky, 1978)
  1. Penepis Cahaya Silau
Sebagaimana sifat benda jika terkena cahanya akan cenderung menyerap dan atau memantulkan cahaya. Keberadaan pohon dapat membantu melakukan penyerapan cahaya yang ditimbulkan oleh benda yang ada. Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatan pohonnya.
  1. Meningkatkan keindahan
Benda-benda disekililing manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Budihardjo, 1993 hal 64) sehingga diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik. Ruang Terbuka Hijau yang didalamnya terdapat unsure tanaman ddalam bentu, warna dan teksturnya dapat dipadukan dan dikombinasikan dengan benda lain, sehingga menghasilkan sebuah tatanan panorama yang indah.
  1. Mengamankan pantai dari abrasi
RTH kota berupa formasi tanaman (hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses penegndapan lumpur dipantai. Keberadaanya bisa berdiri sendiri sebagai hutan monospesies atau dapat dikombinasi dengan tanaman lain misalnya keben, nyamplung, ketapang, kelapa dan berbagai jenis semak dan rumput. Hal ini akan dapat digunakan untuk melindungi pantai dari hempasan air yang besar seperti tsunami misalnya.
  1. Meningkatkan industri pariwisata
Keberadaan ruang terbuka hijau kota dapat dikombinasikan dengan fungsi pariwisata. Kita lihat keberadaan bunga bangkai (Amorphophalllus titanium) dikebun raya Bogor dan bungan Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik wisatawan Nusantara maupun wisatawan manca negara.
  1. Produksi Terbatas atau Manfaat Ekonomi
Manfaat ruang terbuka hijau dalam aspek ekonomi bisa diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, manfaat ekonomi hutan kota diperoleh dari penjualan atau penggunaan hasil hutan kota berupa kayu bakar maupun kayu perkakas. Penanaman jenis tanaman hutan kota yang bisa menghasilkan biji, buah atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk  meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain-lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi hutan kota berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi hutan kota sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota. (Fandeli, 2004).
Hutan kota dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktivitas yang tinggi kepada para pekerja (Forest Service Publications, 2003. Trees Increase Economic Stability, 2003).
Dampak negatif dari tidak optimalnya RTH dimana RTH tidak memenuhi persyaratan jumlah dan kualitas  baik disebabkan karena RTH tidak tersedia, RTH tidak fungsonal, fragmentasi lahan menurunkan kapasitas lahan dan selanjutnya menurunkan  kapasitas lingkungan, alih guna dan fungsi lahan terjadi teruama dalam bentuk / kejadian :
  • Menurunnya kenyamanan kota meliputi penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah yang dapat mengakibatkan pencemaran meningkat, ketersediaan air tanah menurun, suhu kota meningkat.
  • Menurunkan keamanan kota
  • Menurunkan keindahan alami kota ( natural amenities) dan artifak alami sejarah yang bernilai kultural tinggi.
  • Menurunnya tingkat kesehatan masyarakat baik secara fisik maupun non fisik, meliputi :
  1. Tidak terserap dan terjerapnya partikel timbal
  2. Tidak terserap dan terjerapnya debu semen
  3. Tidak ternetralisirnya bahaya hujan asam
  4. Tidak terserapnya karbon monoksida (CO)
  5. Tidak terserapnya karbon dioksida
  6. Tidak teredamnya kebisingan
  7. Tidak tertahannya hembusan angin
  8. Tidak terserap dan tertapisnya bau.

 Peranan Ruang Terbuka Hijau bagi Sebuah Daerah Perkotaan (skripsi dan tesis)

 

Kota merupakan suatu pusat pemukiman penduduk yang besar dan luas yang tidak haya merupakan kumpulan gedung-gedung dan sarana fisik lainnya. Komponen  kota adalah antara lingkungan fisik kota dan warga kota yang selalu berinteraksi selama proses perkembangan kota.
Peranan ruang terbuka hijau bagi sebuah kota dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikt :
  1. Terhadap Kualitas lingkungan kota
  2. Terhadap Kelestarian lingkungan
  3. Menunjang tata guna dan kelestarian air.
  4. Menunjang tata guna dan pelestarian tanah.
  5. Menunjang pelestarian plasma nutfah
  6. Menyegarkan udara atau sebagai paru-paru kota.
Sedangkan latar belakang yang mendasari arti penting keberadaan suat ruang terbuka hijau pada suatu kota adalah sebagai berikut :
  1. Kota mempunyai luas yang tertentu dan terbatas
  2. Tata ruang kota penting dalam usaha untuk efisiensi sumberdaya kota dan juga efektifitas penggunaanya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya lainnya.
  3. RTH perkotaan memiliki manfaat kehidupan yang tinggi.
  4. Keberadaan RTH penting dalam mengendalikan dan memelihara integritas dan kualitas lingkungan.

Kebijakan Ruang Terbuka Hijau (skripsi dan tesis)

 

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa RTH terdiri dari RTH Publik dan Privat. Total  luasan RTH perkotaan harus mencapai 30 % dari luasan kota.  Yang terdiri dari 10 % dari luasan wilayah merupakan RTH Privat dan  20 % dari luasan berupa RTH publik.
Menurut Permendagri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kawasan Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan jenis RTH Kawasan Perkotaan meliputi: taman kota; taman wisata alam ; taman rekreasi ; taman lingkungan perumahan dan permukiman ; taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial ; taman hutan raya ; hutan kota ; hutan lindung ; bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; cagar alam; kebun raya; kebun binatang; pemakaman umum; lapangan olah raga; lapangan upacara; parkir terbuka; lahan pertanian perkotaan; jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; kawasan dan jalur hijau; daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan taman atap (roof garden).
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri dari :
  1. Pertamanan  kota
  2. Kawasan hijau hutan kota
  3. Kawasan hijau rekreasi kota
  4. Kawasan hijau kegiatan olahraga
  5. Kawasan hijau pekarangan.
 Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004:72). 
Kehadiran pohon di perkotaan memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang biasanya diwarnai kehidupan yang keras baik dalam arti fisik ataupun psikis, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993:45).
Berdasarkan  Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
  1. kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
  2. kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
  3. area pengembangan keanekaragaman hayati;
  4. area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
  5. tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
  6. tempat pemakaman umum;
  7. pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
  8. pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
  9. penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta criteria pemanfaatannya;
  10. area mitigasi/evakuasi bencana; dan ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
 Adapun pembagian jenis-jenis RTH yang ada sesuai dengan tipologi RTH dapat dikelompokkan sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.1. Jika dilihat  dari  fungsinya  RTH  dapat  berfungsi  ekologis,  sosial  budaya,  estetika,  dan ekonomi.  Secara struktur ruang, RTH dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang,  tersebar),  maupun  pola  planologis  yang  mengikuti  hirarki  dan struktur  ruang perkotaan.

Pengertian Ruang Terbuka Hijau (skripsi dan tesis)


Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau di klasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004: 27).  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang  disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan,  Ruang Terbuka Hijau dibedakan menjadi dua yakni Runag Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat. Ruang Terbuka Hijau publik adalah RTH yang dimiliki atau dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Sedangkan Ruang Terbuka Hijau Privat dalah RTH milik instansi tertentu atau perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Jenis RTH Publik Kawasan Perkotaan meliputi: taman kota; taman wisata alam ; taman rekreasi ; taman lingkungan perumahan dan permukiman ; taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial ; taman hutan raya ; hutan kota ; hutan lindung ; bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; cagar alam; kebun raya; kebun binatang; pemakaman umum; lapangan olah raga; lapangan upacara; parkir terbuka; lahan pertanian perkotaan; jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; kawasan dan jalur hijau; daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan taman atap (roof garden). Sedangkan untuk RTH Privat meliputi pekarangan rumah tinggal, kebun, halaman perkantoran/took/tempat usaha, taman atap bangunan, taman RT, dan taman RW.
Sedangkan menurut Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14  Tahun 2011 Tentang  Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang Tahun  2011 –  2031 menyebutkan bahwa   Ruang Terbuka Hijau  privat meliputi: 1) Ruang Terbuka Hijau pekarangan; dan 2)  Ruang  Terbuka  Hijau  halaman  perkantoran,  pertokoan,  dan  tempat usaha.  Ruang  Terbuka  Hijau  Kota  Publik  meliputi: 1)  ruang terbuka hijau taman dan hutan kota; 2) ruang terbuka hijau jalur hijau jalan; dan 3)  ruang terbuka hijau fungsi tertentu.
Status kepemilikan RTH dapat berupa RTH publik yang penyedia dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, dan RTH privat atau non-publik yang penyedia dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota.


Tabel 2.1.

Kepemilikan RTH

No.JenisRTH PublikRTH Privat
1.RTH Pekarangan
a.Pekarangan rumah tinggalV
b.Halamanperkantoran,pertokoan,dantempatV
usaha
c.Taman atap bangunanV
2.RTH Taman dan Hutan Kota
a.Taman RTVV
b.Taman RWVV
c.Taman kelurahanVV
d.Taman kecamatanVV
e.Taman kotaV
f.Hutan kotaV
g.Sabuk hijau (green belt)V
3.RTH Jalur Hijau Jalan
a.Pulau jalan dan median jalanVV
b.Jalur pejalan kakiVV
c.Ruang dibawah jalan layangV
4.RTH Fungsi Tertentu
a.RTH sempadan rel kereta apiV
b.Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggiV
c.RTH sempadan sungaiV
d.RTH sempadan pantaiV
e.RTH pengamanan sumber air baku/mata airV
f.PemakamanV
          
Sumber: Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan


Ruang terbuka hijau menurut sifat penggunaannya terbagi dalam dua kategori yaitu terbuka pasif dan terbuka aktif. Ruang terbuka aktif umumnya dipergunakan  untuk kegiatan kemanusiaan misalnya taman kota, areal camping, taman kota, lapangan olah raga, dan sebagainya. Ruang terbuka pasif yaitu ruang terbuka yang digunakan untuk menunjang ekosistem setempat seperti kantong-kantong hijau, jalur hijau, lapangan terbang, kuburan, waduk, dan hutan kota.
Ruang terbuka hijau (RTH) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, 2006).
Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (pasal 1 ayat 2). RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota (pasal 1 ayat 19). Pemanfaatan RTHKP publik dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan para pelaku pembangunan. RTHKP publik tidak dapat dialihfungsikan. Pemanfaatan RTHKP publik dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga ataupun antar pemerintah daerah (Pasal 12 ayat 3 dan 4).

Jumat, 11 Januari 2019

Potensi pengembangan (skripsi dan tesis)


      Menurut seed dkk (1962) dalam Hardiyatmo (2002) mendefinisikan potensi pengembangan (swell potential) adalah persentase pengembangan dibawah tekanan 6,9 kPa pada contoh tanah yang terbebani secara terkekang pada arah lateral dengan contoh tanah yang dipadatkan pada kadar air optimum sehingga mencapai berat volume kering maksimumnya.
      Menurut Victorine dkk (1997) dalam Syawal (2004) mengukur potensi kembang susut tanah diperlukan dua metoda yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung.Metoda langsung dengan mengadakan pengujian sebenarnya terhadap pengembangan, metoda tidak langsung melibatkan klasifikasi dan sifat-sifat fisik tanah untuk memperediksi potensi kembang susut.
a.Metoda langsung ( direct method )  
      Dalam menentukan besarnya potensi pengembangan (swell potential) untuk tanah ekspansif  dilakukan pengujian dilaboratorium dengan menngunakan alat type konsolidometer. Pengembangan yang diukur adalah pengembangan arah vertikal setelah tanah sampel digenangi air, ratio dari tinggi awal sampel kedeformasi didefinisikan sebagai persen pengembangan.
b.Metoda tidak langsung (indirect method)
      Seed dkk (1962) dalam Hardiyatmo (2002) memberikan klasifikasi nilai potensi pengembangan yang diperoleh dilaboratorium, dapat diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi potensi pengembangan (Seed dkk,1962)

Derajat ekspansif
Potensi pengembangan, S(%)
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
0 – 1,5
1,5 – 5
5 – 25
> 25
               
       Menurut Mechan and Karp (1994) dalam Day (1999) potensial mengembang dapat diketahui berdasarkan nilai prosentasi lempung (ukuran butir < 0,002 mm) dan indeks plastisitas seperti Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Hubungan potensial mengembang dengan IP (Day,1999)
No.
%d<0 mm="" o:p="">
Indeks Plastisitas
Potensial mengembang
1
0-10
0% - 10%
Sangat rendah
2
10-15
10% - 15%
Rendah
3
15-25
15% - 25%
Medium
4
25-35
25% - 35%
Tinggi
5
>35
>35
Sangat tinggi


Tanah Ekspansif (skripsi dan tesis)


      Tanah ekspansif adalah tanah berlempung yang mempunyai ciri-ciri yaitu mengalami perubahan volume yang besar dalam merespon langsung  perubahan  kadar air. Tanah ekspansif cenderung mengalami peningkatan volume yaitu akan mengembang (swell) ketika kadar air pada tanah meningkat dan mengalami penyusutan (shrink) ketika kadar air pada tanah menurun.Walaupun potensi ekspansif dapat dihubungkan dengan banyak faktor seperti susunan dan struktur tanah, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya, semua itu yang menjadi kontrol utamanya adalah mineralogi tanah lempung.Tanah yang mengandung kaolinite yang berplastisitas rendah cenderung untuk memperlihatkan suatu potensi kembang susut yang lebih rendah dibandingkan tanah yang mengandung montmorillonite yang berplastisitas tinggi.(Syawal,2004).

Tanah Lempung (skripsi dan tesis)


      Tanah lempung adalah tanah yang berbutir sangat halus berbentuk pipih dan panjang yang apabila dalam keadaan kering sangat keras, terjadi retak retak dibeberapa tempat sedangkan apabila dalam keadaan basah menjadi lunak dan lengket bahkan apabila kadar airnya berlebih berubah menjadi lumpur yang tidak mempunyai kuat dukung sama sekali.(Soekoto,1984).
      Partikel lempung mempunyai diameter efektif sama atau kurang dari 0,002 mm, sehingga ukuran partikel belum dapat untuk menentukan mineral lempung, tetapi masih harus dilihat dari kandungan komposisi mineralnya Chen (1975) dalam Hardiyatmo (2002).
      Partikel lempung dalam kondisi asli selalu dikelilingi oleh air dan ikatan antara air dan permukaan padat mineral lempung disebut Adsorbed water (Das-Mochtar,1993).
       Derucher dkk (1998) mengemukakan bahwa ada tiga jenis mineral yang dominan dalam mineral lempung yaitu : Kaolinite, illite, dan Montmorillonite.
      Mineral lempung dapat didefinisikan sebagai hasil pelapukan tanah akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm.(Hardiyatmo,2002).
      Hampir semua mineral lempung berbentuk lempengan sehingga sifat partikel sangat dipengaruhi oleh gaya permukaan.(Craig – Susilo,1991).
      Bentuk partikel tanah lempung adalah mungkin berbentuk bulat, bergerigi maupun bentuk diantaranya dan mempunyai spesifik gravity antara 2,58 – 2,75. (Hardiyatmo,2002).
      Untuk menghasilkan kekuatan tertentu, tanah berbutir halus seperti lempung membutuhkan semen yang lebih banyak, hal ini karena permukaan partikel yang harus ditutup memberikan sementasi pada titik kontak antar partikelnya lebih besar dibandingkan dengan tanah dengan butiran yang lebih besar.(Soekoto,1984).

Pengertian Tanah (skripsi dan tesis)

Bowles (1984) menuliskan bahwa tanah merupakan campuran dari partikel partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis sebagai berikut :
  1. Berangkal atau boulders yaitu potongan batuan yang besar dengan ukuran 250 mm sampai 300 mm.
  2. Kerakal (cobbles) atau pebbles yaitu batuan yang berukuran 150 mm sampai 250 mm.
  3. Kerikil atau gravel merupakan partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm
  4. Pasir atau sand merupakan batuan yang berukuran antara 0,074 mm sampai 5 mm
  5. Lanau atau silt merupakan batuan berukuran antara 0,002 mm sampai 0,074 mm
  6. Lempung atau clay adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm
  7. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.
      Faktor utama yang mempengaruhi kualitas campuran tanah semen adalah macam tanah, kadar semen, pemadatan, waktu pemeraman, cara pencampuran (Hardiyatmo,2006).

      Ruktiningsih (2002) melakukan penelitian tentang stabilisasi tanah lempung menggunakan semen. Hasil penelitian menunjukan penambahan semen pada tanah lempung terjadi kenaikan batas cair, batas plastis, menurunkan indeks plastisitas dan menaikan berat volume kering tanah, menurunkan kadar air optimum, menaikan nilai CBR, menurunkan nilai swelling.
      Wesley (1977) menyatakan pada tanah berbutir halus diketahui tidak ada hubungan langsung antara sifat-sifatnya dengan ukuran butir-butirnya,maka untuk menyatakan sifat dan mengklasifikasikannya dipakai metoda lain terutama percobaan batas Atterberg.
       Tanah yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar (Subgrade) yang berasal dari lokasi sendiri atau didekatnya yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai kekuatan daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.(Sukirman,1995).
      Sifat tanah yang akan dipergunakan sebagai bahan tanah dasar jalan , tanah itu dikelompokan berdasarkan sifat plastisitas dan ukuran butirnya, serta kuat dukung tanah dasar yang dapat diperkirakan dengan mempergunakan hasil klasifikasi tanah ataupun dengan mencari nilai CBR dan dinyatakan dalam persen (Sukirman,1995).

Dampak Bencana Banjir (skripsi dan tesis)


Benson and Clay (2004) membagi dampak dari bencana alam menjadi tiga bagian. Pertama, dampak langsung dari bencana. Dampak langsung meliputi kerugian finansial dari kerusakan aset-aset ekonomi (misalnya rusaknya bangunan seperti tempat tinggal dan tempat usaha, infrastruktur, lahan pertanian, dan sebagainya). Dalam istilah ekonomi, nilai kerugian ini dikategorikan sebagai stock value. Dampak langsung juga meliputi kerusakan fisik, atau berubahnya lingkungan fisik.
Kedua, dampak tidak langsung. Dampak tidak langsung meliputi terhentinya proses produksi, hilangnya output dan sumber penerimaan. Dalam istilah ekonomi, nilai kerugian ini dikategorikan sebagai flow value. Dampak tidak langsung juga berkaitan dengan dampak sosial ekonomi bencana alam. 
Ketiga, dampak sekunder (secondary impact) atau dampak lanjutan. Contoh dari dampak sekunder bisa berwujud terhambatnya pertumbuhan ekonomi, terganggunya rencana-rencana pembangunan yang telah disusun, meningkatnya defisit neraca pembayaran, meningkatnya utang publik dan meningkatnya angka kemiskinan.
Dampak langsung akibat bencana alam lebih mudah untuk dihitung kerugiannya dibandingkan dengan dampak tidak langsung dan dampak sekunder. Konsekuensinya sangat sulit untuk secara tepat menghitung total kerugian ekonomi akibat bencana alam. Untuk menentukan skala bantuan yang optimum dibutuhkan perhitungan kerugian yang tepat.
Coppola (2007) mengidentifikasikan konsekuensi bencana yang merugikan masyarakat dan mengurangi kualitas hidup individu dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
a.              Kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena infrastruktur transportasi yang rusak dan hancur;
b.             Terganggunya kesempatan pendidikan karena kerusakan sekolah atau guru dan siswa yang cedera atau cacat karena adanya tekanan, seperti trauma;
c.              Hilangnya warisan budaya, fasilitas keagamaan, dan sumber daya masyarakat;
d.             Hilangnya pasar dan kesempatan berdagang yang disebabkan oleh gangguan bisnis jangka pendek akibat hilangnya konsumen, pekerja, fasilitas, persediaan atau peralatan;
e.              Hilangnya kepercayaan investor yang mungkin berpotensi menarik kembali investasi (penanaman modal) mereka dan ini di kemudian hari akan menciptakan pengangguran karena pemotongan kerja dan kerusakan di tempat kerja;
f.              Sulitnya komunikasi karena kerusakan dan kehilangan infrastruktur;
g.             Adanya tunawisma yang disebabkan oleh hilangnya rumah dan harta benda;
h.             Kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan yang menyebabkan kekurangan suplai makanan dan meningkatnya harga;
i.               Kehilangan, kerusakan, dan pencemaran lingkungan akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur yang rusak dan belum diperbaiki, serta deformasi dan hilangnya kualitas tanah;
Kerusuhan publik ketika respons pemerintah tidak memadai

Mitigasi Banjir (skripsi dan tesis)


Definisi mitigasi menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana banjir adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana banjir, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. Kegiatan mitigasi sebagaimana dilakukan melalui:
a.       pelaksanaan penataan tata ruang;
b.      pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan;
c.       penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
Coburn,dkk. (dalam Harjono, 2012) juga mendefinisikan mitigasi bencana sebagai pengambilan tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh suatu bahaya sebelum bahaya itu terjadi.

Bencana Banjir (skripsi dan tesis)


     Banjir adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manuasia yang disebabkan oleh meluapnya air sungai oleh faktor alamiah akibat rusaknya kawasan penyangga pada daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Paimin et al.,2009, Hermon,2012, dalam Hermon, 2015:37).  Untuk mengurangi dampak kerusakan dan kerugian yang diakibatkan banjir maka dilakukan kegiatan mitigasi banjir, baik yang melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan mengahdapi ancaman banjir.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pada dasarnya secara umum bencana banjir  disebabkan oleh tiga hal. Pertama, aktifitas manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam, misalnya, pembangunan hunian di bantaran sungai telah mempersempit badan sungai sehingga memicu terjadinya banjir karena sungai tidak lagi menampung aliran air. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan yang tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan air sungai meluber. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada daerah resapan airpendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya (Bappenas, 2010).
Banjir yang terjadi di wilayah Indonesia pada umumnya disebabkan gabungan antara buruknya kondisi jaringan drainase mikro dan makro karena berbagai sebab (kurang memadainya dimensi dan kemiringan saluran drainase karena sampah dan sedimentasi, dan sebagainya) dengan meluapnya aliran sungai melebihi palung sungai karena tingginya intensitas hujan dan pendangkalan sungai karena sedimentasi dan sumbatan sampah atau sebab lainnya (air laut pasang). Perubahan tata guna lahan  yang merupakan faktor yang paling banyak dijumpai pada kasus-kasus banjir di Indonesia. Penggundulan hutan di bagian hulu DAS, pendirian bangunan, serta berbagai bentuk alih fungsi lahan lainnya telah menyebabkan berkurang atau hilangnya daerah resapan air. Kurangnya daerah resapan air menyebabkan aliran air hujan di permukaan (run off) akan makin besar, dan volume air yang masuk ke saluran air atau sungai juga bertambah, yang pada akhirnya menimbulkan banjir ketika badan sungai sungai tidak lagi mampu menampung air tersebut

Air Limbah (skripsi dan tesis)


Cairan buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat-tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985). Limbah dapat berwujud padat, gas maupun cair. Dalam dunia perikanan, limbah cair merupakan wujud limbah yang paling mudah mencemari lingkungan terutama pada kegiatan budidaya. Hal ini di karenakan dalam kegiatan budidaya perikanan, air merupakan media hidup organisme yang akan dibudidayakan, sehingga limbah dalam wujud cair akan lebih cepat menyebar dan memiliki efek langsung terhadap organisme budidaya (peraturan daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali, 1988 dalam Darmawan, 2010).

Selasa, 17 April 2018

Pelet (skripsi dan tesis)

Istilah pelet digunakan untuk menyatakan bentuk yang tidak berbutir, bukan pula tepung, melainkan potongan-potongan pipa seperti bentuk obat nyamuk yang dibakar itu. Panjang pelet biasanya 1-2 cm. Jadi pelet tidak merupakan tepung dan juga tidak berupa batang. Pelet mudah diperoleh, kandungan gizinya tinggi antara lain :
Tabel 5. Kandungan Gizi Dalam Pelet
NoKandungan Jumlah
1.Protein25
2.Lemak10-25
3.Karbohidrat10-20
4.Vitamin dan mineral1
(Mudjiman, 1992)
Selain itu pelet mempunyai bentuk dan kemasan yang ideal sehingga sangat disukai ikan dan tidak mudah hancur  didalam air. Untuk meramu pelet itu, pertama-tama harus disusun persennya dulu berdasarkan kadar protein yang diinginkan dan nilai masing-masing jenis makanan yang diramu, untuk itu setelah diketahui daftar komposisi masing- masing bahan makanan sudah dapat dibuat rekaan diatas kertas bahan-bahan apa saja yang akan digunakan dalam pembuatan pelet yang kesemuanya harus berjumlah 100 bagian. Banyaknya bahan penyusun ditentukan oleh kandungan proteinnya (Siregar, 1999).
Menurut Djajadiredja, dan Anvin, (1977) untuk meramu bahan makanan pelet itu, pertama-tama harus disusun resepnya dulu, berdasarkan kadar proteinnya yang diinginkan, dan nilai masing-masing bahan makanan yang diramu itu.
Sifat-sifat penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan pelet adalah bentuk bahan baku makanan harus berupa tepung halus dan daya malayangnya dalam air juga harus diperhatikan. Makanan berupa pelet ini harus melayang beberapa lama sebelum akhirnya tenggelam. Pelet yang bermutu harus dapat melayang dekat permukaan air paling sedikit 5 menit, sebelum ia menghisap air dan tenggelam kedasar (Mudjiman, 1992).

Dedak Sebagai Bahan Campuran Pakan Ikan (skripsi dan tesis)

Dedak merupakan bahan nabati yang merupakan sisa proses produksi yang biasanya dinamakan dedak padi. Ada 2 macam dedak yaitu, dedak halus (bekatul) dan dedak kasar.
Dedak halus merupakan produk samping penggilingan gabah (rice mill). Bahan ini di pedesaan dapat diperoleh setiap kali menumbuk padai. Kulit gabah yang mengelupas dan hancur beserta selaput beras disaring dengan ayakan lembut untuk dipisahkan dari ampasnya. Dedak halus ini dalam pembuatan pakan ikan digunakan sebagai sumber karbohidrat (Widayati, 1996).
Dedak padi merupakan sumber energi bagi ternak, disamping sebagai sumber vitamin B yang dukup baik. Penggunaan dedak dalam makanan bertujuan sebagai bahan pengisi agar makanan bersifat bulky (menggumpal) dan tidak memiliki kepadatan yang terlalu tinggi.(BPPT, 2000)
Dedak yang bermutu baik, kandungan gizinya adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Kandungan Gizi Dalam Dedak.
No.Kandungan giziJumlah (%)
1.Karbohidrat28,62
2.Serat kasar24,46
3.Lemak12,15
4.Protein11,35
5.Air10,15
6.Abu10,5
7.Nilai ubah8
(Widayati, 1996).
Dalam menggunakan dedak halus untuk campuran makanan ikan, diharapkan berhati-hati dalam memilihnya. Sebab besar sekali kemungkinan dedak itu banyak campurannya, seperti campuran sekam, pasir, batu kapur, tepung batu dll. Selain itu, dedak yang sudahterlalu lama disimpan (sampai 3 bulan atau lebih), mutunya juga sudah merosot vitaminnya, sudah rusak dan baunyapun tengik (Widayati, 1996).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih dedak antara lain
  1. Memperhatikan baunya. Untuk itu perlu dicium dedaknya dan dirasakan apakah berbau enak atau tidak (bila berbau tengik, berbau jamur yang apek atau berbau obat berarti jelek).
  2. Memperhatikan kelembabannya. Untuk itu perlu diraba dedaknya dengan tangan. Dedak yang baik akan melekat pada seluruh tangan.
  3. Bentuk luarnya perlu dihancurkan, apakah berbentuk kapur halus, kasar atau lembut.
  4. Dibandingkan dengan sejumlah dedak yang diamati dengan dedak yang sudah jelas bermutu baik dalam jumlah yang sama, untuk mengetahui adanya bahan-bahan campuran.
  5. Warnanya harus sesuai dengan warna berasnya. Ada yang kuning, keabu-abuan, kuning muda, kecoklatan dll (Mudjiman, 1992).

Pemanfaatan Limbah Darah Unggas Sebagai Bahan Pakan Ikan (skripsi dan tesis)

erbagai macam bahan pakan dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti tepung ikan dengan memperhatikan nilai gizinya yang tinggi, harganya lebih murah dan mudah didapat. Salah stu bahan alternatif yang dapat digunakan adalah limbah peternakan berupa darah ayam. Limbah peternakan berupa darah ayam memiliki kandungan protein tinggi. Darah ayam dapat diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang terdapat diseluruh Indonesia. Berat darah ayam sebagai hasil samping penyembelihan hewan antara 2-3% berat badan hewan (Mudjiman, 1995).
Tepung darah berasal dari darah segar dan bersih yang biasanya diperoleh dari rumah pemotongan hewan (RPH). Darah segar hanya mengandung bahan kering ± 20% berarti sebelum dijadikan tepung diperlukan proses penguapan air atau pengeringan yang membutuhkan waktu cukup lama. Pengeringan darah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan biasa atau melalui pemanasan (vat drying) dan dengan menggunakan freeze drying untuk menguapkan air pada temperatur rendah. Metode pengolahan yang digunakan tentu akan mempengaruhi kualitas tepung darah yang dihasilkan. Kandungan zat makanan dengan menggunakan cara vat drying adalah bahan kering 94,0%, protein kasar 81,1%, lemak kasar 1,6%, dan serat kasar 0,5% sedangkan dengan cara lain didapatkan bahan kering 93,0%, protein kasar 88,9%, lemak kasar 1,0%, dan serat kasar 0,6%.(BPPT,2000)
Menurut Mudjiman (1995), darah ayam mengandung jenis protein yang sukar dicerna, sehingga penggunaanya perlu dibatasi. Supaya darah ayam lebih mudah dicerna oleh tubuh ikan maka perlu diolah dulu sebelum digunakan. Salah satu cara pengolahannya adalah dibuat tepung darah. Darah yang dibuat tepung memiliki kandungan ferrum (Fe) tinggi, kadar protein kasar 80% dan lisin yang cukup tinggi juga tetapi mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang rendah. Tepung darah kaya akan kandungan asam amino arginin, metionin, sisitin dan leusin tetapi mempunyai kekurangan yaitu miskin akan asam amino isoleusin,dan dibandingkan dengan tepung ikan, tepung daging bekicot dan tepung tulang daging, tepung darah mengandung sedikit glisin (Nesheim., 1979).
Darah ayam tersebut dipanaskan sampai 100ÂșC sehingga membentuk gumpalan, kemudian dikeringkan dan diproses (tekanan tinggi) untuk mengeluarkan serum yang tersisa. Setelah itu dikeringkan dengan pemanasan lagi dan akhirnya digiling. Tepung darah hewan ini biasanya berwarna coklat gelap dengan bau yang khas. Tepung ini mengandung Lysine, Arginine,Methiorine, Cystine dan Leucine, tetapi sedikit mengandung Ileucine dan Glycine (Darmono, 1993).
Baik buruknya tepung darah yang digunakan sebagai bahan baku dari segi kesehatan, tergantung pada bagaimana bahan itu diperoleh dari rumah potong hewan. Bila berasal dari penampungan yang bercampur kotoran, tentu bahan ini tidak layak digunakan, tapi bila berasal dari penampungan yang bersih, maka tepung ini memenuhi syarat sebagai bahan baku pakan. Kelemahan dari tepung darah adalah miskin isoleucin dan rendah kalsium dan fosfor, juga bila dipakai lebih dari 5% akan menimbulkan efek “bau darah” pada ikan. Oleh karena itu penggunaanya harus dicampurkan dengan bahan lain.(Musyamsir, 2001)