Stres adalah kekuatan yang mendorong faktor fisik dan kejiwaan seseorang
menjadi tidak stabil kemudian menghasilkan tekanan di dalam diri seseorang
(Arnold et al., 1995). Robbins dan Judge (2008:368) menyatakan stres adalah
suatu kondisi dinamik yang dialami seorang individu dikonfrontasikan dengan
suatu peluang, tuntutan, atau sumber daya yang dikaitkan dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Selye (1956) menyatakan bahwa terdapat dua jenis stres yaitu eustress dan
distress. Eustress adalah stres yang memberikan dampak positif sedangkan
distress adalah stres yang memberikan dampak negatif. Penyebab stres (stressor)
dapat dibagi ke dalam tiga kategori besar, yakni stressor yang berasal dari faktor
lingkungan (environmental factors), faktor organisasi (organizational factors),
dan faktor individu (personal factors). Salah satu komponen dalam faktor
organisasi adalah tuntutan peran (role demand) yang merupakan tekanan yang
diberikan kepada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang
dimainkan dalam organisasi.
Tekanan peran dalam pekerjaan (role stress) menunjukkan seberapa luas
ekspektasi serangkaian peran anggota organisasi menghadapi situasi yang
mengandung tiga dimensi, yaitu ketidakjelasan peran, ketidaksesuaian peran
sehingga antar peran bertentangan satu dengan lainnya dan beratnya tekanan
dalam pekerjaan (Woelf & Snoek, 1962). Role stress adalah tekanan yang dialami
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi
(Robbins dan Judge, 2008:372). Terdapat tiga sumber dari role stress, yaitu role
conflict (konflik peran), role ambiguity (ambiguitas peran), dan role overload
(banyaknya tuntutan peran) (Peterson,1995; Robbins dan Judge, 2008:372). 1) Role conflict
Role conflict (konflik peran) dapat didefinisikan sebagai tingkat dimana
performa peran dianggap dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang dapat
mengakibatkan munculnya konflik atau tingkah laku yang saling
bertentangan (Seniati, 2002). Konflik peran bisa terjadi ketika terdapat dua
perintah berbeda dalam waktu bersamaan dan diantara dua perintah tersebut
bertolak belakang (Fanani et al., 2008). Menurut Kahn et al. (1964), konflik
peran terjadi ketika seorang karyawan menghadapi harapan yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan, sehingga apa yang diharapkan tidak tercipta secara
efektif. Konflik peran terjadi sebagai kejadian simultan dari dua atau lebih
bentuk tekanan pada tempat kerja, dimana pemenuhan dari satu peran
membuat pemenuhan terhadap peran lain lebih sulit. Konflik peran ada jika
seseorang menemui keadaan dimana patuh pada persyaratan satu peran
menyebabkan kesulitan untuk mematuhi persyaratan dari suatu peran lain. Pada keadaan ekstrem, dapat mencakup situasi dimana dua atau lebih
pengharapan peran saling berlawanan (kontradiksi).
2) Role ambiguity (ambiguitas peran)
Role ambiguity dapat didefinisikan sebagai tidak adanya informasi yang
memadai yang diperlukan seseorang untuk memenuhi peran mereka secara
memuaskan (Senatra, 1980). Ketidakjelasan peran muncul dalam lingkungan
kerja saat seorang karyawan tidak memiliki informasi yang memadai untuk
menghasilkan kinerja yang efektif dari peran yang diberikan. Fanani et al.
(2008) menyatakan role ambiguity adalah tidak cukupnya informasi yang
diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, serta tidak adanya arah dan
kebijakan yang jelas, ketidakpastian sanksi dan ganjaran terhadap perilaku
yang dilakukan. Ambiguitas peran merupakan sebuah konsep yang
menjelaskan ketersediaan informasi yang berkaitan dengan peran. Pemegang
peran harus mengetahui apakah harapan tersebut benar dan sesuai dengan
aktivitas dan tanggung jawab dari posisi mereka. Individu juga harus
memahami apakah aktivitas tersebut telah dapat memenuhi tanggung jawab
dari suatu posisi dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan (Ahmad dan
Taylor, 2009). Kahn et al. (1964) mengemukakan bahwa ambiguitas peran
juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi merasa tidak puas
dengan perannya, mengalami kecemasan, memutarbalikkan fakta, dan
kinerjanya menurun.
3) Role overload
Role overload adalah kurangnya sumber daya yang dimiliki oleh individu
untuk memenuhi komitmen, kewajiban, atau persyaratan (Peterson, 1995).
Role overload dapat diartikan terlalu banyak memiliki pekerjaan yang harus
dilakukan dalam satu waktu (Beehr et al., 1976). Rapoport dan Rapoport
(dalam Coverman, 1989) mendefinisikan role overload sebagai suatu kondisi
dimana seseorang memiliki terlalu banyak tuntutan peran dan terlalu sedikit
waktu untuk menyelesaikannya. Beban kerja berlebih merupakan pembangkit
stres. Banyaknya tugas yang diberikan pada jangka waktu yang terbatas atau
pekerjaan yang diberikan terlalu sulit dan melebihi kemampuan dapat
menyebabkan seseorang menjadi lelah, baik secara fisik maupun pikiran
(Wiryathi, 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar