Senin, 28 September 2020

Definisi Rasio Solvabilitas atau Leverage Ratio (skripsi dan tesis)

Pengetian Leverage atau rasio solvabilitas merupakan pengunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut harus menutup atau membayar beban tetap. Leverage tersebut harus menunjukan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya Menurut Agus Sartono (2012:257) leverage adalah “Penggunaan assets dan sumber dana (source of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.” Menurut Van Horne dan Wachoviz (2009 :138) leverage adalah “Kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila dilikuidasi.” Menurut Fahmi (2015:72) rasio leverage adalah sebagai berikut: “Rasio leverage mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang”. Kasmir (2013:151) menyatakan rasio solvabilitas atau leveage ratio adalah sebagai berikut: “Rasio solvabilitas atau leverage ratio adalah merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. 
Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi)”. Mamduh M. Hanif dan Abdul Halim (2016:79) menyatakan bahwa rasio solvabilitas adalah sebagai berikut: “Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajibankewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total utangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio ini mengukur likuiditas jangka panjang perusahaan dan dengan demikian memfokuskan pada sisi kanan neraca”. Berdasarkan definisi diatas, menunjukkan bahwa leverage digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. Penggunaan rasio solvabilitas atau rasio leverage bagi perusahaan memberikan banyak manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Menurut Fred Weston dalam Kasmir (2013:152) rasio solvabilitas memiliki beberapa implikasi berikut: 
1. “Kreditor mengharapkan ekuitas (dana yang disediakaan pemilik) sebagai marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung oleh kreditor.
 2. Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat, berupa tetap dipertahankannya penguasaan atau pengendalian perusahaan.
 3. Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya dibandingkan dengan bunga yang harus dibayarnya, pengembalian kepada pemilik diperbesar”. 
Dalam peraktiknya, apabila dari hasil perhitungan perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba juga besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih rendah tentu mempunyai risiko kerugian lebih besar pula, terutama pada saat perekonomian menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi. Oleh karena itu, manajer keuangan dituntut untuk mengelola rasio solvabilitas dengan baik sehingga mampu menyeimbangkan pengembalian yang tinggi dengan tingkat risiko yang dihadapi. Perlu dicermati pula bahwa besar kecilnya risiko ini sangat tergantung dari pinjaman yang dimiliki perusahaan, disamping aktiva yang dimilikinya (ekuitas)

Tidak ada komentar: