Pengetian Leverage atau rasio solvabilitas merupakan pengunaan aktiva
atau dana dimana untuk penggunaan tersebut harus menutup atau membayar
beban tetap. Leverage tersebut harus menunjukan proporsi atas penggunaan utang
untuk membiayai investasinya
Menurut Agus Sartono (2012:257) leverage adalah
“Penggunaan assets dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan
yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar
meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.”
Menurut Van Horne dan Wachoviz (2009 :138) leverage adalah
“Kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila dilikuidasi.”
Menurut Fahmi (2015:72) rasio leverage adalah sebagai berikut:
“Rasio leverage mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan
utang”.
Kasmir (2013:151) menyatakan rasio solvabilitas atau leveage ratio
adalah sebagai berikut:
“Rasio solvabilitas atau leverage ratio adalah merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya.
Dalam arti luas dikatakan
bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi)”.
Mamduh M. Hanif dan Abdul Halim (2016:79) menyatakan bahwa rasio
solvabilitas adalah sebagai berikut:
“Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah
perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan total asetnya.
Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan
demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca”.
Berdasarkan definisi diatas, menunjukkan bahwa leverage digunakan
untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang.
Penggunaan rasio solvabilitas atau rasio leverage bagi perusahaan memberikan
banyak manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi.
Menurut Fred Weston dalam Kasmir (2013:152) rasio solvabilitas memiliki
beberapa implikasi berikut:
1. “Kreditor mengharapkan ekuitas (dana yang disediakaan pemilik)
sebagai marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang
kecil sebagai modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung oleh
kreditor.
2. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh
manfaat, berupa tetap dipertahankannya penguasaan atau
pengendalian perusahaan.
3. Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang
dipinjamkannya dibandingkan dengan bunga yang harus dibayarnya,
pengembalian kepada pemilik diperbesar”.
Dalam peraktiknya, apabila dari hasil perhitungan perusahaan ternyata
memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko
kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba juga besar.
Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih rendah tentu mempunyai risiko kerugian lebih besar pula, terutama pada saat perekonomian
menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian
(return) pada saat perekonomian tinggi.
Oleh karena itu, manajer keuangan dituntut untuk mengelola rasio
solvabilitas dengan baik sehingga mampu menyeimbangkan pengembalian yang
tinggi dengan tingkat risiko yang dihadapi. Perlu dicermati pula bahwa besar
kecilnya risiko ini sangat tergantung dari pinjaman yang dimiliki perusahaan,
disamping aktiva yang dimilikinya (ekuitas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar