Brizendine (dalam Rahmawaty, 2013) menyatakan hormon testosteron dan
progesteron diduga mampu mempengaruhi peningkatan agresifitas sehingga laki-laki
cenderung stabil ketika beraktivitas, sedangkan hormon estrogen diduga mempengaruhi
psikis dan perasaan perempuan pada kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tertentu ini akan
berpengaruh secara psikis terhadap perilaku perempuan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi maupun dalam menghadapi situasi sosial tertentu.
Dari pernyataan diatas nampak bahwa sensation seeking sangat dipengaruhi oleh
keadaan biologis dari individu. Didukung Zuckerman (dalam Grisnawati, 2006)sensation
seeking berkaitan dengan kondisi biologi pada individu, dimana kondisi biologis
mendorong kebutuhan individu untuk memperoleh sensasi dan variasi dalam hidupnya.
Dasar biologis ini akan dihubungkan dengan kuatnya refleksi terhadap stimulus dan
menguatnya respon terhadap stimulus tersebut. Hal ini terjadi diiringi tingginya hormon
seks (testosteron, esterogen, dan esterodial) dan adanya enzim yang merangsang hadirnya
kemampuan arousal (kemampuan pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah aktivitas)
(Grisnawati, 2006). Hal ini lah yang sering diduga menjadi salah satu penyebab mengapa
laki-laki cenderung lebih sensation seeking daripada wanita. Karena laki-laki dalam hal
biologis memiliki hormon seks (testosteron,esterogen, dan esterodial) yang membuat
sensation seeking meningkat.
Selain faktor biologis terdapat pula faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat
sensation seeking. Antara lain adalah modelling. Modelling dapat mempengaruhi tipe dan
tingkatan stimuli yang dicari oleh individu. Zuckerman 1994 (dalam Amanta, 2009)
menyatakan bahwa tipe kepribadian pencari sensasi didapat melalui sosialisasi. Hasil
pembelajaran sosial (social learning) merupakan faktor yang juga mempengaruhi dan
‘mengajarkan’ individu untuk menyukai sensasi dan perilaku mencari sensasi tertentu.
Faktor lingkungan dan pembelajaran sosial ini kemudian diprediksi sebagai 40% kemungkinan seseorang untuk terstimulus dalam memiliki trait sensation seeking dan
kebutuhan pencarian sensasi lainnya. Observasi dan imitasi pada orangtua, teman, dan
significant others memungkinkan seseorang untuk mempelajari perilaku yang cenderung
mencari sensasi, baik secara tinggi maupun rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar