Selasa, 29 September 2020

Tax avoidance (skripsi dan tesis)


Pajak dapat diartikan sebagai beban atau sesuatu yang dapat
mengurangi kemampuan atau daya beli masyarakat. Dalam hal ini, pajak dipandang sebagai hal atau sesuatu yang tidak menguntungkan. Sesuatu
yang tidak menguntungkan biasanya akan mendorong upaya untuk
menghindarinya atau paling tidak meminimalisasinya. Meminimalisasi
beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari
memanfaatkan celah-celah perpajakan yang diperbolehkan sampai dengan
upaya yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi
beban pajak adalah dengan tax planning (perencanaan pajak).
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self
Assesment System diamana suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
terutang (Mardiasmo, 2011:7). Tujuan dari Self Assesment System adalah
mengharapkan Wajib Pajak memiliki kesadaran wajib pajak, kejujuran
wajib pajak, tax mindedness wajib pajak atau hasrat untuk membayar pajak,
serta tax discipline wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan
(Rahayu, 2011) Akan tetapi, Self Assesment System merupakan sistem
perpajakan yang rentan akan penyelewengan dan pelanggaran. Sehingga
pengusaha akan meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar, dengan
melakukan tax planning, baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal
(tax evasion).
Kegiatan penggelapan (evasion) adalah kegiatan yang nyata melawan
peraturan yang berlaku, sedangkan penghindaraan (avoidance) tidak
melanggar peraturan, namun melanggar maksud yang sebenarnya dari peraturan tersebut. Sri Utami (2011) yang menyatakan bahwa Tax
avoidance adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk
meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelamahan
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara sehingga ahli pajak
menyatakan legal karena tidak melanggar peraturan perpajakan.
Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang perpajakan karena
usaha wajib untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan atau
meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh
Undang-Undang Pajak. Adapun cara tersebut menurut Merks (2007) dalam
Kurniasih dan Maria (2013) adalah a) memindahkan subjek pajak dan/atau
objek pajak ke negara-negara yang memberikan perlakuan pajak khusus
atau keringanan pajak (tax haven country) atas suatu jenis penghasilan
(substantive tax planning), b) usaha penghindaran pajak dengan
mempertahankan substansi ekonomi dari transaksi melalui pemilihan formal
yang memberikan beban pajak yang paling rendah (Formal tax planning),
c) ketentuan Anti Avoidance atas transaksi transfer pricing, thin
capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific
Anti Avoidance Rule); serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis
(General Anti Avoidance Rule).
Penghindaraan pajak (Tax avoidance) merupakan rekayasa tax affairs
yang masih berada dalam kelompok peraturan perpajakan. Penghindaraan
pajak (tax avoidance) dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di
undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang atau dapat juga terjadi dalam bunyi ketentuan undang-undang tetapi berlawanan dengan
jiwa undang-undang (Suandy, 2008). Strategi-strategi atau cara-cara yang
legal sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku, biasanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang sifatnya ambigu dalam undang-undang
sehingga dalam hal ini Wajib Pajak memanfaatkan celah-celah yang
ditimbulkan oleh adanya ambiguitas dalam undang-undang perpajakan
(Suandy, 2008).
Aktivitas tax avoidance merupakan alternatif pilihan dalam
perencanaan pajak yang dapat menghemat besarnya pajak yang dibayarkan
oleh perusahaan. Sekat yang membatasi legal dan ilegalnya suatu tindakan
penghematan pajak dalam upaya tax planning masih sulit untuk dibedakan
(Bovi, 2005 dalam Annisa dan Lulus, 2012), dengan begitu diharapkan
perusahaan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dan tidak
memanfaatkan celah dari peraturan perpajakan yang ada untuk
meningkatkan laba perusahaan di masa yang akan datang. Sebab, pajak
yang dibayarkan oleh perusahaan kepada negara akan digunakan untuk
memfasilitasi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.

Tidak ada komentar: