Tampilkan postingan dengan label Judul Sosiologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judul Sosiologi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 November 2022

Indikator kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Pemimpin yang efektif digerakkan oleh tujuan-tujuan jangka panjang dan ia memiliki cita-cita yang tinggi jika dibandingkan dengan orang-orang disekitarnya. Kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang dalam pemimpin dan mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya (karyawan). Begitu juga dengan kepemimpinan saat ini di perusahaan akan sangat berperan penting baik terhadap lingkungan maupun kinerja karyawannya.   Menurut Mangkunegara (2013) yang dikemukakan dalam teori sifat bahwa seseorang telah memiliki sifat kepemimpinan akan tetapi tergantung bagaimana seseorang tersebut dapat mengelolanya. Adapun sifat-sifat tersebut dapat tumbuh dengan adanya tingkat pencapaian melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, sabar, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya. Menurut Tjihardjadi (2007) bakat kepemimpinan adalah seorang pemimpin harus memiliki sifat kerendahan hati dan integritas. Dalam kepemimpinan, diri sendiri itulah yang akan terlihat bagaimana seseorang dianggap mampu memimpin orang lain. Intropeksi merupakan jalan yang tepat untuk mengetahui apakah seseorang tersebut memiiliki bakat kepemimpinan dan bisa memimpin orang lain. Dengan instropeksi, seseorang tidak akan mudah menyalahkan orang lain, dan bakat itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dengan bakat kerendahan hati seorang pemimpin diharapkan para pengikutnya menyadari bahwa mereka memang bertugas sebagai suruhan pemimpin tersebut tanpa harus menggunakan paksaan untuk menggerakkan mereka. Menurut Karim (2010) pemimpin yang berkomitmen tinggi adalah pemimpin yang banyak berkorban untuk terwujudnya sebuah visi misi. Pengorbanan itu dilakukan karena para pemimpin itu mencintai visi dan misi organisasi. Selain dua perilaku di atas, terdapat juga perilaku yang lain seperti bervisi jelas, tekun, pekerja keras, konsisten dalam ucapannya, menanamkan rasa hormat kepada karyawannya, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan  kepercayaan pada para pengikutnya. Selain itu pola pikir seorang pemimpin seharusnya lebih memiliki sifat keterbukaan atau transparan, terutama dalam memandang posisi sumber daya manusia yang ada. Berdasarkan penjelasan menurut Mangkunegara (2013), Tjihardjaji (2007) dan karim (2010) mengenai sifat-sifat kepemimpin, maka dalam penelitian ini mengadopsi indikator kepimpinan yang disesuaikan dengan kepemimpinan sebenarnya adalah: a) Kerendahan hati b) Kejujuran, Keadilan dan dapat dipercaya c) Berkomitmen d) Kesabaran e) Transparan

Teori-teori Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori kepemimpinan menurut Thoha (2003): 1. Teori sifat (trait theory). Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada  hasil penelitian Keith Davis yang menyimpulkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu : a) Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. b) Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai. c) Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik. d) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada karyawan bukan berorientasi pada produksi. Menurut Mangkunegara (2013) seseorang yang dilahirkan sebagai pimpinan karena memiliki sifat-sifat sebagai pimpinan. Namun pada dalam teori ini juga tidak memungkiri bahwa sifat-sifat sebagai pimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi ada yang dicapai melalui pendidikan dan 14 pelatihan. Peran penganut teori sifat ini berusaha menggeneralisasikan sifatsifat umum yang dimiliki oleh pemimpinnya, seperti sifat fisik, mental dan kepribadian. Dengan asumsi pemikiran, bahwa keberhasilan seseorang sebagai pemimpin ditentukan oleh kualitas sifat atau karakteristik tertentu yang dimiliki dalam diri pimpinan tersebut, baik berhubungan dengan fisik, mental, psikologis, personalitas, dan intelektual. Beberapa sifat yang dimiliki seseorang pimpinan antara lain taqwa, sehat, cakap, jujur, tegas, setia, cerdik, berani, disiplin, berwawasan luas, komunikatif, berkemauan keras, tanggung jawab dan sifat positif lainnya. 2. Teori kelompok. Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada psikologi sosial. Menurut Mangkunegara (2013) sering disebut dengan teori perilaku dimana teori ini dilandasi pemikiran, bahwa kepemimpinan merupakan interaksi antar pemimpin dengan pengikut, dan dalam interkasi tersebut pengikutlah yang melakukan menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak kepemimpinannya. Pendekatan perilaku menghasilkan dua orientasi yaitu perilaku pimpinan yang berorientasi pada tugas atau yang mengutamakan penyelesaian tugas dan perilaku pemimpin yang berorientas pada orang yang mengutamakan penciptaan hubunganhubungan manusiawi. 15 3. Teori situasional Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan pelakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Beberapa variabel situasional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh situasional ini. Menurut Rivai, Veithzal, Darmansyah, Ramly (2014) suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki ketrampilan diagnostik dalam perilaku manusia. 4. Teori kepemimpinan kontijensi Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai hasil pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini: a) Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang paling menentukan dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. b) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. c) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. 16 5. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory). Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawankawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara pokok, teori path-goal dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional yang telah diidentifikasikan yaitu sifat personal para bawahan, dan tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan. Untuk situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrument bagi kepuasan masa depan. Adapun faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi factor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan kerja.

Gaya kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut Priansa dan Suwatno (2011), gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat jenis yaitu: 1) Gaya Kepemimpinan Transaksional. Kepemimpinan ini berfokus pada transaksi antar pribadi, antara manajemen dan karyawan, dua karakteristik yang melandasi kepemimpinan transaksional yaitu :   a) Para pemimpin menggunakan penghargaan kontigensi untuk motivasi para karyawan. b) Para pemimpin melaksanakan tindakan korektif hanya ketika para bawahan gagal mencapai tujuan kinerja. 2) Kepemimpinan Kharismatik. Kepemimpinan ini menekankan perilaku pemimpin yang simbolis, pesan-pesan mengenai visi dan memberikan inspirasi, komunikasi non verbal, daya tarik terhadap nilai-nilai ideologis, stimulasi intelektual terhadap para pengikut oleh pimpinan, penampilan kepercayaan diri sendiri dan untuk kinerja yang melampaui panggilan tugas. 3) Kepemimpinan Visioner. Kepemimpinan ini merupakan kemampuan untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realitas, dapat dipercaya, atraktif dengan masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan mengikat. 4) Kepemimpinan Tim. Menjadi pemimpin efektif harus mempelajari keterampilan seperti kesabaran untuk membagi informasi, percaya pada orang lain, menghentikan otoritas dan memahami kapan harus melakukan intervensi

Pengertian Kepemimpinan (skripsi, tesis, disertasi)

 Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu perusahaan. Berhasil atau gagal perusahaan dalam mencapai suatu tujuan dipengaruhi oleh cara seorang pimpinan. Sosok pemimpin dalam perusahaan dapat menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola perusahaannya dan mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam mencapai tujuan perusahaan. Adapun pengertian kepemimpinan menurut Hasibuan (2009) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku para bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Siagian yang dikutip Sutrisno (2009) kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu tidak disenanginya. Menurut Rivai, Darmasyah, Mansyur dan Ramly (2014) kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia  melakukan sesuatu secara sukarela. Terdapat tiga implikasi penting yang terkandung dalam kepemimpinan adalah: a) Kepemimpinan melibatkan orang lain baik itu dari bawahan maupun pengikut. b) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompoknya bukanlah tanpa daya. c) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melakukan berbagai cara. Dalam esensinya, kepemimpinan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan melalui orang-orang. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi bawahan atau kelompok untuk bekerja sama mencapai tujuan organisasi atau kelompok. Pengertian kepemimpinan yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pimpinan dalam mempengaruhi perilaku dan mendayagunakan para bawahannya agar mau bekerja sama dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab untuk mencapai suatu tujuan perusahaan

Bank Sampah (skripsi, tesis, disertasi)

Bank sampah dapat dikatakatan sebagai tempat transaksi dalam meningkatkan pendapatan. Menurut pendapat Bambang Suwerda bank sampah adalah suatu tempat dimana terdapat kegiatan pelayanan terhadap penabung sampah yang dilakukan oleh teller bank sampah (Suwerda, 2012). Tujuan utama bank sampah didirikan yaitu untuk membantu menangani pengelolaan sampah dan demi menyadarkan akan lingkungan hidup sehat, rapi dan bersih disertai mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih berguna dalam masyarakat, misalnya untuk kerajinan dan pupuk yang memiliki nilai ekonomis. Bank sampah tidak dapat berdiri sendiri jika ingin mendapatkan manfaat secara ekonomi dari sampah. Jadi bank sampah harus diintegrasi dengan gerakan reduce, reuse, dan recycle sehingga manfaat yang didapatkan dari bank sampah tidak hanya pada ekonomi namun pembangunan lingkungan yang bersih dan sehat. Bank sampah mempunyai beberapa manfaat bagi manusia dan lingkungan sekitarnya seperti halnya, lingkungan lebih bersih, menyadarkan masyarakat akan pentingnya kebersihan, dan membuat sampah menjadi barang ekonomis. Manfaat bagi masyarakat adalah dapat menambah penghasilan masyarakat sebab ketika masyarakat menukarkan sampah akan mendapatkan imbalan berupa tabungan uang dalam rekeningnya masing-masing (Wintoko, 2013). Bank sampah berperan dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan akibat sampah. Dengan sistem ini maka masyarakat selain menjadi disiplin dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan pemasukan pendapatan dari sampah-sampah yang dikumpulkan

Sampah (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut WHO sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiata manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sementara di dalam UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, disebut sampah adalah sisa kegiatan sehari hari atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik maupun anorganik yang dapat terurai atau tidak dapat terurai yang sudah dianggap tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Sampah berasal dari berbagai tempat seperti sampah yang berasal dari pemukiman penduduk, sampah yang dihasilkan oleh suatu kelurga yang tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan organik atau sampah yang berasal dari sisa buah, sayur, makananan dan sampah anorganik seperti plastik pembungkus makanan. a. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sifatnya i. Jenis-Jenis Sampah Menurut Daniel (2009) sampah dibedakan menjadi 3 jenis diantaranya: 1. Sampah Organik Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan bahan yang mudah terurai secara alami/biologis seperti sisa makanan dan guguran daun. Sampah jenis ini juga biasa disebut sampah basah. 2. Sampah Anorganik Sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis. Proses penghancurannya membutuhkan penanganan yang lebih lanjut di tempat khusus, misalnya plastik, kaleng. Sampah jenis ini disebut sampah kering. 3. Sampah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sampah ini adalah limbah dari bahan bahan berbahaya dan beracun seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik. b. Jenis-Jenis Sampah Berdasarkan Sumbernya Berdasarkan sumbernya sampah dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1) Sampah dari pemukiman atau rumah tangga. 2) Sampah dari non pemukiman. Sampah dari kedua jenis ini dikenenal sebagai sampah domestik. Sedangkan sampah non domestik adalah limbah yang berasal dari industri. c. Pengaruh sampah terhadap manusia dan lingkungan Pengaruh sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya ada yang positif dan negatif. i. Pengaruh yang positif Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat dan lingkungannya seperti berikut: a) Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semcam rawarawa dan dataran rendah. b) Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan sangat baik untuk meyuburkan tanah. ii. Pengaruh yang negatif Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan seperti berikut : a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempet perkembang biakan vektor penyakit seperti lalat dan tikus. b) Kejadian penyakit demam berdarah akan meningkat karena vektor penyakit dapat hidup dan berkembang biak di dalam kaleng bekas, ban bekas yang tergenang oleh air. c) Gangguan psikomatif, misalnya sesak nafas insomnia, stres dan sebagainya.

Tahap-Tahap Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jauh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus-menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi (Ambar, 2017). Adapun tahap-tahap pemberdayaan yang harus dilalui adalah meliputi : 1) Tahap penyadaran dan pembentukan prilaku menuju prilaku sadar dan peduli sehinggga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2) Tahap tranformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan sampai keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan. 3) Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan sampai keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas dan harus dicapai, oleh sebab itu, setiap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi dengan strategi kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Totok, 2015). Pemberdayaan ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mampu berdaya sehingga ia dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya. Namun keberhasilan pemberdayaan tidak sekedar menekan pada hasil, tetapi juga pada prosesnya melalui tingkat partisipasi yang tinggi, yang berbasis kepada kebutuhan dan potensi masyarakat. Menurut Dilla (2019), disebutkan bahwa dalam melaksanakan pemberdayaan perlu dilakukan melalui berbagai pendekatan. Menurut Suharto, penerapan pendekatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui 5P yaitu: pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan dan pemeliharaan, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Pemungkinan : menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. 2) Penguatan : memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhankebutuhannya. 3) Perlindungan : melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat ) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. 4) Penyokongan : memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan perannya dan tugas-tugas kehidupannya. 5) Pemeliharaan : memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat Strategi pemberdayaan, hakikatnya merupakan gerakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Menurut Suyono, gerakan masyarakat berbeda dengan membuat model percontohan secara ideal, selanjutnya setelah teruji baru disebarluaskan. Berbeda dengan strategi gerakan masyarakat, ditempuh melalui jangkauan kepada masyarakat seluas-luasnya atau sebanyak-banyaknya. Benih pemberdayaan ditebar kepada berbagai lapisan masyarakat. Masyarakatnya akhirnya akan beradaptasi, melakukan penyempurnaan dan pembenahan yang disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kebutuhan, serta cara/pendekatan mereka. Dengan demikian model atau strategi pemberdayaan akan beragam, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat lokal (M. Anwas, 2013). 

Konsep Pemberdayaan Masyarakat (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali identik dengan kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan apa yang diinginkan. Kemampuan tersebut baik untuk mengatur dirinya, mengatur orang lain sebagai individu atau kelompok/ organisasi, terlepas dari kebutuhan, potensi, atau keinginan orang lain, kekuasaan menjadikan orang lain sebagai objek dari pengaruh atau keinginan dirinya (M. Anwas, 2013). Menurut Moelijarto bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun potensi, memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996). Pemberdayaan pada dasarnya berusaha untuk membangun potensi yang ada pada diri seseorang dengan memberikan motivasi, membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki dan berupaya untuk mengembangkan potensi yang ada seperti; Pertama, pemberdayaan merupakan proses perubahan pribadi karena masing-masing pribadi mengambil tindakan atas nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali pemahaman terhadap dunia tempat mereka tinggal. Kedua, pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha yang terencana dan sistematis. Dilaksanakan secara berkesinambungan baik itu individu maupun kolektif guna mengembangkan potensi dan kemampuannya yang terdapat dari dalam individu dan kelompok masyarakat, sehingga mampu melakukan transformasi sosial. Kehidupan masyarakat perlu dikondisikan sebagai sebuah wadah, dimana setiap anggotanya melalui aktivitas sehari-hari saling belajar dan mengajar. Dengan demikian diharapkan akan terjadi proses interaksi dalam wujud dialog dan komunikasi informasi antara sesama anggota masyarakat yang saling mendorong guna mencapai pemenuhan hidup manusia mulai dari kebutuhan fisik sampai pada aktualisasi diri. Ketiga, pemberdayaan dapat dilihat dari setiap manusia dan masyarakat yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi dengan memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta upaya untuk mengembangkannya (Moelijarto, 1996).

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang lebih baik. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik. Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening) kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”. Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan 20 sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok. Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut: 1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi. 2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah sekitarnya. 3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat pembenaran. 4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya. Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui 21 proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerles). Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia yang mandiri (Endah, 2020). Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri. Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil). Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya. Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat diindikasikan sebagai berikut : Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial 22 ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan. Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja, kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas. Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018). Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politk. Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006). Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan. Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil yang diinginkan (Candra, 2019)

Hak dan Kewajiban Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

 Unsur dari aparatur adalah pegawai negeri yang terdiri Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah, Anggota Tentata Republik Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Aparatur bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bertindak secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Aparatur adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut Sedarmayanti, hak-hak yang diterima oleh PNS, antara lain : 1. Memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawab. 2. Memperoleh cuti. 3. Memperoleh perawatan bagi yang tertimpa sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya. 4. Memperoleh tunjangan bagi yang mendertia cacat jasmani atau rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga. 5. Memperoleh uang duka dari kerabat Pegawai Negeri Sipil yang tewas.  6. Memperoleh pensiun bagi yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetntukan. 7. Memperoleh kenaikan pangkat reguler. 8. Menjadi peserta Tabungan Asuransi Pegawai Negeri/TASPEN. 9. Menjadi peserta Asuransi Kesehatan/ASKES (Keppres No.8 Tahun 1977). 10. Memperoleh perumahan (Keppres No.14 Tahun 1993). (Sedarmayanti, 2009:371) Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak mendapatkan Haknya sebagai seorang pegawai pemerintahan, sama halnya dengan pegawai lain, kesesuaian upah atau gajih dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diembannya akan memberikan motivasi dan semangat kerja dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut, dan negara berkewajiban memenuhi setiap hak-hak yang dimiliki oleh setiap pegawainya

Pengertian Pemberdayaan Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan aparatur tidak dapat terlepas dari kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang di titik beratkan untuk menciptakan aparatur pemerintah yang berkualitas. Upaya pemberdayaan sumber daya manusia, khususnya aparatur, untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas dan menciptakan kepercayaan akan kemampuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan. Menurut Samodra Wibowo dalam bukunya Negeri-Negeri Nusantara dari Modern Hingga Reformasi Administrasi mengemukakan pemberdayaan aparatur yaitu: peningkatan efektifitas, menghendaki dilakukannya perubahanadministrasi (birokrasi) atau reformasi kinerja aparatur pemerintah (Wibowo,2001:200). Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas, pemberdayaan aparaturtidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, akan tetapi menghendaki perubahan administrasi (birokrasi) atau suatu reformasi kinerja pemerintah.  Menurut Sarundajang dalam bukunya Arus Balik Kekuasaan Pusat dan Daerah mengemukakan pemberdayaan aparatur yaitu: Pemberdayaan aparatur adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan melalui pengadaan, pembinaan karir, diklat, sistem penggajian serta pengelolaan administrasi yang dipergunakan kepada pegawai negeri sehingga unsur aparatur Negara diserahi tugas dalam suatu jabatan. (Sarundajang, 1997:214) Berdasarkan definisi diatas, pemberdayaan aparatur pemerintah merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan dengan melalui berbagai proses atau tahapan yang dilakukan melaui pengadaan, pembinaan karir, diklat, sistem penggajian, serta dapat meningkatkan kemajuan dari tujuan pemerintah dan pembangunan. Menurut Suyitno (2002), beberapa faktor yang menghambat dalam pemberdayaan pegawai diantaranya adalah : a. Penolakan dilevel pimpinan/ manajer , menyangkut ketidak amanan, ego, nilai-nilai pribadi, pelatihan manajemen, karakteristik pimpinan, ketidak terlibatan pimpinan, struktur organisasi dan manajemen yang tidak sesuai. b. Sulitnya waktu belajar. Faktor lain yang dianggap penting dalam pengelolaan SDM agar dapat kinerja pelayanan yang optimal adalah pemberian kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Adapun tujuan diklat bagi pegawai dari memutakhirkan kemampuan dan keterampilan pegawai seiring dengan perkembangan teknologi dalam membantu pemecahan permasalahan dalam organisasi, pengembangan karier, dan orientasi pegawai dalam organisasi. c. Sedangkan manfaat diklat bagi pegawai adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas, serta meminimalisir waktu dalam memenuhi standar kinerja, menumbuhkan loyalitas dan kerjasama, memenuhi perencaaan SDM, dan pengembangan kemampuan pribadi. d. Visi organisasi yang tidak jelas. Visi organisasi menjadi syarat penting dalam merencanakan pemberdayaan pegawai. e. Keinginan yang tinggi, tindak lanjutnya lemah. Sering dijumpai keinginan individu dan kelompok cukup tinggi, namun implementasinya sangat lemah karena berbagai faktor internal dan eksternal.  f. Takut berubah. Sering timbul pertanyaan mengapa harus menerapkan cara-cara baru, kalau cara lama saja kita sudah aman. Individu/ kelompok sudah puas dan nyaman dengan cara kerja yang sudah berjalan. Hal ini juga merupakan salah satu penghambat pemberdayaan PNS. Berdasarkan uraian diatas, bahwa dalam pemberdayaan aparatur adapun hambatan-hambatan yang menjadi faktor tidak berjalan dengan optimalnya program pemberdayaan aparatur, hambatan tersebut bisa muncul di dalam ataupun diluar organisasi, oleh karena itu dalam pelaksanaan program pemberdayaan aparatur harus dipersiapkan terlebih dahulu faktor-faktor penunjang agar pemberdayaan aparatur berjalan sesuai dengan harapan dan menciptakan aparatur yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi

Strategi Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

 Menurut Atep (2003) beberapa hal yang harus dilakukan oleh organisasi pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan pemberdayaan pegawai, yaitu : a. Para pemimpin/ manajer dan penyelia membagi tanggung jawabnya kepada bawahannya. b. Melatih penyelia dan bawahannya bagaimana pendelegasian dan menerima tanggung jawab. c. Melakukan komunikasi dan umpan balik dari pimpinan penyelia kepada bawahannya. d. Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi kepada pegawai atas jasa dan kontribusinya kepada organisasi. (Atep, 2003) Menurut Tjiptono di dalam Manajemen Perubahan, 2005 beberapa strategi dalam pemberdayaan pegawai, adalah : 1. Brainstorming, merupakan upaya pemberdayaan yang dilakukan dengan mendorong para pegawai untuk berani mengungkapkan ide dan pemikiran dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini pimpinan hanya bertindak sebagai katalisator untuk mendukung kelancaran jalannya diskusi. Namun demikian harus memahami permasalahan dan punya jurus tertentu untuk mengatasinya. 2. Gugus kualitas (Quality Cycle) Dalam gugus kualitas para pegawai mengadakan secara teratur untuk mengidentifikasi, menganjurkan, dan membuat perbaikan lingkungan kerja.  3. Kotak Saran Cara ini dilakukan untuk menjaring berbagai masukan dari semua lapisan pegawai tanpa harus bertemu muka dengan pihak yang diberi masukan, kritik dan saran. Biasanya kotak suara diletakkan pada tempat terbuka dimana pegawai mudah untuk mendatangi. 4. Management by Walking Around Strategi ini dilakukan oleh pimpinan untuk memonitor para pegawai dengan cara berbicara dan melihat langsung proses pekerjaan dan memperoleh berbagai masukan langsung. Dengan demikian para pegawai akan memahami pekerjaan mereka dan pimpinan cepat mengetahui berbagai kendala yang dihadapi, selanjutnya mencarikan solusi sesuai kewenangannya. (Tjiptono, 2005)

Pengertian Aparatur (skripsi, tesis, disertasi)

Aparatur Negara merupakan pelaksana roda birokrasi. Menurut Sedarmayanti dalam bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Birokrat adalah : 1. Birokrat adalah pegawai yang bertindak secara birokratis 2. Birokrat adalah : a. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegangan pada hierarki dan jenjang jabatan. b. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban serta menurut tata aturan (adat atau sebagainya) yang banyak liku-likunya. c. Birokrasi sering melupakan tujuan pemerintahan yang sejati, karena terlalu mementingkan cara dan bentuk. Ia menghalangi pekerjaan yang cepat serta menimbulkan semangat menanti, menghilangkan inisiatif, terikat dalam peraturan yang rumit dan bergantung kepada perintah atasan, berjiwa statis dan karena itu menghambat kemjuan. (Sedarmayanti, 2009:319-320) Aparatur merupakan seorang pegawai birokrat yang bekerja sesuai dengan hierarki dan memiliki jenjang jabatan., Seorang aparatur memiliki ikatan kerja secara formal dan bekerja dan bertindak secara birokrastis untuk melayani masyarakat dengan cara atau bentuk sedemikian rupa. Bambang Yudhoyono dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerahberpendapat bahwa, Aparatur Pemerintah Daerah adalah “Pelaksana kebijakan publik”.(Yudhoyono, 2001:61). Aparatur yang berada di daerah merupakan pelaksana birokrasi. Aparatur merupakan pegawai yang melaksanakan setiap kebijakan yang berlaku demi kepentingan masyarakat. Menurut Dharma Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia menjelaskan bahwa “Aparatur pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan 20 pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku”. (Salam, 2004:169). Pengertian diatas mengenai aparatur adalah sumber daya manusia yang bekerja sesuai dengan kemampuannya, dibidangnya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang ada. Berkewajiban melayani setiap warga Negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional pegawai dalam melakukan pekerjaan.Hal ini sejalan dengan pendapat Soeworno Handayaningrat bahwa: Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau Negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau kepegawaian (Suwatno, 2001:154). Berdasarkan pendapat diatas, aparatur merupakan aspek-aspek administrasi yang diperlukaan oleh pemerintah dalam penyelenggaran pemerintahan yang dimana sebagai alat untuk pencapaian tujuan demimendapatkan hasil yang diharapkan terutama dalam hal pengorganisasian ataukepegawaian. Selain itu, sejalan dengan Pasal 3 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang menyatakan bahwa : “Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yangbertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,p emerintah dan pembangunan.”

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang secara harfiah dapat diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged). Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” yang berarti memiliki atau mempunyai daya. Daya berarti kekuatan, berdaya berarti memiliki kekuatan. Namun pada perkembangannya dari berbagai referensi dan bidang menunjukkan keragaman pengertian atas makna empowerment tersebut. Empowerment padaumumnya diterjemahkan kedalam istilah “pemberdayaan”. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah mengatakan bahwa ”semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan aparatur maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap 8 profesionalisme dalam pemberian pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya”.(Saefullah, 2007:192). Kualitas aparatur dalam hal kemampuan danpotensi yang dimiliki oleh aparatur haruslah sesuai yang diharapkan, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan dan kemampuan aparatur pemerintah merupakan modal yang baik dalam melaksanakan pembangunan, maka dari itu diperlukan pemberdayaan agar kualitas aparatur yang ada dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.A.W Widjaja dalam bukunya yang berjudul Administrasi Kepegawaian Suatu Pengantar, pengertian atau definisi pemberdayaan yang dimukakannya sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan danpotensi yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga masyarakat dapatmewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untukbertahan dan mengembangkan diri secara mandiri dibidang ekonomi,sosial, agama, dan budaya” (Widjaja, 1995:54) Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan tidak hanya dalam hal kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh aparatur, tetapi memberikan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan yang dimiliki untuk pencapaian yang maksimal didapat untuk membentuk jati diri, harkat, martabat yang dapat bertahan dan mengembangkan diri untuk menjadi yang lebih baik dalam hal pencapaian tugas dan fungsi pokok dengan secara mandiri dibidang sosial, budaya, ekonomi, dan agama. Dimensi lain yang berkaitan dengan pemberdayaan aparat adalah motivasi dan kemampuan (kapabilitas), yang telah dikemukakan bahwa “Pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan 9 motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengangkatnya”. (Kartasasmita, 1996:144) Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan usaha atau upaya untuk membangun daya seorang aparatur daerah dengan cara memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur daerah tersebut. Bookman dan Sandra dalam bukunya yang berjudul Woment and Politics Of Empowerment mengemukakan pemberdayaan sebagai berikut: “Pemberdayaan sebagai konsep yang sedang popular mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas keatas serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang berdaya”. (Bookman dan Sandra, 1998:4) Berdasarkan pengertian diatas, bahwa keinginan untuk mengubah keadaan yang datang dari dalam diri tersebut dapat muncul jika seseorang merasa berada dalam situasi tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui sember tekanan tersebut. Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan tidak hanya merupakan suatu strategi pembangunan, baik bagi manusia itu sendiri, maupun bagi pembangunan, akan tetapi pemberdayaan itu sebagai kegiatan mengambil keputusan atau menentukan tindakan yang akan dilakukan dan menumbuhkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki. Menurut Prijono dan Pranaka dalam bukunya Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi menyatakan bahwa pemberdayaan adalah : “Pemberdayaan sebagai proses belajar mengajar yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang dilaksanakan secara berkesinambungan, baik bagi individu maupun kolektif, guna mengembangkan daya (potensi) 10 dan kemampuan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok.” (Pranaka, 1996:72). Berdasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan proses belajar mengajar guna mengembangkan daya (potensi) dan kemampuan individu atau kolektif yang terencana dan sistematis yang dilakukan secara berkesinambungan yang terdapat dalam diri individu dan kelompok. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu keadaan yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian sesuai dengan tipe-tipe kekuasaan. Menurut Edi Suharto (1985:205) Pemberdayaan sebagai proses memiliki lima dimensi yaitu: 1. Enabling; adalah menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat dari sekat-sekat struktural dan kultural yang menghambat. 2. Empowering adalah penguatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat yang menunjang kemandirian. 3. Protecting yaitu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok kuat dan dominan, menghindari persaingan yang tidak seimbang, mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan masyarakat kecil. Pemberdayaan harus melindungi kelompok lemah, minoritas dan masyarakat terasing. 4. Supporting yaitu pemberian bimbingan dan dukungan kepada masyarakat lemah agar mampu menjalankan peran dan fungsi kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan. 5. Fostering yaitu memelihara kondisi kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keseimbangan dan 11 keselarasan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan usaha. (Edi Suharto, 1985:205) Berdasarkan pengertian diatas, bahwa pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai dengan kekuatan atau kekuasaan dan keberdayaan yang mengarah pada kemandirian melalui proses 5 dimensi yaitu enabling, empowering, protecting, supporting dan fostering. Edi Suharto (1998:220) menjelaskan pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui bimbingan, konseling, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach). 2. Pendetakatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan, pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan serta sikap-sikap kelompok agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi. 3. Pendekatan makro. Pendekatan ini sering disebut dengan strategi sistem pasar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. (Edi Suharto, 1998:220) Pemberdayaan aparatur menurut Edi Suharto di atas merupakan suatu pendekatan dalam pelaksanaan pemerdayaan baik terhadap individu, kelompok masyarakat maupun suatu pemberdayaan yang diarahkan pada suatu sistem lingkungan, yang memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan daya guna seseorang dalam melaksanakan tugasnya. 12 Pemberdayaan aparatur dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia pemerintah daerah, menurut Widodo (2001:71-85), mengatakan, bahwa : Dengan memberikan kemampuan dan kemauan perangkat aparatur pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dengan melakukan, yaitu : melalui pendidikan, melalui pelatihan, melalui pengalaman, pemberdayaan sumber daya keuangan dan peralatan, pemberdayaan kelembagaan (organisasi) pemerintah daerah dan pengembangan organisasi kearah organisasi (lembaga) yang kondusif, responsive dan adaptif. Pemberdayaan bagi para aparatur melalui pelatihan dan pendidikan akan menjadi sia-sia bila mana tidak didukung dengan dengan pemberdayaan sumberdaya keuangan dan peralatan yang menunjang bagi setiap aparatur, dengan begitu maka jelas pemberdayaan aparatur dan pemberdayaan sumberdaya keuangan dan peralatan berkaitan erat dalam usaha untu mencapai suatu tujuan pembangunan. Menurut Tjipotono mengemukakan pendapatnya tentang pemberdayaan aparatur sebagai berikut : “upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Untuk mewujudkan pemberdayaan yang dimaksud, maka perlu perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepegawaian yang meliputi pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan”. (Tjiptono, 1996:108) Berdasarkan pendapat diatas, pemberdayaan aparatur dilakukan untuk mendorong aparatur mendapatkan kepercayaan dalam melakukan sesuatu yang menjadikan aparatur untuk lebih kreatif dalam penyelenggaraan tugasnya sebaik mungkin yang dimana untuk mewujudkan pemberdayaan tersebut dilakukan melalui pengandaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan yang diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur 13 aparatur untuk memperoleh aparatur yang diharapkan. Untuk mewujudkan pemberdayaan aparatur tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengadaan 2. Pengembangan 3. Pembinaan 4. Pengggajian 5. Pengawasan (Tjiptono, 1996:108) Berdasarkan pendapat diatas untuk menciptakan aparatur yang mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi harus dilihat dari pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian dan pengawasan yang tersusun dengan baik, sehingga pemberdayaan aparatur akan berjalan sesuai harapan dan dapat memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Menurut Zainun mengemukakan bahwa pengadaan yaitu : ”Pengandaan diartikan sebagai suatu proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong, dimulai dari perencanaan (tentunya rencana pengadaan), pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai dengan pengangkatan dan penempatan” (Zainun, 1996:31). Berdasarkan pendapat diatas bahwa pemberdayaan aparatur mencakup lima faktor, yang pertama pengadaan pegawai, dimana pengadaan pegawai melewati berbagai tahap diantaranya perencanaan, pelamaran, penyaringan, pengangkatan dan penempatan, sehingga dalam melaksanakan pengadaan pegawai bisa menghasilkan aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa pengembangan yaitu : Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, 14 teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan latihan.(Hasibuan, 2006:69). Berdasarkan pengertian diatas Pengembangan pegawai, yang mencakup meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan jabatan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang diberikan kepada pegawai agar mempunyai jiwa rasa tanggug jawab terhadap tugas pokok dan fungsinya. Menurut Hasibuan mengemukakan bahwa Pembinaan adalah : Pembinaan terhadap PNS atas dasar sistem pembinaan karir dan sistem prestasi kerja dengan adanya tolak ukur yang dijadikan dasar yang terintegrasi terhadap seluruh pegawai negerti sipil. (Hasibuan, 1994:134). Berdasarkan pengertian diatas Pembinaan PNS menjadi salah satu cara tolak ukur untuk mengetahui prestasi kerja setiap masing-masing PNS dalam menjalankan roda pemerintahan Handoko mengemukakan Penggajian yaitu : Penggajian adalah pemberian pembayaran finansial kepada karyawan sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang. (Handoko, 1993:218). Penggajian merupakan komponen pendukung terciptanya pemberdayaan aparatur, karena penggajian pemberian finansial terhadap setiap aparatur yang melakukan pekerjaan yang menjadikan motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan setiap pekerjaan yang diemban. Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan 15 koreksi bila diperlukan, untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana.(Sujamto, 1990:17) Berdasarkan Pengertian dimana pengawasan akhir dari semua programprogram pemberdayaan, yang mengevaluasi seluruh kegiatan pemberdayaan agar terciptanya aparatur yang kompeten dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan pendapat diatas maka untuk mewujudkan pemberdayaan aparatur suatu organisasi terdiri dari pengadaan, pengembangan, pembinaan, penggajian, dan pengawasan. Pengadaan dari suatu organisasi dapat dilihat dari perencanaan yang tentunya perencanaan pengandaan, pengumuman, pelamar, penyaringan, sampai dengan pengangkatan dan penempatan aparatur kepada posisi kerja. Pengembanagn suatu organisasi pemerintah dilakukan untuk mengembangkan jati diri aparatur untuk menjadikan aparatur tersebut menjadi lebih baik dalam pencapaian tugas. Pembinaan dapat dilihat dari adanya tolak ukur prestasi kerja yang dihasilkan oleh aparatur yang telah mendapatkan pembinaan, kemudian adanya gaji yang diterima oleh aparatur pemerintah atas pekerjaan yang telah dilakukan olehnya dan selanjutnya adanya pengawasan atas pekerjaan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah apa yang telah dicapai. Menurut Stewart dalam buku Empowering People, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, mengemukakan : ”Pemberdayaan , sederhananya merupakan cara amat praktis dan produktif untuk mendapatkan yang terbaik dari diri kita sendiri dan dari staf kita. Dituntut lebih dari sekedar pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat digunakan secara efektif. Dan bukan hanya pelimpahan tugas melainkan pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh”. (Stewart,1998:77) 16 Pemberdayaan bagi seseorang akan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan setiap tugas, yang akan menghasilkan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya, karena dengan meningkatnya Sumber Daya Manusia didalam suatu organisasi, tentunya akan menghasilkan suatu efektivitas dalam setiap kegiatan organisasi. Konsep pemberdayaan SDM yang dikemukakan Stewart (1998:77) yaitu : 1. Enabling (membuat mampu) adalah memastikan bahwa staf mempunyai segala sumber daya yang mereka perlukan untuk dapat diberdayakan secara penuh, sumber-sumber daya itu pengetahuan dan pengalaman untuk mencapai tujuan yang disepakati. 2. Facilitating (memperlancar) adalah tugas pokok manajemen untuk meniadakan halangan, rintangan atau penundaan yang menghalangi staf untuk melakukan pekerjaan sebaik-baiknya. Halangan itu berupa kurang memadainya informasi dan pendidikan. 3. Consulting (berkonsultasi) adalah manajemen yang memberdayakan ingin menggunakan pengetahuan dan pengalaman itu dan memanfaatkannya. Berarti perlu berkomunikasi dengan staf tidak hanya menyangkut masalah-masalah sehari-hari tetapi juga masalah strategis. 4. Collaborating (bekerja sama) adalah kerja sama antara manajer dengan staf menjadi tujuan terakhir yang akan membuktikan tidak hanya seberapa besar kecakapan manajer dalam pemberdayaan, melainkan juga seberapa kuat kemauannya dan diperlukan koordinasi untuk melaksanakannya secara penuh dari setiap program pemberdayaan. 5. Mentoring (membimbing) adalah bertindak sebagai teladan dan pelatih bagi staf dan rekan-rekan sekerja merupakan tahap hidup dan sekaligus pula merupakan teknik manajemen. Merumuskan permasalah dan menemukan pemecahannya dengan bekerja lewat orang lain daripada berusaha mengerjakannya sendirian. 6. Supporting (mendukung) adalah memberikan dukungan yang tepat, jauh lebih utama daripada peran kepemimpinan tradisional ataupun pengendalian. Dengan cara mempermudah berkonsultasi, melatih dan membimbing. (Stewart 1998:77) Berdasarkan argumentasi dan konsepsi pembedayaan Stewart tersebut dibandingkan dengan konsep pemberdayaan yang dikemukakan pakar lainnya, maka konsep pemberdayaan Stewart ini memiliki enam konsep, yaitu enabling, 17 facilitating, consulting, collaborating, mentoring dan supporting, Keenam dimensi Pemberdayaan itu memiliki keterikatan satu sama lain dalam usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan seseorang. ini yang akan dibahas agar terciptanya aparatur yang kompoten dalam pelaksanaan pembangunan. Menurut Sedarmayanti (2000:120-121) mengemukakan pentingnya pemberdayaan aparatur daerah dilatar belakangi empat hal yaitu : 1. Melalui upaya pembangunan potensi sumber daya nasional diarahkan menjadi kekuatan dibidang ekonomi, sosial budaya, politik harus didukung SDM yang berkualitas. 2. SDM dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pembangunan, terutama dinegara berkembang. 3. Adanya anggapan bahwa SDM lebih penting dari sumber daya alam. 4. Pembangunan yang dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan SDM akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal. (Sedarmayanti, 2000:120-121) Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu hal yang menentukan dalam upaya meningkatkan pembangunan nasional. Manusia yang merupakan pelaksana pembangunan harus memiliki kemampuan dalam menjalankan dan mengelola apa yang menjadi tanggung jawabnya, dengan kuatnya Sumber Daya Manusia (SDM) didalam suatu negara, maka akan berjalan lurus dengan kemajuan yang dicapai oleh negara tersebut. Lebih lanjut Sedarmayanti menjelaskan, kata pemberdayaan (empowernment) mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan yaitu : 1. Kecenderungan Primer, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya (survival of the fittes) proses ini dapat dilengkapi dengan upaya 18 membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. 2. Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. (Sedarmayanti, 2000:120-121) Dari dua kecenderungan diatas memang saling mempengaruhi dimana agar kecenderungan primer dapat terwujud maka harus lebih sering melalui kecenderungan sekunder, upaya pemberdayaan aparatur tidak hanya menekankan pada aspek fisik, tetapi juga menyangkut pada segi-segi non fisik, agar tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Pemberdayaan aparatur merupakan serangkaian kegiaran pendidikan dan pelatiahan,seperti yang disampaikan oleh Rasyid dan Syahril dalam bukunya yang berjudul Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Dan Politik Orde Baru, menyatakan pemberdayaan sebagai berikut: Pendidikan dan latihan yang merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia tidak hanya menekankan aspek fisik ( kesegaran atau kesehatan jasmani), tetapi juga menyangkut segi-segi non fisik seperti kualitas kepribadian, kualitas hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan dan sesama manusia serta kualitas kekayaan seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan. Rasyid dan Syahril (1997:26), Berdsasarkan pengertian diatas, pemberdayaan merupakan sebagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia yang tidak hanya menekankan pada aspek fisik seperti kesegaran atau kesehatan tetapi juga menyangkut aspek non fisik seperti kualitas kepribadian, hubungan dengan Tuhan, alam lingkungan sesama manusia seperti tercermin dalam produktivitas, disiplin kerja, keswadayaan dan wawasan masa depan

Kesejahteraan (skripsi, tesis, disertasi)

Kesejahteraan sosial mencakup segalanya terutama dalam bentuk intervensi sosial memperbaiki situasi secara langsung antara persolalitas manusia dan masyarakat keseluran. Kesejahteraan mencakup semua tindakan dan proses langsung, termasuk tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya, dan peningkatan kualitas hidup. Pengertian kesejahteraan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan pasal 1 ayat (1): “kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya. Pembangunanllkesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yangridiamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NegaraiiRepublik IndonesialkTahun 1945. Sila kelima Pancasila menyatakaniibahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan PembukaaniiUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaiiTahun 1945 mengamanatkan negara11untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan11umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,hiperdamaian abadi, dan keadilan sosial. Masalah kesejahteraan merupakan sebuah isu jaminan sosial yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa sebagian warga negara tidak benar-benar menyadari haknya atas kebutuhan dasar karena tidak dipenuhi secara manfaat sosial dari negara. Akibatnya, sebagian warga masih menghadapi hambatan dalam fungsi sosialnya dan tidak dapat menjalani kehidupan yang layak dan tidak bermartabat. Menurut Kolle (1974)00bahwa indikator dari kesejahteraan merupakan sebagai berikut, yaitu11pertama dengan melihat kualitas hidup dari aspek materi seperti kualitas rumah, bahan pangan dan lain-lainnya, selanjutnya dengan melihat kualitas hidup dari aspek fisik seperti11kesehatan tubuh lingkungan, dan lain-lainnya,12dan yang 32 terakhir dengan melihat kualitas hidup dari aspek mental seperti fasilitas11pendidikan budaya, dan lain-lainnya; dan dengan melihat kualitas hidup dari aspek spiritualiiseperti moral, etika, dan lain- lainnya. (Mahmud, 2021). Menurut Soetomo (2014)..kesejahteraaniimasyarakat merupakan suatu kondisi yang mengandung unsur atau komponen...dimana masyarakat merasa aman tentram, terdapat fasilitas umum yang dapat menunjang...perekonomian masyarakat, pendapatan...perkapita yang mendorong kemakmuran12masyarakat dan11akses informasi yang mudah dijangkau (Wardani & Utami, 2020). Adapun menurut Soetomo (2014) indikator dalam kesejahteraan...masyarakat adalah sebagai berikut : Pertama, Rasa aman. Masyarakatiiyang merasa aman dan tentram tanpa adanya tekanan dari pihak manapuniimerupakan indikator seseorang yang sejahtera. Kedua,iiFasilitas umum. Keberadaan fasilitasiiumum sebagai penunjang roda perekonomian juga sangat membantu dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Ketiga, Pendapatan. pendapatan perkapita juga merupakan indikator sangat menentukan seberapaiiisejahteranya seseorang,..semakin tinggi pendapataniiseseorang maka akan semakin sejahtera hidupnya. Keempat, Akses informasi. Kemudahan memperoleh informasi yang didapatkan masyarakat juga akan..meningkatkan kesejahteraaniimasyarakat. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki julukan sebagai negara agraris. Julukan tersebut tersematkan kepada Indonesia ketika masa kepimpinan presiden Soeharto yang mampu membawa nama Indonesia menjadi macan ASEAN dengan swasembada pangannya. Melihat keunggulan Indonesia dimasa lalu membuat iri pada realitas sekarang, pasalnya tingkat kesejahteraan petani di Indonesia mengalami keterpurukan. Keadaan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan wapres “menyebut berdasarkan data BPS tahun 2020 menurut sumber penghasilan utama, jumlah rumah tangga tergolong miskin di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pertanian yaitu 46,30%. Dengan   demikian, peningkatan kesejahteraan petani masih menjadi PR (pekerjaan rumah) Pemerintah yang harus diselesaikan,” (Rusiana, 2021). Dengan fakta keadaan tersebut, memberikan gambaran bahwa pertanian di Indonesia memerlukan seuah teribosan atau sebuah inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah bertanggung secara penuh untuk membantu memberikan solusi, pemerintah juga dapat menggunakan berbagai lembaganya terutama yang paling dekat dengan petani untuk mengatahui permasalahan yang dihadapi para petan

Gabungan Kelompok Tani (skripsi, tesis, disertasi)

Gabungan kelompok tani (Gapoktan) merupakan sekumpulan kelompok tani yang diorganisir menjadi lembaga yang memiliki tujuan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan pertanian dari sektor permodalan hingga pengolahan hasil pertanian. Secara dasar Gapoktan dibentuk melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 Tahun 2007 tentang pedoman pembinaan kelembagaan petani, dalam pertauran tersebut Gapoktan merupakan kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Pada pedoman tersebut bertujuan untuk melakukan penyuluhan dalam rangka pengembangan kemampuan, pengetahuan, ketarmpian, dan pelaku utama dalam melakukan penyuuhan. Dalam proses penyuluhan yang dilakukan untuk pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.  Dalam proses penumbuh kembanganan pertanian pemerintah membuat pertauran yang lebih jelas mengai proses pelaksaan. Aturan tersebut tersebut kedalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 tahun 2013 Tentang pedoman penumbuhan dan Pengembangan kelompoktani dan gabungan kelompoktani. Secara fungsi Gapoktan memiliki lima tugas utama, yaitu : a. Unit UsahaiiPenyedia Sarana dan Prasarana Produksi merupakan sebuah divisi penyedia kapasitas dan prasarana. Gabungan Kelompok Tani harus memastikan semua anggota memenuhi kebutuhan sarana produksi (pupuk termasuk pupuk,iibenih bersertifikat, pestisida, dan lain-lainnya) dan mesin pertanian (baik berbasis kredit atau modal petani). untuk menyediakan layanan untuk. Melalui anggota kelompok tani, pengangkut miskin, atau kinerja swadana atau sisa petani. b. Unit Usahatani atauiiProduksi. Gabungan Kelompok Tani yang dapat menjadi entitas yang menghasilkan barang untuk memenuhi kebutuhan anggotanya dan kebutuhan pasar serta menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan stabilitas harga. c. Unit Usaha Pengolahan.11Gapoktan dapat memberikan layanan baik dalam bentuk penggunaan alat pertanian maupun teknologi untuk memproses produk pertanian yang dapat dijual seperti pengolahan, grading dan pengemasan untuk menambah nilai produk. d. Unit Usaha Pemasaran.iiGabungan Kelompok Tani terafiliasi dapat memberikan pelayanan atau dukungan terhadap pemasaran hasil produksi anggota, baik dalam bentuk pengembangan jaringan, kemitraan dengan pihak lain, maupun pemasaran langsung. Dalam perkembangannya, Gapoktan berpotensi memberikan layanan informasi harga komoditas, memungkinkan Gapoktan tumbuh, berkembang menjadi perusahaan pertanian  yang mandiri, meningkatkan produktivitas, pendapatan dan meningkatkan taraf hidup anggotanya. e. Unit Usaha Keuangan Mikro11(simpan-pinjam). Gabungan Kelompok Tani dapat memberikan jasa permodalan kepada anggotanya melalui iuran keanggotaan dan hasil simpan pinjam dan sisa usaha, serta pinjaman dari bank, mitra usaha, atau dukungan publik dan swasta. Dalam paradigma pelaksanaannya Gapoktan tidak langsung kepada para petani, namun melalui kelompok tani yang secara struktur berada dibawah binaan dari Gapoktan. Keadaan terseut bermaskud untuk lebih baik dalam mengelola dan memberikan fasilitas kepada para petani

Pemberdayaan Petani (skripsi, tesis, disertasi)

Pemberdayaan masyarakat agraris merupakan upaya untuk menjadikan petani mandiri dengan mengenali potensi keterampilan yang telah dimiliki, tergantung bidang keahliannya. Pemberdayaan petani membutuhkan peran serta dan kepemimpinan kelompok tani berdaya dalam kegiatan pertanian. Dalam pemberdayaan petani, selalu ada sinergi yang baik antara dua kelompok yang saling berhubungan antara kelompok yang diberdayakan dan kelompok yang berkuasa atau berwibawa. Proses pemberdayaan petani yang paling efektif adalah oleh kelompok tani yang merupakan kelompok yang paling dekat dengan pengawasan petani. Masyarakat petani yang memiliki ;kekuatan atau kemampuan berdaya terbagi sebgai berikut : (Murdayanti, 2020).aszwszszaaz Pertama. Mereka memiliki bentuk kebebasan karena dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Artinya, mereka bebas berbicara dan bebas dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan, dikatakan sebagai bentuk petani yang mampu mengambangkan diri maupun potensi alam yang dimiliki. Kedua. Tercapainya sumber produktivitas yang memungkinkan mereka meningkatkan pendapatan dan memperoleh barang dan jasa yang mereka butuhkan untuk pertanian. Ketiga. Mereka memiliki hak untuk mengelola kepentingan yang terkait dengan pertanian, sehingga berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Menurut Undang-undang Nomor 19 Pasal 3 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, pemberdayaan petani memiliki tujuan yaitu a. Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. 24 b. Menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani. c. Memberikan kepastian Usaha Tani d. Melindungi Petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen. e. Meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan. f. Menumbuh kembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani. Sehingga sesuai dengan UU diatas bahwa negara atau pemerintah bertanggung jawab untuk menyejahterakan para petani. Perlindungan yang dilakukan diharapkan mampu berjalan sesuai dengan angan-angan atau yang tertulis jelas pada peraturan tersebut, karena petani pada saat ini merupakan kelompok yang rentan terhadap perkembangan jaman. Petani di Indonesia memiliki beberapa tipe. Tipe pertama yaitu petani berdasarkan luas lahan, pateni tersebut dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Petani gurem yang disebut sebagai petani yang memiliki lahan pertanian kurang dari 0,50 hektare 2. Petani non gurem merupakan petani yang memiliki luas lahan 0,50 hektare atau lebih. Setelah itu terdapat jenis petani mengacu pada orientasi atau kiblat bertani sesuai dengan angan-angannya. Pada bagian ini dibagi menjadi dua tipe yaitu : 1. Petani yang beriorentasi ekonomi, merupakan salah satu jenis petani yang menggunakan prinsip ekonomi dalam usaha pertaniannya sehingga meminimalkan biaya seefesien mungkin untuk digunakan sebagai metode memperoleh hasil yang maksimal.   2. Petani yang mengacu pada prinsip non ekonomi, pentani ini sering kali melakukan kegiatan pertanian sebagai proses dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja dan tidak diperuntukan diperjual belikan. Selanjutnya terdapat juga petani yang berdasarkan penggunaan teknologi, berikut tipe - tipenya : 1. Petani tradisional, jenis petani yang dalam pengelolaan pertaniannya lebih masih dominan menggunakan peralatan yang bersifat tradisional, seperti cangkul atau membajak sawah menggunakan sapi. 2. Petani modern, petani jenis ini selalu mengacu pada perkembangan teknologi terbaru, karena memahami dan sadar sebuah teknologi adalah bentuk inovasi penting yang dapat melakukan peningkatan produksi pengeloaan sawah dan juga untuk mengurangi biaya. Terakhir merupakan jenis petani berdasarakan karakter atau sifat, berikut tipe-tipenya: 1. Pembelajar, merupakan jenis petani yang menyukai akan sebuah inovasi terbaru. Jenis petani ini tergolong tipe pencoba, rasa ingin tau tinggi, dan menyukai hal yang extreme. Ketika terdapat informasi variasi terbaru atau program terkini, maka rasa ingin mencoba pertama kali pasti muncul meskipun masih terbilang masih dalam pengembangan. 2. Perintis, tipe ini hampir sama dengan tipe pembelajar, bedanya tipe pionir ini bahkan konsultan mungkin menggunakan sesuatu yang belum pernah digunakan orang lain. Dengan adanya informasi yang tersedia dari banyak sumber, termasuk Internet, buku, majalah, dan petani dalam disiplin ilmu lain.  3. Jenis pengikut. Tipe petani ini merupakan kebalikan dari tipe pembelajar dan pionir. Jika tipe pionir adalah petani yang suka menemukan hal baru, tipe pengikut lebih suka pasif. Mereka hanya akan ikut menanam jika temannya berhasil. 4. Jenis debat. Jika tipe pembelajar mendapat informasi baru setiap kali mendengar dan mencoba, maka akan terjadi sebaliknya ketika berhadapan dengan tipe debat. Tipe pendebat adalah tipe petani yang menyukai konflik, terutama pada masalah teknis (Cita, 2016). Dalam mencapai pemberdayaan pertanian yang sesuai menurut Edi Suharto dalam Alfitri pencapaian pelaksanaan secara proses menuntun kearah yang diinginkan, dapat diterapkan melalui pendekatan yang terbagi 5P yaitu sebagai berikut: 1. Pemungkinan, merupakan sebuah proses memunculkan keadaan agar masyarakat dapat berproses kembang dengan sebaik mungkin. Sehingga dari diri masyarakat yang terhambat harus di bebaskan sehingga tidak ada penghalang dari potensi yang ada didiri masyarakat. 2. Penguatan, untuk memecahkan suatu masalah yang ada pada masyarakat maka masyarakat tersebut harus diberi penguatan pengetahuan dan kemampuan. Sehingga masyarakat akan merasa percaya diri atas kemampuan yang dimilikinya dengan demikian akan menciptakan masyarakat yang mandiri. 3. Perlindungan, adanya perlindungan terhadap suatu kelompok yang lemah terhadap kelompok yang kuat sehingga menghindari persaingan yang tidak seimbang. 4. Penyokongan, yaitu adanya dukungan bagi masyarakat untuk mampu melakukan peran dan tugasnya. Pemberdayaan sendiri memang harus memberikan   dukungan kepada masyarakat agar dapat menjalankan tugasnya dan tidak merasa terpinggirkan. 5. Pemeliharaan, memelihara keadaan yang merata agar setiap individu merasa berpotensi untuk mengusahakan dirinya lebih baik. Upaya yang perlu dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, dapat dilihat dari tiga sisi menurut Sumodiningrat (Kartasasmita, 1997). Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi (Protecting). Perlindungan untuk kelompok yang lemah untuk tidak di eksploitasi oleh kelompok kuat. Dalam proses pemberdayaan petani dapat dilakukan menggunakan proses penyuluhan. Penyuluhan dalam arti umum adalah ilmu sosial yang mempelajari suatu sistem dan proses perubahan untuk individu beserta masyarakat agar apa yang ingin dilakukan atau dilaksanakan dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Dalam bukunya Van Den Ban dkk, (1999) dituliskan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar (Usman, 2019). Pemberdayaan melalui penyuluhan dapat mengarah kepada pemberdayaan pertanian secara berkelanjutan, karena dengan penyuluhan dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Setiawan (2011:27) tujuan pemberdayaan adalah mencari langkah berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat tak berdaya sehingga mereka memiliki kemampuan otonom mengelola seluruh potensi sumberdaya yang dimilikinya (Kusmana & Garis, 2019).  Selanjutnya proses pemberdayaan petani juga dapat dilakukan menggunakan sebuah progam. Bhinardi (2017.23) Pemberdayaan berarti memberdayakan atau mengupayakan pemberdayaan dengan cara memberdayakan, memberdayakan, atau melimpahkan wewenang kepada pihak lain. Pemberdayaan adalah proses yang kompleks. Artinya, proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui kesempatan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, berbagai alat, dan akses ke sistem sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna untuk memberdayakan petani, pemerintah sebagai fasilitator seringkali perlu fokus pada banyak bidang dan mempertimbangkan banyak faktor (Khusna, Fadhilah Kurniati, & Muhaimin, 2019). 

Pengertian Pemberdayaan (skripsi, tesis, disertasi)

Mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia, pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Mendapat awalan bermenjadi ‘berdaya’ artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal untuk mengatasi suatu masalah. Mendapat awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan yang dapat diartikan sebagai usaha, proses menjadikan untuk mampu membuat, dapat bertindak atau melakukan sesuatu untuk diarahkan menuju kearah yang lebih baik. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang dilakukan sebuah lembaga untuk menciptakan suasana masyrakat yang lebih baik. Pemberdayaan sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (Empowerment) atau penguatan (Strengthening) kepada masyarakat. Menurut Sukino (2013) Empowerment artinya merupakan suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Karena empowerment asalnya dari kata “power” yang artinya “control, authority, diminion”. Awalan “emp” artinya “on put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawabnya termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari pengertian tersebut pemberdayaan merupakan 20 sebuah metode yang dilakukan untuk meningkatkan sebuah daya atau potensi yang dimiliki masyarakat secara individu maupun kelompok. Winarmi dalam Suryana (2010:18) mengungkapkan bahwa “Inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal yaitu pengembangan (enabling), memperkuat daya (empowering), dan terciptanya kemandirian”.Oleh karena itu, umumnya sasaran dari pemberdayaan biasanya masyarakat yang tergolong masih atau belum berdaya secara material maupun non material agar dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki hingga masyarakat menjadi mandiri. Keberdayaan masyarakat oleh Sumodiningrat diartikan sebagai kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan. Secara konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap model Model pengembangan dan industrialisasi yang kurang populer dalam kebanyakan kasus, konsep ini dikemukakan oleh Mardikanto dan Poerwako serta didasarkan pada kerangka logis sebagai berikut: 1. Proses pemusatan tenaga dibangun dari pemusatan tenaga faktorfaktor produksi. 2. Pemusatan kekuatan faktor produksi akan menciptakan masyarakat pekerja dan orang-orang yang merupakan pengusaha di daerah sekitarnya. 3. Kekuasaan membangun sistem pengetahuan, membangun sistem sistem politik, hukum dan ideologi operasional untuk memperkuat pembenaran. 4. Pelaksanaan sistem pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan idiologi secara sistematik akan menciptakan dua kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berbudaya dan masyarakat tuna-daya. Akhirnya yang terjadi ialah dikotonom, yaitu masyarakat yang berkuasa dan masyarakat yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pemberdayaan melalui 21 proses pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerles). Dalam proses pemberdayaan, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, pemberdayaan memiliki tiga fase. Pertama adalah penyadaran, proses tersebut merupakan keberdayaan yang membuat masyarakat sadar bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk dikerahkan. Kedua adalah pengkapasitasan, merupakan tahapan-tahapan dimana dapat dicapai ketika masyarakat sudah pernah mendapatkan pengalaman penggunaan potensi yang dimiliki. Ketiga adalah pendayaan, tahapan tersebut merupakan proses pemberian berupa kewenangan (otoritas) atau kesempatan untuk mengembangkan potensi untuk mencapai manusia yang mandiri (Endah, 2020). Pemberdayaan merupakan sebuah konsepan yang mengarah keproses perkembangan individu maupun kelompok kestatus hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Taylor da Mc Kenzie mengatakan bahwa tujuan filosofisnya adalah untuk memberikan motivasi atau dorongan kepada masyarakat dan individu agar menggali potensi yang ada pada dirinya untuk ditingkatkan kualitasnya, sehingga akhirnya mampu mandiri. Sedangkan menurut Soeharto (2010) Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan Masyarakat, terutama kelompok lemah, karena keadaan internal (persepsi mereka sendiri) dan oleh kondisi eksternal (ditekan oleh struktur sosial yang tidak berlaku adil). Untuk sepenuhnya memahami tentang Pemberdayaan perlu diketahui tentang konsep kelompok lemah dan penyebab ketidakberdayaannya. Secara klasifikasi kelompok lemah atau tidak berdaya dapat diindikasikan sebagai berikut : Pertama, masyarakat yang lemah secara struktural. Masyarakat tersebut seringkali merupakan kelompok minoritas karena rentan secara sosial ekonomi, gender dan etnis, dan diskriminatif dalam berbagai aspek yang dapat disalahgunakan, dan seringkali berujung pada ketidakadilan. Kedua, Lemah secara khusus. Merupakan yang sangat rentan adalah mereka yang sering terpinggirkan, seperti orang tua, anak-anak, remaja, kaum gay dan lesbian, serta penyandang disabilitas. Ketiga, Lemah secara personal. Rentan secara pribadi adalah masyarakat dengan masalah di bidang individu atau keluarga (Hamid., 2018). Selanjutnya bagian dari tujuan pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memahami kebutuhan hidupnya. keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politk. Pemberdayaan masyarakat tercermin dari tingkat partisipasi masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung pembangunan yang dicapai. Pemberdayaan masyarakat meliputi pengelolaan dan pemanfaatan seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk memperkuat masyarakat (Adisasmita, 2006). Indikator pemberdayaan yang dilakukan untuk pembangunan terbagi dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, pada sisi input atau masukan, situasi meliputi bakat, perencanaan, sarana, peralatan atau fasilitas, teknologi dan data yang dibutuhkan untuk pengembangan. Kedua, aspek proses, .meliputi pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan. program pembangunan. Ketiga, aspek keluaran, hasil meliputi tujuan yang ingin dicapai, efektivitas dan efisiensi program pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun untuk mencapai hasil yang diinginkan (Candra, 2019).

Partisipasi (skripsi, tesis, disertasi)

 Pemberdayaan tidak semata-mata menekankan pada hasil (output) namun juga menekankan pada proses. Oleh karena itu ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar tingkat partisipasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam proses tesebut, maka semakin berhasil kegiatan pemberdayaan tersebut. Keberdayaan dalam konteks masyarakat merupakan kemampuan individu untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Tingkat partisipasi ini meliputi partisipasi secara fisik, mental, dan juga manfaat yang diperoleh oleh individu yang bersangkutan (Anwas, 2014). Partisipasi secara umum dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan (Theresia dkk, 2014).. Partisipasi dapat pula didefinisikan sebagai proses di mana individu, kelompok, ataupun organisasi secara sukarela memilih untuk terlibat aktif di dalam keseluruhan proses kegiatan yang berdampak pada kehidupan mereka mulai dari tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi, pengawasan), pemanfaatan hasil dari kegiatan yang dilakukan, serta menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait (Reed, 2008; Anwas, 2014; Mardikanto dan Soebiato, 2015). Theresia dkk (2014) menyebutkan bahwa dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Dengan kata lain, melalui partisipasi maka 23 masyarakat menyadari sepenuhnya bahwa kegiatan pembangunan bukan hanya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh aparat pemerintahan sendiri, namun juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki kualitas hidupnya. Berdasarkan tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1998) dalam Theresia dkk (2014) membagi partisipasi dalam lima tingkatan yaitu : 1. Memberikan informasi (Information). 2. Konsultasi (Consultation) yaitu menawarkan pendapat, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut. 3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together), dalam arti tidak hanya sekedar memberikan pendapat namun terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan seperti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan. 4. Bertindak bersama (Acting together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya. 5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) di mana kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan. Pretty (1995) sebagaimana yang dikutip oleh Iqbal (2007) membedakan partisipasi dalam tujuh tipologi yaitu : 1. Passive participation yaitu masyarakat berpartisipasi berdasarkan informasi yang mereka terima dari pihak luar tentang apa yang sedang atau telah terjadi. 2. Participation in information giving yaitu masyarakat berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan penelitian dari pihak luar (seperti kuesioner), di mana akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat dan masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi di dalam prosesnya. 3. Participation by concultation yaitu masyarakat berpartisipasi melalui konsultasi dengan pihak luar di mana pihak luar tersebut mengidentifikasi, menganalisis, sekaligus mencari solusinya. Dalam partisipasi ini masih tidak ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. 24 4. Participation for material incentive yaitu masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber daya yang dimilikinya atas pertimbangan insentif. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran dan andil atau partisipasi masyarakat akan terhenti seiring dengan berakhirnya pemberian insentif tersebut. 5. Functional participation yaitu masyarakat berpartisipasi dalam bentuk kelompok yang berkaitan dengan tujuan proyek. Keterlibatan pihak luar dan pembentukan kelompok biasanya setelah ada keputusan utama yang disepakati. 6. Interactive participation yaitu masyarakat berpartisipasi melakukan analisis kolektif dalam perumusan kegiatan aksi melalui metode interdisplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses pembelajaran yang terstruktur dan sistemik. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atau mengawasi atas pelaksanaan keputusan mereka dan berkepentingan untuk menjaganya sekaligus memperbaiki struktur dan kegiatan yang dilakukan. 7. Self-mobilization yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif sendiri secara bebas dengan tidak dipengaruhi oleh pihak luar untuk mengubah sistem atau nilai yang mereka miliki. Pihak luar hanya diminta bantuan (teknis dan sumber daya) sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumber daya yang ada. Sementara itu dari berbagai definisi atau konsep mengenai partisipasi, Samah dan Aref (2011) mencoba merangkum dan membagi partisipasi menjadi dua tipologi yaitu partisipasi sebagai alat atau cara dan partisipasi sebagai tujuan akhir. Sebagai alat, partisipasi dianggap sebagai medium atau instrumen untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditentukan sebelumnya yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sebenarnya. Dalam situasi ini, tujuan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya baik oleh pemerintah ataupun lembaga lainnya lebih penting dibandingkan dengan tindakan partisipasi itu sendiri. Masyarakat sebagai partisipan tidak diberikan kesempatan untuk dapat menentukan atau mempengaruhi pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat hanya dalam bentuk pemberian informasi sebagai input dalam program yang direncanakan. 25 Bentuk lainnya dari partisipasi sebagai alat yakni memobilisasi masyarakat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan/program berdasarkan tujuan pembangunan yang diarahkan oleh pemerintah atau pihak eksternal lainnya (pendekatan topbottom). Dalam fenomena tersebut partisipasi berubah menjadi suatu keadaan yang pasif dan statis yang kemudian dapat menjadi partisipasi yang diinduksi atau bahkan dipaksakan, atau partisipasi yang bersifat manipulatif. Adapun sebagai tujuan, partisipasi berfokus sebagai proses di mana masyarakat dilibatkan secara langsung di dalam merumuskan, memutuskan dan mengambil bagian dalam proses pembangunan. Hal ini merupakan bentuk partisipasi yang aktif dan permanen di mana keterlibatan langsung masyarakat tidak hanya untuk membantu mempertahankan atau menjaga kelangsungan dari suatu proyek, namun memperluas keterlibatan individu masyarakat di dalamnya. Ciri dari partisipasi sebagai proses adalah masyarakat diberi kesempatan untuk dapat merumuskan program pengembangan atau pembangunan mereka sendiri atau memiliki pengaruh di dalam proses pengambilan keputusan suatu proyek yang dilakukan untuk mereka. Dalam hal ini, partisipasi sebagai sebuah proses dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan kapasitas atau kemampuannya, mengenali dan meningkatkan potensi yang ada pada diri mereka, dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk dapat memiliki pengaruh dan kendali atas kehidupan mereka sendiri. Pada dasarnya keinginan individu atau masyarakat untuk terlibat dalam suatu kegiatan tertentu didorong oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan mereka peroleh. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat turut dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap manfaat yang akan diterimanya dari proyek yang dijalankan (Hedge dan Bull ,2011; Yanto, 2013; Bennett dan Dearden, 2014). Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat pemahaman mereka terhadap makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut seperti apa yang menjadi tujuan serta proses yang berlangsung dalam setiap tahapan kegiatannya. Oleh karena itu setiap aktivitas pemberdayaan perlu didasarkan pada adanya manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat dan kejelasan dalam setiap tahapan kegiatannya (Anwas, 2014). Selain manfaat langsung yang dirasakan, menurut Winarto (2003) sebagaimana 26 dikutip oleh Pujiastuti (2011) masyarakat akan tergerak untuk berpartisipasi apabila partisipasi dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah masyarakat yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat, dan dalam proses partisipasi terdapat jaminan kontrol oleh masyarakat. Beberapa faktor yang turut mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan antara lain tingkat pendidikan, umur, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan persepsi masyarakat terhadap program yang ditawarkan (Dipokusumo, 2011; Predo, 2003). Kebiasaan-kebiasaan lama yang ada di dalam masyarakat setempat juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan seperti pengaruh yang diimiliki oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, atau pemuka adat. Keberadaan mereka merupakan komponen yang turut berpengaruh di dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi pada suatu kegiatan. Pemimpin yang bergaya karismatik dapat meningkatkan partisipasi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya pemimpin yang bergaya otoriter dan manipulatif tidak banyak diikuti karena sifatnya yang tidak transparan dan cenderung mengambil keputusan sendiri sehingga menghambat partisipasi masyarakat (Sinha dan Suar, 2005). Slamet (2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga unsur pokok yang sangat menentukan tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :1) adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi; 2) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; dan 3) adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Sejalan dengan pernyataan tesebut, Suprayitno dkk (2011) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa motivasi dan tingkat kemampuan memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam pengelolaan hutan. Motivasi untuk meningkatkan pendapatan merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi sedangkan untuk faktor kemampuan terdiri dari 3 aspek yang memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi yaitu kemampuan teknis, kemampuan sosial dan kemampuan manajerial.