Sabtu, 24 Oktober 2020

Teori Komunikasi Aksi Habermas (skripsi dan tesis)

 Untuk memahami proses sosial, Habermas (1983a) mengatakan bahwa harus ada perubahan paradigma dasar dari proses sosial. Teori komunikasi aksi merupakan teori yang memandang masyarakat melalui paradigma komunikasi. Habermas (1983a) mendefinisikan komunikasi aksi sebagai suatu interaksi yang terjadi dalam membangun hubungan interpersonal, the interaction of at least two subjects capable of speech and action who establish interpersonal relations (whether by verbal or extra-verbal means). (Habermas, 1983, p.86) Habermas (2000, p.12) dalam Kernstock (2009) juga menyebutkan komunikasi aksi sebagai suatu media interaksi simbolik (symbolically mediated interaction). Komunikasi dari sudut pandang ini merupakan suatu proses multidimensi di mana setiap individu bebas mengekspresikan argumennya dalam mencapai pemahaman antar individu. Habermas (dikutip oleh Meutia, 2010) menyebutkan beberapa konsep fundamental yang dapat diterapkan dalam komunikasi yaitu peran dari aktor manusia (human actors), rasionalitas dan cara memandang proses sosial. 24 Dalam proses sosial, human actors memegang peranan dalam mengkoordinasikan tindakannya. Semua pihak yang berpartisipasi mempengaruhi proses pencapaian pemahaman dengan menjustifikasi alasannya. Rasionalitas dalam teori komunikasi aksi, berhubungan dengan makna dari komunikasi aksi itu sendiri. Tindakan sosial didasari oleh pemahaman dan kesepakatan yang dimotivasi secara rasional (Sawarjuwono, 1995). Habermas menyebut ini sebagai proses komunikasi secara rasional. Konsep penting berikutnya yaitu cara memandang proses sosial. Menurut Habermas (1983b), proses sosial dapat dilihat sebagai dua analisis konseptual, yaitu lifeworld dan system mechanism. Lifeworld diartikan oleh Habermas (1983b) sebagai suatu situasi bertemunya individu dengan individu yang lain dalam melakukan hubungan timbal balik atas claim yang diberikan masingmasing individu, yang dapat mengkritisi dan mengkonfirmasi claim tersebut, serta menyelesaikan perbedaan pendapat hingga mencapai adanya kesepakatan, the transcendental site where the speaker and hearer meet, where they can reciprocally raise claims that their utterances fit the world (Objective, social or subjective), and where they can criticize and confirm those validity claims, settle their disagreements and arrive at agreement. (Habermas, 1983:126) Oleh karena itu, segala sesuatu kehidupan atau aktivitas manusia dapat dilihat sebagai suatu interaksi yang mengikuti mekanisme lifeworld. Efektivitas dan efisiensi diperlukan untuk mengendalikan kompleksitas masyarakat. 
Dari perspektif institusi, muncul sub-sistem sebagai hasil dari kompleksitas masyarakat yaitu ekonomi dan administrasi. Sub-sistem ini dikoordinasikan melalui uang (money) dan aturan (power) (Van Toledo, 1986 dalam Kernstock 2009). Money mempengaruhi keputusan dalam pertimbangan  profit dan loss serta perhitungan ekonomis lain. Sementara power, mempengaruhi interaksi melalui tekanan institusi ataupun administrasi dan birokrasi (Habermas, 1983b). Dalam teorinya, Habermas (1983a) hanya membahas mengenai dua tindakan dasar manusia yaitu tindakan rasional bertujuan (Instrumental action) dan interaksi (Communicative action). Tindakan rasional bertujuan adalah tindakan dasar dalam hubungan manusia dengan alamnya sebagai objek manipulasi, sementara interaksi merupakan tindakan dasar dalam hubungan manusia dengan sesamanya sebagai subjek. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika menurut Habermas, money dan power adalah media yang mempengaruhi kepentingan (interest). Kepentingan (interest) merupakan suatu orientasi dasar yang berakar pada kemampuan manusia, untuk melestarikan keberadaannya, dan untuk menentukan serta mengkreasikan dirinya sendiri. Habermas (1983b) mengatakan bahwa Interest hanya dipengaruhi oleh kedua hal ini, yaitu money dan power. Adanya kepentingan yang dipengaruhi oleh money dan power tersebut mendorong perusahaan untuk tetap berupaya menciptakan image positif dan menghindari image negatif, yang dapat berujung pada pemerolehan legitimasi dari stakeholder

Tidak ada komentar: