Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya persentase saham
perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi. Jensen and Meckling (1976)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting
dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham
dengan manajer. Keberadaaan investor institusional dianggap mampu
mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap
keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola perusahaan.
Kepemilikan institusional pada umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam
jumlah yang besar sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih
baik. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer. Shleifer and Vishny (1999)
mengemukakan bahwa institutional shareholders memiliki insentif untuk
memantau pengambilan keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif
bagi perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan kinerja usaha
Olah data, Skripsi, Tugas Akhir, Thesis, Makalah. Alamat Utara Ring Road Utara Depok, Sleman - Yogyakarta Buka Senin-Sabtu (Kecuali Tanggal Merah) jam 08:00-15:30 WIB.Buat konfirmasi untuk di luar waktu yang sudah disebutkan Phone: 0813-9327-6096 ; 0853-2570-9995 e-mail : kresnakonsultan1@gmail.com Situs resmi : http://konsultasiskripsi.com/ IG @olah_data_dan_tugas_akhir @kresnakonsultan
Tampilkan postingan dengan label Konsultasi Tesis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konsultasi Tesis. Tampilkan semua postingan
Selasa, 10 Desember 2019
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan (skripsi dan tesis)
Pengaruh kepemilikan asing terhadap kinerja perusahaan (skripsi dan tesis)
Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki
oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus
luar negeri atau perorangan, badan hukum, pemerintah yang bukan berasal dari
Indonesia (Wiranata dan Nugrahanti, 2013). Kepemilikan asing dalam perusahaan
merupakan pihak yang dianggap concern terhadap peningkatan good corporate
21
governance (Simerly dan Li, 2000; Fauzi, 2006). Dengan semakin banyaknya
pihak asing yang menanamkan sahamnya diperusahaan maka akan meningkatkan
kinerja dari perusahaan yang di investasikan sahamnya. Hal ini terjadi karena
pihak asing yang menanamkan modal sahamnya memiliki sistem manajemen,
teknologi dan inovasi, keahlian dan pemasaran yang cukup baik yang bisa
membawa pengaruh positif bagi perusahaan.
Hasil penelitian Chibber & Majumdar (1999) menemukan kepemilikan asing
berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan India. Wiranata dan Nugrahanti
(2013) menemukan bahwa semakin tinggi kepemilikan asing, maka pihak asing
sebagai pemegang saham mayoritas akan menunjuk orang asing untuk menjabat
sebagai dewan komisaris atau dewan direksi, dengan demikian keselarasan antara
tujuan ingin memaksimalkan kinerja perusahaan akan tercapai karena persamaan
prinsip antara pemegang saham asing dengan manajemen yang juga ditempati
pihak asing sebagai bagian dari manajemen perusahaan.
La Porta dkk. (1999) dalam menjelaskan bahwa karena investor asing menghadapi
risiko lebih ketika berinvestasi dalam ekonomi negara berkembang maka
perhatian pengendalian manajemen investor asing relatif tinggi. Kepemilikan
asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap
peningkatan good corporate governance (Simerly &Li, 2000; Fauzi, 2006)
Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan (skripsi dan tesis)
Salah satu cara guna untuk mengurangi konflik antara prinsipal dan agen dapat
dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manajerial suatu perusahaan.
Menurut Wahidahwati (2002) kepemilikan manajerial adalah pemegang saham
dari pihak manajemen (dewan direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut
dalam pengambilan keputusan. Cruthley dan Hansen (1989) dan Bathala et al
(1994) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajer akan mendorong
penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen sehingga manajer bertindak
sesuai dengan keinginan pemegang saham dan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan mendorong manajer untuk
berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan secara
langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung kerugian
sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Listyani, 2003).
Hasil penelitian Wiranata dan Nugrahanti (2013) menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan.
Kinerja Perusahaan (skripsi dan tesis)
Menurut Ismiyanti dan Hamidya (2017) kinerja perusahaan merupakam sebuah
jenis ekspresi dari kemampuan perusahaan menginvestasikan modal untuk
menghasilkan keuntungan di sebuah level tertentu. Kinerja perusahaan adalah
hasil kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan operasional di dalam laporan
keuangan ditunjukkan oleh pencapaian laba bersih (Puspito, 2011). Laba
merupakan selisih antara pendapatan dan beban. Kegiatan memaksimalkan
pendapatan disebut juga peningkatan profitabilitas, sedangkan menekan beban
disebut juga peningkatan efesiensi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Puspito (2011)
menyatakan bahwa profitabilitas menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi
investor.
Pengukuran kinerja secara garis besar dikelompokan menjadi dua, yaitu
pengukuran non finansial dan finansial.Kinerja non finansial adalah pengukuran
kinerja dengan menggunakan informasi-informasi non finansial yang lebih dititik
beratkan dari segi kualitas pelayanan kepada pelanggan. Sedangkan pengukuran
kinerja secara finansial adalah penggunaan informasi-informasi keuangan dalam
mengukur suatu kinerja perusahaan.Informasi keuangan yang lazim digunakan
adalah laporan rugi laba dan neraca.
Penelitian ini menggunakan Return on Equity (ROE) sebagai dasar pengukuran
kinerja finansial keuangan. Return on Equity (ROE) mengukur seberapa efisien
manajemen menggunakan Ekuitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan
(Brigham & Ehrhadrt, 2005) alasan peneliti menggunakan Return on Equity
(ROE) sebagai proksi dari kinerja perusahaan manufaktur dan jasa karena ROE
lebih komprehensif. ROE dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan operasi dengan total pendapatan yang ada. Alasan lain
menggunakan Return on Equity (ROE) sebagai proksi karena Return on Equity
(ROE) menggambarkan kinerja perusahaan yang dicapai dalam periode tertentu.
Semakin tinggi nilai ROE, semakin baik kinerja perusahaan, dan hal ini
merupakan sinyal yang baik bagi investor untuk melakukan investasi dengan
membeli saham perusahaan. Investor akan mengharapkan suatu return yang
tinggi, karena tingginya ROE juga menggambarkan laba bersih sesudah pajak
yang merupakan hak bagi pemilik atau pemegang saham juga tinggi.
Kepemilikan Institutional (skripsi dan tesis)
Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan persentase saham perusahaan yang
dimiliki oleh pihak institusi (Wiranata dan Nugrahanti, 2013). Kepemilikan
institusi keuangan didefinisikan oleh Agrawal dan Mandelker (1990) sebagai
lembaga investasi yang meliputi dana pensiun, bank dan perusahaan trust,
endowments, reksadana, dan penasehat investasi. Jensen and Meckling (1976)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang penting
dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham
dengan manajer. Keberadaaan investor institusional dianggap mampu untuk
mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap
keputusan yang diambil oleh pihak manajemen selaku pengelola perusahaan
(Wiranata dan Nugrahanti, 2013).
Kepemilikan Asing (skripsi dan tesis)
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict.
Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu
mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan
pemegang saham (Jensen and Meckling, 1976). Kepemilikan asing merupakan
proporsi kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan
hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri atau
perorangan, badan hukum, pemerintah pembelian langsung pada perusahaan
maupun melalui Bursa Efek (Chen et al, 2013). Menurut Wiranata dan Nugrahanti
(2013), kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang
dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang
berstatus luar negeri atau perorangan, badan hukum dan luar pemerintah.
Perusahaan multinasional atau dengan kepemilikan asing utamanya melihat
keuntungan legitimasi berasal dari para stakeholdernya, dimana secara tipikal
berdasarkan atas pasar tempat beroperasi (home market) yang dapat memberikan
eksistensi yang tinggi dalam jangka panjang (Suchman, 2007).
Kepemilikan Manajerial (skripsi dan tesis)
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut masalah agensi.
Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu
mekanisme yang diterapkan berguna untuk melindungi kepentingan pemegang
saham (Jensen and Meckling, 1976). Salah satu cara guna untuk mengurangi
konflik antara prinsipal dan agen dapat dilakukan dengan meningkatkan
kepemilikan manajerial suatu perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah
pemegang saham dari pihak manajemen (dewan direksi dan dewan komisaris)
yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan (Wahidahwati, 2002).
Kepemilikan manajerial diukur dengan proporsi saham yang dimiliki perusahaan
pada akhir tahun dan dinyatakan dalam persentasi.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa pada kenyataanya, manajer akan
lebih mengutamakan kepentingan untuk mencapai tingkatan gaji dan kompensasi
yang tinggi dibandingkan berusaha untuk memaksimalkan kemakmuran pemilik
perusahaan. Kondisi ini menunjukkan adanya agency conflict yang menuntut
adanya suatu bentuk tindakan berupa suatu mekanisme yang dapat mensejajarkan
kepentingan manajer dan pemegang saham (Puspito, 2011). Tujuan dari
kepemilikan manjerial adalah untuk menyelaraskan antara kepentingan
manajemen dan pemegang saham dengan alasan manajemen akan mempunyai
13
kepemilikan saham dalam perusahaan (Probohudono, 2016; Harjito, 2006).
Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer akan termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan
kemakmuran pemegang saham (Puspito, 2011).
Struktur Kepemilikan (skripsi dan tesis)
Struktur kepemilikan Untuk mengurangi biaya keagenan dapat dilakukan dengan
peningkatan insider ownership dengan harapan akan terjadi penyebaran risiko.
Para manajer juga mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang
tinggi bukan untuk memaksimumkan nilai perusahaan, melainkan untuk
kepentingan oportunistik manajer.
Hal ini akan meningkatkan beban bunga hutang karena risiko kebangkrutan
perusahaan yang meningkat, sehingga agency cost of debt semakin tinggi. Agency
cost of debt yang tinggi pada gilirannya akan berpengaruh pada penurunan kinerja
perusahaan. Adanya kepemilikan saham oleh pihak insider, maka insider akan
ikut memperoleh manfaat langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya, namun juga akan menanggung risiko secara langsung bila keputusan itu salah.
Kepemilikan oleh insider juga akan mengurangi alokasi sumber daya yang tidak
benar (misallocation). Dengan demikian, kepemilikan saham oleh insider
merupakan insentif untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Teori Sinyal (Signaling Theory) (skripsi dan tesis)
Teori sinyal (Signaling theory) digunakan untuk menjelaskan bahwa pada
dasarnya suatu informasi dimanfaatkan perusahaan untuk memberi sinyal positif
maupun negatif kepada pemakainya. Teori sinyal (Scott, 2012) menyatakan
bahwa pihak eksekutif perusahaan yang memiliki informasi lebih baik mengenai
perusahaannya akan terdorong untuk menyampaikan informasi tersebut kepada
calon investor dimana perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan melalui
11
pelaporannya dengan mengirimkan sinyal melalui laporan tahunannya.
Manajemen tidak sepenuhnya menyampaikan seluruh informasi yang
diperolehnya tentang semua hal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke
pasar modal, sehingga jika manajemen menyampaikan suatu informasi kepasar,
maka umumnya pasar akan bereaksi terhadap informasi tersebut sebagai suatu
sinyal (Listiana, 2009).
Pengungkapan struktur kepemilikan dalam annual report diharapkan mampu
dijadikan sinyal oleh perusahaan ketika menarik minat investor untuk
menanamkan dana pada saham perusahaan. Investor diharapkan akan bereaksi
positif apabila melihat perusahaan melihat kinerja keuangan perusahaan. Hal
inilah yang memotivasi perusahaan mencoba memberikan sinyal positif ketika
mengungkapkan kegiatan struktur kepemilikan yang meningkat.
Teori Keagenan (Agency Theory) (skripsi dan tesis)
Hubungan keagenan terjadi ketika satu atau lebih individu yang disebut sebagai
prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk
melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat
keputusan pada agen tersebut (Brigham dan Houston, 2006). Dalam mengkaitkan
antara struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan, terdapat satu hal yang
tidak dapat dipisahkan dari pencapaian sasaran organisasi perusahaan serta
kinerjanya, yaitu manajemen atau pengurus perusahaan. Pencapaian tujuan dan
kinerja perusahaan tidak terlepas dari kinerja manajemen itu sendiri.
Manajer sebagai orang dalam perusahaan memiliki keuntungan informasi
dibandingkan dengan investor yang merupakan orang luar perusahaan. Manajer
dapat mengeksploitasi keuntungan tersebut melalui pengelolaan informasi yang
disampaikan kepada investor. Kondisi ini dikenal dengan istilah adverse selection.
Jenis lain asimetri informasi adalah moral hazard. Pemisahan antara kepemilikan
dan pengendalian perusahaan mendorong manajer untuk tidak memaksimalkan
usahanya (Jensen dan Meckling, 1976).
9
Dalam konteks perusahaan, masalah keagenan yang dihadapi investor mengacu
pada kesulitan investor untuk memastikan bahwa dananya tidak disalahgunakan
oleh manajemen perusahaan untuk mendanai kegiatan yang tidak menguntungkan
(Wulandari, 2011).
Menurut Jensen dan Meckling (1976), penyebab konflik
antara manajer dan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan aktivitas pencarian dana dan bagaimana dana yang
diperoleh tersebut di investasikan.
Teori keagenan maka dapat menjelaskan fenomena masalah keagenan di Negaranegara ASEAN khususnya didalam struktur kepemilikan. Shleifer dan Vishny
(1997) menjelaskan bahwa manajer mengendalikan perusahaan dan masalah
keagenan yang terjadi antara pemegang saham dan manajer. Masalah ini disebut
sebagai Agency Problem I (Villalonga dan Amit, 2006) atau Type I Agency Costs
(Bozec dan Laurin, 2008). Berikutnya, pemegang saham mengelompokkan diri
menjadi pemegang saham pengendali untuk mengawasi manajer agar manajer
menjalankan perusahaan demi kepentingan terbaik para pemegang saham. Akan
tetapi, pemegang saham pengendali meminta manajer untuk membuat keputusan
yang menguntungkan diri sendiri seperti pembagian dividen khusus. Hal ini
merugikan pemegang saham nonpengendali. Hal demikian, masalah keagenan
yang terjadi antara pemegang saham pengendali dan pemegang saham
nonpengendali. Konflik seperti ini disebut Agency Problem II (Villalonga dan
Amit, 2006) atau Type II Agency Costs (Bozec dan Laurin, 2008).
Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa masalah agensi antara pemegang
saham dan manajer adalah berasal dari pemisahan kepemilikan dan pengawasan.
Meraka juga menyatakan masalah keagenanan dapat dikurangi dengan pemberian
insentif, melakukan pengawasan, meningkatkan kepemilikan manajerial dan
tindakan membatasi diri (bonding) oleh manajer. Konflik keagenan juga dapat
diminimalisasi dengan adanya kepemilikan manajerial, yaitu manajemen memiliki
beberapa saham perusahaan atau manajemen sekaligus pemegang saham
perusahaan. Kepemilikan manajerial ini bertujuan untuk menyelaraskan antara
kepentingan manajemen dan pemegang saham dengan alasan manajemen akan
mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan (Probohudono, 2016; Harjito,
2006). Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerja dan lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan
kemakmuran pemegang saham (Puspito, 2011). Oleh karena itu, semakin besar
tingkat kepemilikan manajerial suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat
keselarasan dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan
pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976; Singh dan Davidson, 2003). Hasil
penelitian Harjito (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajer dalam
perusahaan besar secara signifikan dapat mengurangi konfilk antara prinsipal dan
agen
Kepemilikan Pemerintah (skripsi dan tesis)
Kepemilikan pemerintah adalah jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh
pemerintah (Munisi dkk.,2014). Perusahaan pemerintah diasumsikan untuk mengejar
maksimalisasi dukungan politik. Sehingga diharapkan prosentase kepemilikan pemerintah
memiliki hubungan positif dengan komisaris independen (Li, 1994). Menurut Munisi dkk.,(2014)
“perusahaan dengan pemegang saham terbesarnya adalah pemerintah memiliki tata
kelola perusahaan yang lemah karena lebih melayani kepentingan publik di banding
kepentingan para pemegang saham”. Perusahaan BUMN di Indonesia rata-rata memiliki
tingkat leverage yang tinggi hal ini akan berpengaruh pada penurunan kinerja keuangan
perusahaan (Triwacaningrum dan Hidayat, 2014). Keinginan publik terkadang tidak sejalan
degan kepentingan pemegang saham. Hal ini akan berdampak pada berkurangnya
control dari pihak pemerintah terhadap pihak manajer sebagai pengelolah perusahaan.
Sehingga berpengaruh negatif dengan ukuran dewan direksi perusahaan dan perlunya
pemantauan yang lebih dari komisaris independen.
Kepemilikan Manajerial (skripsi dan tesis)
Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen
perusahaan yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen.
Menurut Munisi dkk.,(2014), besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam
perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara manajemen dengan pemegang saham. Manajer yang mempunyai kepemilikan saham di
perusahaan akan cenderung bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham
karena terdapat kesamaan kepentingan antara keduanya dan rasa memiliki perusahaan.
Hal ini dapat meminimalisir terjadinya masalah keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).
Semakin besar kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan berpengaruh negatif
dengan ukuran dewan direksi dan komisaris independen.
Kepemilikan Asing (skripsi dan tesis)
Kepemilikan asing adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak pihak dari luar
negeri baik individu maupun institusional (Munisi dkk.,2014). Dalam penelitian Aggarwal
(2010) kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang concern terhadap
peningkatan corporate governance seperti dengan memiliki ukuran dewan direksi yang
lebih kecil dan proporsi komisaris independen yang lebih tinggi dan cenderung menerapkan
praktik good corporate governance yang diterapkan di Negara asalnya dan dipromosikan
ke Negara lain seperti kebutuhan untuk memiliki board size yang kecil dan dengan proporsi
komisaris independen yang lebih tinggi. Di sisi lain jarak geografis mereka dengan
perusahaan dan operasi perusahaan mungkin menjadi hambatan untuk terus melakukan
proses monitoring yang efisien sehingga perulunya monitoring oleh komisaris independen
agar menghindari terjadinya agency problem (Essen dkk.,2011).
Struktur kepemilikan (skripsi dan tesis)
Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme tata kelola yang penting untuk
mengendalikan masalah keagenan. Terutama pada lingkungan dimana tata kelola seperti
market of corporate control, external auditors, rating agencies dan kerangka kerja institusi
(sistem hukum dan lembaga keuangan) yang lemah. Indonesia merupakan Negara dengan
sistem hukum yang lemah dan terutama control of corruption-nya yang masih rendah.
Mengingat kelemahan ini struktur kepemilikan bisa menjadi cara penting untuk mengontrol
masalah keagenan melalui pemilihan agen atau dewan perusahaan untuk melakukan
pengelolahan dan pengawasan. Struktur dewan perusahaan merupakan hasil dari
menyeimbangkan kepentingan dari stakeholders yang berbeda termasuk pemilik atau
investor. Artinya, pemilik yang berbeda mungkin menunjukkan ciri-ciri yang berbeda dari
perilaku dan pilihan untuk tata kelola perusahaan yang cenderung mempegaruhi struktur
dewan perusahaan (Munisi dkk.,2014).
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor
perusahaan, manajemen dan struktur dewan. Pemilik yang berbeda mungkin menunjukkan
ciri-ciri yang berbeda dari perilaku dan pilihan untuk tata kelola perusahaan yang
cenderung mempegaruhi struktur dewan perusahaan (Munisi dkk.,2014). Dalam penelitian ini
mencakup 3 kategori yaitu kepemilikan asing, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan
pemerintah
Komisaris Independen (Independence Commissioners) (skripsi dan tesis)
Dewan komisaris independen dalam mekanisme good corporate governance
berperan penting tidak hanya melihat kepetingan pemilik tetapi juga kepentingan
perusahaan secara umum. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa outside director
akan lebih efektif dalam memonitor manajemen selain itu outsider juga lebih banyak
memberikan expert knowledge dan nilai tambah bagi perusahaan. Hal tersebut didukung
oleh Boone dkk.,(2007) serta Hermalin dan Weisbach (1988) yang menyatakan bahwa
outside director selain lebih efektif dalam memonitor manajemen juga merupakan sarana
untuk mendisplinkan para manajer yang melakukan perilaku opportunistik terhadap
kepentingannya sendiri dapat dikurangi
Ukuran Dewan Direksi (Board Size) (skripsi dan tesis)
Ukuran dewan direksi yang kecil dapat memberikan keuntungan bagi pemegan
saham dan perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa ukuran dewan
direksi yang lebih besar dapat mengurangi keefektifan pengawasan karena komunikasi dan
koordinasi serta kemampuan dewan dalam mengendalikan manajemen dapat
menimbulkan masalah keagenan akibat adanya pemisahan antara manajemen dan
pengendali. Lipton dan Lorch (1992) menyatakan bahwa terdapat beberapa kekurangan
dalam besarnya ukuran dewan direksi. Ukuran dewan direksi yang besar akan berakibat
pada kurangnya diskusi yang berarti, sebab mengekspresikan pendapat dalam kelompok
besar umumnya memakan waktu, sulit dan mengakibatkan kurangnya kekompakan pada
dewan direksi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Yermacrk (1996) dan Eisenberg
dkk.,(1998) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi yang kecil meningkatkan kinerja
perusahaan
Struktur Dewan Perusahaan (Board Structure) (skripsi dan tesis)
Bennedsen (2002) mengemukakan bahwa suatu perusahaan akan mempunyai 2
motif untuk memiliki dewan perusahaan yaitu motif governance (penciptaan nilai) dan motif
distributive (membatasi kepentingan pengawasan oleh pemilik). Dewan memberikan
Eperlindungan untuk shareholder dalam perusahaan dengan monitoring dan control (Fama
dan Jensen, 1983). Jansen (1993) mengemukakan bahwa mekanisme tata kelola
perusahaan dapat dilakukan secara eksternal seperti melalui pasar dan apabila tidak efektif
dalam menyelesaikan masalah keagenan, maka solusi utamanya bisa ditemukan melalui
internal perusahaan. Menurut Munisi., dkk (2014) bahwa struktur dewan memainkan peran
sentral dalam tata kelola internal perusahaan, mereka adalah salah satu mekanisme tata
kelola perusahaan yang paling penting dalam pengembangan ekonomi.
Menurut Lembaga Direksi dan Komisaris Indonesia dalam artikelnya board duties
Indonesia (2011) system board yang digunakan di Indonesia adalah two-tier board system.
Dalam sistem dua tingkat (two-tiers), pemegang saham akan menunjuk sekelompok
pengelola operasi perusahaan (management) yang diwakili oleh direksi dan juga pengawas
(supervisory) sebagai penasihat manajemen yang disebut komisaris (Commissioners). Dalam
penelitian ini menggunakan variabel struktur dewan perusahaan yang digunakan adalah
ukuran dewan direksi dan proporsi komisaris independen
Corporate Governance (skripsi dan tesis)
OECD (2004:11) mendefinisikan corporate governance sebagai salah satu elemen
kunci dalam meningkatkan efisiensi, pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan investor.
Yang menunjukkan sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, dewan
perusahaan dan pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan
perusahaan. Good corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur, perangkat
untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Prinsip dari corporate governance
yaitu fairness (keadilan). transparency (transparansi), accountability (akuntabilias),
responsibility (responsibilitas), dan indepedency (independen
Teori Keagenan ( Agency theory ) (skripsi dan tesis)
keagenan adalah hubungan atau kontrak antara principal (pemilik) dan agent
(pengelola). Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa hubungan principalagent dapat memunculkan agency problem dalam perusahaan. Pemegang saham (principals) akan menyewa orang lain atau manajer (agents) untuk mengelola perusahaan.
Pemisahan antara pemilik dengan pengelolah dapat terjadi perbedaan kepentingan diantara dua belah pihak. Pihak pengelolah dapat bertindak sesuatu yang dapat menguntungkan dirinya sendiri dalam mengelolah perusahaan dan mengapaikan kepentingan pemilik, hal tersebut dapat memicu terjadinya agency problem.
Menurut Onetto (2007) “antara dewan dan pemegang saham di mana dewan akan memainkan peran sebagai agen dan pemegang saham sebagai principal”. Pemegang saham berkontribusi dalam modal dan mempertahankan kepemilikan. Manajemen membuat keputusan sesuai dengan operasional perusahaan, termasuk perencanaan strategis, manajemen risiko, dan laporan keuangan. Sedangkan dewan yang mengawasi
kinerja manjemen atas nama para pemegang saham, dan intervensi untuk memperbaiki inefisiensi dalam operasionalnya.
Berbagai pendekatan dilakukan untuk meminimalkan masalah keagenan salah
satunya adalah pendekatan independence yang diungkapkan oleh Dalton dkk.,(2007). Kehadiran dewan yang independen dapat memonitor manajer dan memastikan bahwa kepentingan mereka tidak menyimpang dan kinerjanya lebih efektif. Peranan dewan sangat penting untuk memonitor manajemen agar sesuai dengan standar yang berlaku dan mencegah terjadinya praktek kecurangan dan meningkatkan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976), mengungkapkan bahwa ukuran dewan direksi yang lebih besar dapat mengurangi keefektifan pengawasan karena komunikasi dan koordinasi serta kemampuan dewan dalam mengendalikan manajemen dapat menimbulkan agency problem. Selain itu Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa outside director akan lebih efektif dalam memonitor manajemen selain itu outsider juga lebih banyak memberikan expert knowledge dan nilai tambah bagi perusahaan
(pengelola). Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa hubungan principalagent dapat memunculkan agency problem dalam perusahaan. Pemegang saham (principals) akan menyewa orang lain atau manajer (agents) untuk mengelola perusahaan.
Pemisahan antara pemilik dengan pengelolah dapat terjadi perbedaan kepentingan diantara dua belah pihak. Pihak pengelolah dapat bertindak sesuatu yang dapat menguntungkan dirinya sendiri dalam mengelolah perusahaan dan mengapaikan kepentingan pemilik, hal tersebut dapat memicu terjadinya agency problem.
Menurut Onetto (2007) “antara dewan dan pemegang saham di mana dewan akan memainkan peran sebagai agen dan pemegang saham sebagai principal”. Pemegang saham berkontribusi dalam modal dan mempertahankan kepemilikan. Manajemen membuat keputusan sesuai dengan operasional perusahaan, termasuk perencanaan strategis, manajemen risiko, dan laporan keuangan. Sedangkan dewan yang mengawasi
kinerja manjemen atas nama para pemegang saham, dan intervensi untuk memperbaiki inefisiensi dalam operasionalnya.
Berbagai pendekatan dilakukan untuk meminimalkan masalah keagenan salah
satunya adalah pendekatan independence yang diungkapkan oleh Dalton dkk.,(2007). Kehadiran dewan yang independen dapat memonitor manajer dan memastikan bahwa kepentingan mereka tidak menyimpang dan kinerjanya lebih efektif. Peranan dewan sangat penting untuk memonitor manajemen agar sesuai dengan standar yang berlaku dan mencegah terjadinya praktek kecurangan dan meningkatkan nilai perusahaan. Jensen dan Meckling (1976), mengungkapkan bahwa ukuran dewan direksi yang lebih besar dapat mengurangi keefektifan pengawasan karena komunikasi dan koordinasi serta kemampuan dewan dalam mengendalikan manajemen dapat menimbulkan agency problem. Selain itu Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa outside director akan lebih efektif dalam memonitor manajemen selain itu outsider juga lebih banyak memberikan expert knowledge dan nilai tambah bagi perusahaan
Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Perusahaan (skripsi dan tesis)
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan
bahwa kepemilikan institusional merupakan
salah satu mekanisme corporate governance
yang digunakan untuk mengendalikan agency
problem. Adanya kepemilikan saham oleh
investor institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen sehingga
manajemen tidak selalu bertindak untuk
kepentingan pemegang saham pengendali.
Semakin besar kepemilikan saham oleh
investor institusional, maka semakin besar
kekuatan suara dan dorongan institusi
keuangan untuk mengawasi manajemen,
sehingga akan memberikan dorongan yang
lebih besar untuk mengoptimalkan kinerja
perusahaan sehingga kinerja perusahaan juga
akan meningkat.
Sleiver & Vishny (1986) menujukkan
bahwa adanya kepemilikan saham eksternal
dapat mengurangi konflik keagenan karena
pihak eksternal memiliki insentif yang kuat
untuk melakukan monitor terhadap
perusahaan. Investor institusi yang aktif
melakukan monitoring terhadap bisnis
perusahaan, dapat mengurangi asimetri
informasi dan problem keagenan sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Lin &
Fu 2017).
Dengan kemampuan manajerial dan
pengetahuan profesionalnya, investor
institusional dapat memonitor manajer dalam
meningkatkan efisiensi perusahaan dan dalam
membuat keputusan bisnis yang bertujuan
untuk meningkatkan nilai perusahaan secara
keseluruhanm tidak hanya kepentingan
pemegang saham pengendali.
Pengawasan yang efektif dari
kepemilikan institusional terhadap manajer,
dapat mendorong dan mendisiplinkan kinerja
manajemen, sehingga manajer akan cenderung
untuk berusaha meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham secara keseluruhan.
Gedajlovic dan Shapiro (2002) dan penelitian
Lee (2008) mengatakan bahwa kepemilikan
saham oleh investor institusional seperti bank,
asuransi, dan insititusi lainnya akan
mendorong peningkatan efektifitas
pengawasan kinerja manajemen, dimana
fungsi pengendalian akan semakin efektif
apabila pemegang saham memiliki
kemampuan dan pengalaman yang baik
dibidang bisnis dan keuangan, seperti yang
dimiliki oleh investor institusi.
Masalah keagenan di Indonesia sebagai
negara yang sebagian besar perusahaan
dimiliki oleh keluarga adalah tergolong masalah agensi tipe 2 yaitu masalah keagenan
antara pemegang pengendali dan pemegang
saham minoritas, bukan masalah keagenan tipe
1, antara manajer dan pemilik. Karena
sebagian besar saham dimiliki keluarga, maka
manajer diangkat oleh keluarga dan banyak
yang berasal dari anggota keluarga, sehingga
sering kali manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan keluarga sebagai pemegang
saham pengendali.
Chaganti dan Damanpour (1991)
berpendapat bahwa pemilik keluarga yang
tidak duduk di kursi manajemen dapat
dipersepsikan sebagai pemilik luar.
Pengaruh
pemilik luar ini bersifat memperbesar
pengaruh dari kepemilikan institusi dengan
cara meningkatkan relative power dari pihak
luar. Untuk mendapatkan tingkat
pengembalian tertinggi atas investasinya,
pemilik keluarga ini berusaha untuk
mempengaruhi manajemen yang profesional
untuk mendapatkan kinerja yang lebih tinggi.
Thomsen dan Pedersen (2000) juga
berpendapat serupa bahwa dalam konteks
perusahaan dengan pemilik keluarga, makin
besar kepemilikan yang dimiliki oleh investor
institusi akan mendorong perusahaan untuk
mengadopsi strategi yang berdampak pada
peningkatan nilai pemegang saham.
Hamdani & Yafeh (2010) meneliti peran
investor institusi dalam menegakkan tata
kelola perusahaan pada pasar dimana terdapat
kepemilikan yang terkonsentrasi. Penelitian
dilakukan di negara Israel dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika perusahaan
memiliki pemegang saham pengendali,
investor institusional sebagai pemegang saham
minoritas, hanya dapat memainkan peran
terbatas dalam tata kelola perusahaan. Terlebih
lagi jika ada kepemilikan keluarga yang kuat,
yang mengendalikan banyak perusahaan
melalui kelompok bisnis, hal ini menciptakan
sumber konflik baru bagi investor institusi.
Manzaneque et al., (2016) meneliti peran
investor institusi terhadap kemungkinan
terjadinya kesulitan keuangan, pada konteks
perusahaan dengan kepemilikan
terkonsentrasi. Sampel penelitian adalah
perusahaan di Spanyol dengan periode
penelitian dari 2007 – 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa direksi yang ditunjuk
oleh pemegang saham institusi yang tergolong
pressure resistance seperti perusahaan dana
pensiun, ventura kapital, perusahaan investasi,
akan menurunkan kemungkinan terjadinya
kesulitan keuangan. Namun direksi yang
dipilih oleh pemegang saham yang tergolong
pressure sensitive, tidak berhubungan dengan
terjadinya kesulitan keuangan di perusahaan.
Penelitian di Bangladesh (Imam dan
Malik 2007) serta penelitian di Yordania
(Zeitun dan Tian 2007) menunjukkan hasil
tidak adanya dampak signifikan dari
kepemilikan institusi terhadap kinerja
perusahaan dalam konteks kepemilikan yang
terkonsentrasi.Berdasarkan argumen dan hasil
penelitian sebelumnya yang berbeda hasil,
maka penelitian ini memprediksi bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Langganan:
Postingan (Atom)