Greenberg dan Baron (2003: 156) menyatakan ketika karyawan tidak puas
dengan pekerjaan mereka, mereka berusaha menemukan cara untuk mengurangi
keterpaparan mereka terhadap pekerjaan mereka. Artinya, mereka menjauh dari
pekerjaan mereka, sebuah fenomena yang dikenal sebagai penarikan karyawan.
Dua bentuk utama penarikan karyawan adalah ketidakhadiran dan pemberhentian
kerja yang disengaja. Dengan tidak tampil bekerja dan/atau berhenti bekerja, orang
mungkin mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap pekerjaan mereka atau
mencoba melepaskan diri dari aspek-aspek yang tidak menyenangkan yang
mungkin mereka alami.
Pengertian employee withdrawal (penarikan karyawan) menurut Greenberg
dan Baron (2003: 156) adalah tindakan seperti absensi kronis dan pemberhentian
kerja secara sengaja (yaitu berhenti dari pekerjaan) yang memungkinkan karyawan
melarikan diri dari situasi organisasi yang merugikan. Menurut Roobins dan Judge
(2008: 112) konsekuensi karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka adalah
sebagai berikut:
1. Keluar (exit): Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui perilaku yang
ditujukan untuk meninggalkan perusahaan, termasuk mencari posisi baru
dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (voice): Ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha-usaha
yang aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi dan beberapa bentuk
aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (loyalty): Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan secara aktif
menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika
berhadapan dengan kecemasan eksternal dan mempercayai organisasi dan
“manajemennya untuk melakukan hal yang benar”.
4. Pengabaian (neglect): Ketidakpuasan yang diungkapkan dengan
membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau
keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha, dan meningkatkan
angka kesalahan.
Menurut Munandar dan Suhendi (2008) mejelaskan bahwa kepuasan dan
ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti. Berikut ini merupakan hasil penelitian
tentang dampak kepuasan terhadap produktivitas, kehadiran, dan keluarnya pekerja,
serta dampak terhadap unjuk kerja:
1. Dampak terhadap produktivitas
Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Kepuasan
kerja mungkin merupakan akibat, dan bukan merupakan sebab dari produktivitas.
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi akan menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika karena mempersepsikan bahwa
ganjaran ekstrinsik (misalnya gaji) yang diterima terasa adil dan wajar, serta
diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika karyawan tidak dapat
mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan baik dan
unjuk kerja, kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan
dalam kepuasan kerja.
2. Dampak terhadap ketidakhadiran (absenteeism) dan keluarnya tenaga kerja
(turn over)
Porter dan Streers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran lebih spontan
sifatnya sehingga bisa saja mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan
26
berhenti atau keluar. Karena memiliki akibat-akibat ekonomis yang besar, lebih
besar kemungkinannya perilaku ini berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Sedangkan menurut Munandar (2008) dampak atau konsekuensi dari
kepuasan kerja, yaitu:
1. Dampak terhadap produktivitas
Awalnya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan
menaikkan kepuasan kerja. Lawler dan Porter dalam Munandar (2008)
mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan
kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik dan
ganjaran ekstrinsik yang diterima keduanya adil dam wajar dan diasosiasikan dengan
job performance yang unggul.
2. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja
Steers & Rhodes dalam Munandar (2008) mengembangkan model dari
pengaruh terhadap ketidakhadiran. Mereka melihat adanya dua faktor pada
perilaku hadir, yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka
percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja dalam
kombinasi dengan tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk datang pada
pekerjaan. Menurut Robbins dalam Munadar (2008) ketidakpuasan kerja pada
karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai cara. Misalnya, selain
meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkan, mencuri barang
milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab mereka.
3. Dampak terhadap kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
kesehatan fisik dan mental. Salah satu temuan yang penting dari kajian yang
dilakukan oleh Kornhauser dalam Munandar (2008) tentang kesehatan mental dan
kepuasan kerja ialah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja
bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan mereka
berkitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor - skor ini juga berkaitan
dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar