Disamping memperoleh manfaat dari penjualan yang dilakukan secara
kredit seperti meningkatkan pendapatan penjualan dan laba, perusahaan juga
biasanya menanggung beban operasional atas adanya piutang tak tertagih. Hal ini
bisa timbul dari kegagalan perusahaan memperoleh pembayaran dari pelanggan.
Dalam akuntansi, adanya piutang tidak tertagih diakui keberadaannya
sehingga membentuk satu perkiraan tersendiri yaitu beban piutang tak tertagih.
Menurut Zaki Baridwan (2004) piutang usaha yang tidak mungkin ditagih,
seperti debiturnya bankrut, meninggal, pailit atau lain-lain harus dihapuskan
sehingga akan menjadi biaya bagi perusahaan.
Kebijakan penghapusan langsung menggunakan asumsi bahwa piutang
yang dianggap tak akan tertagih sulit untuk diterima dikemudian hari. Ini artinya,
ada saja bagian dari piutang dagang yang tidak tertagih dan harus dihapus saja
dari buku. Namun sebaiknya kebijakan estimasi atau taksiran piutang tidak
tertagih menganggap bahwa sebagian dari piutang tidak tertagih masih sangat
mungkin untuk diterima kembali di kemudian hari.
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan pasti akan mempunyai
dampak dan pengaruh yang ditimbulkan, baik itu yang menguntungkan maupun
yang merugikan perusahaan itu sendiri. Kemungkinan-kemungkinan yang sifatnya
umum banyak sekali terjadi bilamana pihak yang memberikan piutang menagih
kembali, pihak pemiutang justru berusaha mengelak atau menunda melakukan
pembayaran atas tagihan tersebut.
Risiko kredit adalah risiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan
kepada para pelanggan (Riyanto, 2001 : 87). Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para pelanggan maka
perusahaan perlu mengadakan evaluasi risiko kredit dari para pelanggan tersebut.
Risiko yang mungkin terjadi dalam piutang usaha, yaitu:
a. Risiko tidak dibayarnya seluruh piutang
Risiko tidak terbayarnya seluruh piutang bagi perusahaan merupakan
risiko paling berat yang harus dihadapi, karena seluruh tagihan yang telah
direncanakan akan diterima di masa yang akan datang ternyata tidak dapat
diterima kembali sebagai kas, sehingga pengorbanan yang telah dilakukan
terbuang percuma. Hal ini lebih berat lagi bila perusahaan yang bersangkutan
bermodalkan terbatas sehingga dapat mengakibatkan kegagalan bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Kejadian ini terjadi karena perusahaan lalai
dalam menyelidiki calon pembelinya, misalnya: pembeli melarikan diri, pembeli
mengalami kesulitan keuangan atau perusahaan pembeli mengalami
kebangkrutan, dan sebagainya.
b. Risiko tidak dibayar sebagian piutang
Risiko tidak dibayar sebagian piutang adalah risiko yang lebih ringan
karena sebagian dari total piutang tersebut telah diterima perusahaan. Sering
sekali terjadi dalam kasus nyata sehari-hari, seorang pembeli yang baru pertama
kali mengadakan hubungan transaksi penjualan kredit akan menunjukkan kesan
yang sangat baik. Namun setelah waktu untuk membayar piutangnya tiba mulailah
mereka menunjukkan itikad yang kurang baik seperti: mulai tidak membayar
piutangnya, membatalkan atau sengaja tidak mengisi rekeningnya dengan alasan
bahwa perusahaannya sedang menghadapi kesulitan keuangan, dan masih banyak
alasan lainnya.
c. Risiko keterlambatan pelunasan
Risiko keterlambatan pelunasan merupakan risiko yang lebih ringan tetapi
bukan berarti tidak mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan, karena
meskipun dalam waktu yang relatif tidak lama jelas terlihat bahwa pemasukan
dari uang tagihan tersebut telah melewati jadwal penerimaan yang seharusnya.
d. Risiko tertanam modal Perusahaan harus hati-hati dalam memberikan pinjaman atau piutang
kepada pelanggannya sebab bila perusahaan tersebut mengadakan penjualan
secara kredit akan timbul perkiraan piutang pada laporan keuangan perusahaan
yang bersangkutan. Hal ini jelas mengakibatkan modal tertanam dalam piutang
baik modal yang bersumber dari modal sendiri maupun modal asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar