Tampilkan postingan dengan label Judul Farmasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Judul Farmasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 November 2020

Pengertian Pelayanan Kesehatan (skripsi dan tesis)

 Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009

Standar Peralatan Farmasi (skripsi dan tesis)

 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, maka fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan peracikan dan penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar atau dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan yang paling sedikit harus tersedia: 1. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan Obat baik steril dan nonsteril maupun aseptik/steril. 2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip. 3. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi obat. 4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika. 5. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk obat yang termolabil. 6. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik. 7. Alarm.

Standar Bangunan Farmasi (skripsi dan tesis)

 Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, maka fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku: 1. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit. 2. Terpenuhinya luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah sakit. 3. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manjemen, pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah. 4. Dipisahkan juga antara jalur steril,bersih dan daerah abu-abu, bebas kontaminasi.   5. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang pengerat. Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril maupun cair untuk obat luar atau dalam. 

Pengelolaan Perbekalan Farmasi (skripsi dan tesis)

 Menurut Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (2010), pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Dirjen Binfar dan Alkes RI, 2010) 1. Perencanaan Perencanaan adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah kebutuhan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 2. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui: a. Pembelian b. Produksi/pembuatan sediaan farmasi c. Sumbangan. Tujuan dari pengadaan adalah mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. 3. Penerimaan Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender atau sumbangan. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. 
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. 4. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memlihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat, tujuan penyimpanan adalah: a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung-jawab c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.   5. Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi dirumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. 6. Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat di unit pelayanan. 7. Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur. Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudak tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang substandar. 8. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.  Sedangkan, pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuannya adalah sebagai bahan evaluasi, memudahkan penelusuran surat dan laporan, serta tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan. 9. Monitoring dan Evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasu dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi dirumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum

Tugas dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit (skripsi dan tesis)

 Berdasarkan Kemenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas pokok farmasi Rumah Sakit adalah sebagai berikut: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal. 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesionalberdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. 3. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 4. Memberi pelayanan bermutu melalui analisis, dan evaluasi untukmeningkatkan mutu pelayanan farmasi. 5. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. 7. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. 8. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit. Fungsi farmasi rumah sakit menurut Rusly (2016) tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai berikut:  1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. 2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan a. Mengkaji instruksi pengobatan/ resep pasien b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga f. Memberi pelayanan informasi obat kepada pasien/keluarga  g. Melaporkan setiap kegiatan. 

Tujuan Pelayanan Farmasi (skripsi dan tesis)

 Menurut Siregar dan Amalia (2009), Tujuan pelayanan farmasi, yaitu: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan kode etik profesi.  3. Meberikan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat. 4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. 5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisis, telaah dan evaluasi pelayanan. 6. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode

Pengertian Pelayanan Farmasi (skripsi dan tesis)

 Suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kemenkes, 2004). Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit (Permenkes, 2016). Instalasi farmasi rumah sakit merupakan instalasi yang bertugas untuk menyediakan, mengelola dan melaksanakan penelitian tentang obat-obatan (Aslam dan Tan, 2003).

Aspek –Aspek Kepuasan Pelanggan Apotik (skripsi dan tesis)

Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atau penilaian setelah memakai suatu pelayanan, bahwa pelayanan yang dipilih setidak-tidaknya memenuhi atau melebihi harapan(Endang,2010).Terdapat lima atribut yang membangun kualitas pelayanan, kelimanya adalah sebagai berikut (Pasurama dalam Satibi dkk, 2015): 1. Tangible Aspek ini mencakup segala hal yang tampak dan dapat dilihat, seperti fasilitas fisikyang dapat digunakan oleh pelanggan, tampilan layout, peampilan karyawan, dan lain-lain. 2. Reliability Aspek kehandalan merupakan ukuran kemampuan suatu produk atau jasa memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. 3. Responsiveness Aspek daya tanggap merupakan ukuran yang dirasakan pelanggan mengenai keinginan penyedia produk/ jasa untuk membantu pelanggannya. 4. Assurance Aspek jaminan mencakup kemampuan penyedia produk/ jasa dalam memberikan rasa percaya terhadap produk/jasanya kepada pelanggan. 5. Empathy Aspek perhatian merupakan ukuran yang dirasakan pelanggan mengenai kemudahan, komunikasi, dan perhatian penyedia produk/ jasa terhadap kebutuhanya. Selain kualitas pelayanan, terdapat beberapa faktor yang dapat diukur untuk mengetahui kepuasan pasien antara lain (Satibi dkk, 2015) : 1. Kemudahan Kemudahan pasien untuk mengakses apotek menjadi tujuan yang memengaruhi kepuasan pasien atau konsumen.Hal ini dapat dilakuka dengan mencari lokasi yang strategis dari segi transportasi (mudah menuju ke lokasi apotek), dekat 15 dengan penyedia pelayanan kesehatan misalnya rumah sakit, klinik, praktik dokter dan puskesmas, dekat dengan pemukiman penduduk yang memiliki kondisi sosisal, ekonomi dan budaya. 2. Kelengkapan obat Kosumen ketika mencari obat meginginkan seperti yang pasien cari, sehingga mereka tidak suka kalau ditolak resepnnya atau alasan obatnya belum tersedia di apotek.Hal ini harus disikapi oleh apotek untuk berupaya melengkapi obat dan sediaan lainya. 3. Delivery time (lama pelayanan) Lama pelayanan merupakan faktor paling kritis menurut pasien, delivery time adalah lama pelayanan obat dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi obat. Pelayanan obat di apotek merupakan titik jenuh terakhir sebelum obat diberikan ke pasien, yang sebelumnya pasien harus ke dokter, cek kesehatan di laboratorium, kemudian mendapat resep dan akhirnya membeli obat di apotek. 4. Keramahan karyawan Keramahan karyawan, terlebih tenaga kefarmasian dapat menjadi poin penting yang menyebabkan pasien loyal terhadap apotek. Pasien akan mencari apotek yang karyawanya mampu melayani dengan baik selalu tersenyum, aktif berkomunikasi, dan santun. Apabila pasien tidak sensitif dengan harga, keramahan karyawan menjadi faktor yang menentukan. 5. Harga Harga menjadi salah satu faktor konsumen memilih apotek, terutama pasien yang sensitif terhadap harga obatselalu berupaya menawar harga yang lebih murah. 6. Faktor Pribadi Menurut (Rangkuti, 2006) faktor yang berasal dari dalam individu dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang meliputi : a. Jenis kelamin 16 Tingginya angka kesakitan pada perempuan dari pada laki-laki menyebabkan perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih banyak. b. Usia Kebutuhan seseorang terhadap suatu barang atau jasa akan semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Faktanya kebutuhan terhadap pengobatan sendiri semakin meningkat saat usia mulai meningkat dibandingkan dengan kebutuhan terhadap pelayanan preventif.Menurut depkes RI tahun 2009 ketegori usia sebagai berikut: a) Masa remaja awal = 12-16 tahun Fase ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan dengan teman sejenis,kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja sama dalam melaksanakan tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan kebutuhan dalam membangun hubungan dengan teman sebaya yang memiliki persamaan, kerja sama, tindakan timbal balik sehingga tidak kesepian berlanjut sampai individu menemukan suatu pola perbuatan stabil yang memuaskan dorongan-dorongan genitalnya. b) Masa remaja akhir = 17-25 tahun Pada fase ini termasuk fase perkembangan pribadi manusia yang matang dan setelahitu memasuki usia lanjut. c) Masa dewasa = 26-45 tahun Pada fase ini tugas perkembangannya adalah belajar untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain. d) Masa lansia = 46tahun sampai ke atas. Pada fase ini tugas perkembangannya adalah menyadari sebagai individu lansia dan menerima arti kehidupan dan kematian. c. Pendidikan Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Perbedaan tingkat pendidikan akan memeiliki kecenderungan yang berbeda dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.   d. Pekerjaan Secara langsung pekerjaan akan mempengaruhi status ekonomi seseorang. Seseorang yang berpenghasilan di atas rata-rata mempunyai minat yang lebih tinggi dalam memilih pelayanan kesehatan. Menurut Umar (2003) terdapat beberapa konsep umum yang biasa digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan (Merisya, 2007) : 1. Kepuasan pasien menyeluruh Dengan menilai dan juga membandingkan tingkat kepuasan pasien yang bersangkutan dengan yang mereka terima dari tempat lain. 2. Dimensi kepuasan pasien Dibagi menjadi empat langkah, pertama mengidentifiksi, kedua pasien menilai berdasarkan poin-poin kuesioner, ketiga membandingakn nilai dengan pesaing yang lain, keempat menentukan dimensi yang paling penting. Kuesioner dapat dibuat tanpa nama (anonim), dengan jawaban yang jujur dan spontan. Beberapa keuntungan dipilihnya kuisonair, yaitu (Portney & Watkins, 2000) : a. Lebih efisien daripada wawancara langsung dengan sampel/responden. b. Data dari sampel yang jumlahnya besar dan terdistribusi luas secara geografis, dapat dikumpulkan dalam waktu relative singkat. c. Responden menerima pertanyaan yang sama dan terstandar sehingga dapat mengurangi bias yang mungkin timbul karena interaksi antara responden dengan peneliti. d. Responden mempunyai waktu untuk berpikir tentang jawaban/informasi spesifik. 3. Konfirmasi harapan Menyimpulkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan dengan kinerja yang diinginkan. 4. Minat pembelian ulang Kepuasan pasien diukur terhadap minat pembelian ulang terhadap barang yang dibeli. 5. Kesediaan untuk merekomendasi 18 Kepuasan pasien terhadap barang atau jasa yang diukur dengan cara merekomendasikan barang ataupun jasa. 6. Ketidakpuasan pasien Biasa digunakan dalam komplain, biaya garansi, dan lain-lain

Evaluasi Mutu Pelayanan Kefarmasian (skripsi dan tesis)

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilakukan evaluasi mutu pelayanan kefarmasian. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut (Satibi dkk, 2015) : 1) Audit penyerahan obat kepada pasien Audit penyerahan obat kepada pasien dapat dilakukan dengan standar yang telah dibuat sebelumnya seperti obat harus diserahkan oleh apoteker, penyerahan obat disertai dengan informasi yang diperlukan. 2) Audit waktu pelayanan Menurut Menkes No. 35 tahun 2014 standar waktu pelayanan resep adalah 15 sampai 30 menit. Audit dapat dilakukan dengan mengacu pada standar tersebut. 3) Review Medication Error Di dalam pelayanan kefarmasian idealnya tidak boleh terdapat medication error, apabila terdapat medication error, maka dilakukan review yang dimulai dengan mendata kejadian medication error yang muncul, melakukan kategorisasi, kemudian dilakukan tindakan untuk pencegahanya. 4) Survei Kepuasan Pelanggan Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan bantuan kuesioner. Apabila metode yang digunakan adalah audit, standar yang menjadi acuan 14 adalah proporsi customer yang merasa puas dan peningkatan jumlah customer dalam kurun waktu tertentu

Konseling Dalam Farmasi (skripsi dan tesis)

Menurut Menkes No. 73 tahun 2016 tentang standar kefarmasian di Apotek konseling merupakan proses interaktif antara petugas kefarmasian dengan pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Tahap konseling (Menkes, 2016) : 1. Tahap pembuka komunikasi antara Apoteker dan pasien 2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions yaitu : a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda. b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda. c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah menerima terapi obat tersebut. 3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat. 4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan penggunaan obat. 5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling (Menkes, 2016):   1 Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2 Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). 3 Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). 4 Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). 5 Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. 6 Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. 
Tahapan dalam melakukan konseling antara lain (Rantucci dalam Satibi dkk, 2015): 1. Diskusi pembuka Yang digunakan untuk menciptakan kenyamanan pasien dan mendorong pasien untuk aktif pada sesi konseling. Diskusi pembuka berisi perkenalan diri dari petugas kefarmasian, cek nama pasien, percakapan sederhana untuk menciptakan kenyamanan, tujuan konseling serta waktu yang dibutuhkan untuk sesi konseling. 2. Pengumpulan informasi dan identifikasi kebutuhan Dimulai dengan menanyai informasi pasien seperti nama, alamat, berat badan, no telpon, usia dan jenis kelamin. Riwayat pasien juga perlu dipertanyakan apakah ada alergi atau obat yang digunakan sebelum datang kedokter. 3. Diskusi penyusunan rencana asuhan dan identifikasi kebutuhan. Pada sesi ini bagaiman masalah yang dialami pasien dapat dilakukan dengan subjective, objective, assesment dan planning. Pada sesi ini yang perlu digali masalah aktual ataupun potensial. Masalah yang muncul harus didiskusikan dengan pasien sehingga pasien sepakat dengan bagaimana penanganya. 4. Diskusi pemberian informasi dan edukasi 13 Diskusi pemberian informasi dan edukasi berupa nama dan gambaran obat, tujuan pengobatan, cara dan waktu penggunaan obat, saran ketaatan, dan bagaimana pemantauan sendiri dari pasien, efek samping dan bagaimana penanganan efek samping jika muncul, petunjuk penyimpanan dan informasi pengulangan resep (jika ada Iter). 5. Diskusi penutup Diskusi terakhir berupa kesempatan pasien untuk bertanya, pasien diminta untuk mengulangi informasi penggunaan obat, menekankan hal yang penting, tindak lanjut konseling dan sumber informasi tambahan

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (skripsi dan tesis)

Berdasarkan Menkes RI no. 73 tahun 2016, tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien. Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan obat pada sarana kefarmasian meliputi (Satibi dkk, 2015) : 1. Pelayanan resep Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tahapan pelayanan resep : a. Skrining resep Harus memenuhi persyaratan administratif, kesesuaian administratif dan melalui pertimbangan klinis. b. Penyiapan obat 9 Tahapan penyiapan obat yaitu peracikan, pemberian label etiket, memeriksa kemasan obat yang akan diserahkan, pemberian informasi obat, konseling, dan monitoring penggunaan obat. 2. Pelayanan OWA Menurut Menkes nomor 347 tahun 1990 Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. OWA dapat diharapkan meningkatkan masyarakat dalam mendorong dirinya untuk pengobatan sendiri agar meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Hal- hal yang menjadi alasan ditetapkanya peraturan OWA (Satibi dkk, 2015): a. Untuk meningkatakan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiriguna mengatasi masalah kesehatan, maka perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri. b. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan. c. Peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE perlu ditingkatkan dalam rangka pengobatan sendiri. Selain masyarakat dapat menggunakan obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas), dirasa perlu untuk mengadakan kriteria obat keras yang diberikan tanpa resep. Kriteria obat-obat yang dapat diberikan tanpa resep sesui Menkes nomor 919 tahun 1993, yaitu (Satibi dkk, 2015): a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevelansinya tinggi di Indonesia e. Obat yang dimaksud memiliki rasio, khasiat, dan keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. 10 3. Pelayanan obat bebas dan bebas terbatas Upaya untuk pengobatan sendiri untuk mngobati penyakit ringan, kronis setelah berkonsultasi dengan dokter hingga untuk melakukan peningkatan kesehatan disebut swamedikasi (Kertajaya, 2011). Swamedikasi yang benar dapat meningkatkan efek pengobatan yang optimal, namun bila pengobatan sendiri bersifat tidak rasional maka akan menyebabkan terjadinya kondisi yang tidak diinginkan (Kristina et al,. 2012). Pengobatan tanpa resep dalam masyarakat sudah dilakukan cukup luas, swamedikasi sendiri berlangsung dari interaksi manusia dengan lingkungan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yakni faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar (Yusrizal, 2015).
 Faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosialekonomi, kebudayan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). 4. Pelayanan farmasi klinik Pelayanan farmasi klinik meliputi kegiatan pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, home pharmacy care, pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat (Satibi dkk, 2015). Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Menkes RI no. 73 tahun 2016, bertujuan untuk (Menkes RI, 2016) : 1) Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian; 2) Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; 3) Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Mutu pelayanan kefarmasian di apotek sangat diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah sadar bahwa apotek merupakan pintu akhir bertemunya obat dengan pasien. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Nomor 35 tahun 2014 yang mengatur standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Ada tiga aspek yang diatur untuk meningkatkan mutu pelayanan. Ketiga aspek tersebut adalah :   1. Aspek Manajerial Aspek manajerial yaitu aspek yang berkaitan dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, peneriamaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. 2. Aspek Farmasi Klinik Aspek farmasi klinik yaitu aspek yang berkaitan dengan pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat, konseling, home car, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping obat 3. Aspek pendukung Aspek pendukung merupakan komponen yang mendukung terselenggaranya kegiatan manajerial dan farmasi klinik, yaitu sumber daya manusia dan saranaprasarana.

Pengertian Apotek (skripsi dan tesis)

 Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2006).Disamping itu apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker yaitu sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Pelayanan kefarmasian yang dimaksud yaitu suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien, meliputi pembuatan termasuk pengendalian kualitas sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Menkes RI, 2013). Menurut PP No.51 tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah (Menkes RI, 2009) : 1) Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 2) Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. 3) Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi, antara lain obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika. 4) Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional 
 Selain itu, berdasarkan Permenkes RI nomor 9 tahun 2017 tentang apotek mengatur persyaratan pendirian apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi (Menkes RI, 2017): 1) Lokasi Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian. 2) Bangunan Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan apotek harus bersifat permanen, yaitu dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis. 3) Sarana, prasarana, dan peralatan Suatu apotek harus memiliki sarana dan prasarana yang mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana apotek bertujuan untuk menunjang dan menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian sarana yang dimaksud yaitu sebagai berikut: a. Ruang penerimaan resep Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien. b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan  resep, etiket dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner). c. Ruang penyerahan obat Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep. d. Ruang konseling Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien. e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan Bahan medis habis pakai ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan (ac), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu. f. Ruang arsip Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Prasarana apotek yang dimaksud yaitu paling sedikit terdiri atas: a. Instalasi air bersih; b. Instalasi listrik; c. Sistem tata udara; d. Sistem proteksi kebakaran. 
Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian, yaitu sebagai berikut : a. Peralatan, sebagaimana dimaksud antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer. b. Formulir catatan pengobatan pasien sebagaimana dimaksud merupakan catatan mengenai riwayat penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien. 4) Ketenagaan Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud wajib memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Rawat Jalan (skripsi dan tesis)

Rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang di sediakan untuk pasien, bukan dalam bentuk rawat inap (hospitalis). Pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap (opname)(15) . Lima tahapan alur pelayanan standar puskesmas rawat jalan adalah sebagai berikut(16) : 1. Mendaftarkan identitas pasien di ruang loket/kartu Pengunjung harus mendaftarkan diri di loket/kartu agar tercatat dalam kartu kunjungan pasien, dengan menunjukkan kartu identitas (KTP, ASKES, Jamkesmas,Jamkesda) yang masih berlaku. 2. Menunggu giliran panggilan di ruang tunggu Silahkan menuju ruang tunggu puskesmas, menanti giliran panggilan pelayanan yang di perlukan. 3. Menuju ruang periksa pelayanan rawat jalan Setelah mendapatkan giliran di panggil oleh petugas, pasien di arahkan langsung menuju tempat pemeriksaan dokter (sesuai keluhan yang di alaminya).  Mengambil resep obat di ruang apotek Pengunjung yang mendapatkan resep obat, setelah di periksa dokter, di mohon menunggu dengan sabar pelayanan obat yang bisa di tebus langsung di ruangan apotek puskesmas. 5. Meninggalkan ruangan puskesmas : Para pengunjung mengecek kembali perlengkapan yang di bawah dan di wajibkan selalu berpartisipasi aktif menjaga kebersihan dan keasrian ruangan pelayanan dan halamam puskesmas.

Pelayanan Puskesmas (skripsi dan tesis)

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan kesehatan menyeluruh yang meliputi: a. Kuratif (pengobatan). b. Preventif (upaya pencegahan). c. Promotif (peningkatan kesehatan). d. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelaksanaan upaya kesehatan di puskesmas harus selalu memperhatikan mutu dan akses pelayanan kesehatan. Seperti yang telah diamanatkan dalam Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 pasal 7 disebutkan bahwa “Dalam menyelenggarakan fungsinya, puskesmas berwenang untuk melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan

Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas (skripsi dan tesis)

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan memiliki prinsip dalam penyelenggaraannya. Prinsip tersebut antara lain: a. Paradigma sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. b. Pertanggungjawaban wilayah Puskesmas menggerakkan dan bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. c. Kemandirian masyarakat Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. d. Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat secara adil dan merata tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya, dan kepercayaan. e. Teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk pada lingkungan. f. Keterpaduan dan kesinambungan Puskesmas mengintegrasikan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan dan masyarakat lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen puskesmas(

Fungsi Puskesmas (skripsi dan tesis)

Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas memiliki fungsi sebagai penyelenggara upaya kesehatan masyarakat dan perseorangan di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggara upaya kesehatan masyarakat, puskesmas memiliki beberapa wewenang, antara lain  : a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain yang terkait. e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat. f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas. g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan. h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan. i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. 

Peran Puskesmas (skripsi dan tesis)

 Puskesmas memiliki peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan puskesmas dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu 

Definisi Pusat Kesehatan Masyarakat (skripsi dan tesis)

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat   di wilayah kerjanya(13) . Pelayanan kesehatan di Puskesmas harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan Comprehensive Health Care Service yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public health service)

Sabtu, 31 Oktober 2020

Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian (skripsi dan tesis)

 Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi (medication error), yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient safety). Kegiatan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian meliputi(3) : a. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar. b. Pelaksanaan, yaitu: 1) Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana kerja) 2) Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu: 1) Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar. 2) Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Pelayanan Farmasi Klinik (skripsi dan tesis)


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat
dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik di
puskesmas rawat jalan meliputi(3):
a. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat dan Pemberian Informasi Obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk
pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi
meliputi:
1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
2) Nama, dan paraf dokter
3) Tanggal resep
4) Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Dosis dan jumlah obat
3) Stabilitas dan ketersediaan
4) Aturan dan cara penggunaan
5) Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat)
Persyaratan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
2) Duplikasi pengobatan
3) Alergi, interaksi dan efek samping obat
4) Kontra indikasi
5) Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi
obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik obat, memberikan label/ etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Kegiatan ini meliputi:
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
pro aktif dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan
lain-lain.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, serta masyarakat.
5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis
habis pakai.
6) Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
c. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat
pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan
dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek
samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan
obat.
d. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat
yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal
yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan
terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
e. Pemantauan Terapi Obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping.
f. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat
secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional)
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian,
pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan
standar prosedur operasional sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Sumber daya kefarmasian yang dimaksud meliputi sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal
harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai
penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung
berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan
serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk
menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker
untuk 50 (lima puluh) pasien perhari. Semua tenaga kefarmasian harus
memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk
puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semua tenaga kefarmasian di puskesmas melaksanakan pelayanan
kefarmasian berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang
dibuat secara tertulis, disusun oleh kepala ruang farmasi dan ditetapkan
oleh kepala puskesmas(3)
Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi sebagai ruang
penerimaan resep, ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi
sediaan secara terbatas), ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang
penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai, ruang arsip