Kamis, 28 Mei 2020

Pengaruh Kepemilikan Pemerintah Daerah Terhadap Kelengketan Biaya (skripsi dan tesis)

 Salah satu masalah pemerintahan yang dapat berpotensi mempengaruhi biaya lengket adalah kepemilikan negara. Keterlibatan pemerintahan dalam hal mencari keuntungan dari kegiatan telah didokumentasikan oleh beberapa artikel. Sapienza (2004) mengungkapkan bahwa perusahaan milik negara dikenakan biaya sosial, politik, dan biaya agensi. Kepemilikan pemerintah pada perbankan memiliki efek distorsi pada alokasi sumber daya, alokasi sumber daya yang dipolitisi ini mungkin akan berpengaruh pada perkembangan dan produktifitas perusahaan. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sendiri juga dijadikan sebagai mekanisme untuk mengejar tujuan para politisi, seperti memaksimalkan pekerjaan atau pembiayaan perusahaan yang diinginkan para politisi saja untuk mengejar keuntungan pribadi dan dalam rangka mencapai tujuan politik mereka, politisi sering memberikan perintah kepada manajer BUMN untuk mentransfer sumber daya BUMN kepada konstituen mereka (Shleifer dan Vishny,1994). Boardman dan Vining (1989) berpendapat bahwa dari pandangan teori hak kepemilikan, dimana sebagai wakil dari pemegang saham mempunyai sedikit insentif untuk mengawasi manajer BUMN. Perusahaan yang dimiliki pemerintah berpotensi dikenakan biaya agensi yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan swasta. Selain itu, mekanisme pemantauan dan jalannya kegiatan di tingkat pemerintah kurang efektif sehingga menyebabkan politisi dan birokrat lebih berpotensi dalam melakukan intervensinya dengan mengorbankan kinerja perusahaan Wang et al (2008) menemukan bahwa perusahaan yang dikuasai pemerintah lokal seperti provinsi dan kabupaten lebih memilih untuk menyewa auditor lokal, hal ini dilakukan karena untuk alasan yang menguntungkan ( Pemerintah dapat mengintervensi pekerjaan auditor agar auditor dapat memberikan pendapat yang menguntungkan). Pemerintah menggunakan tekanan politik memaksa auditor lokal untuk berkolusi dengan mereka. Dengan kata lain, Pemerintah menggunakan kekuasaanya untuk mempengari keputusan auditor lokal untuk menutupi kinerja perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang relatif buruk. Selain itu, saat ini banyak perusahaan daerah yang kalah bersaing dengan sektor swasta dan salah satu penyebabnya adalah besarnya campur tangan dan lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Pemerintah juga sering melakukan eksploitatif terhadap perusahaan daerah dengan menargetkan penerimaan APBD dari perusahaan daerah tanpa melihat perusahaan daerah tersebut mengalami untung atau rugi (Yulianto, 2000). Pada BPR milik pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten diduga terdapat perbedaan dalam hal intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, dimana karena BPR kabupaten berada dalam taraf yang lebih rendah dibandingkan dengan BPR provinsi sehingga pemerintah lebih leluasa untuk melakukan intervensinya kepada BPR kabupaten. Menurut Penowo (2011) intervensi yang dilakukan pemerintah di BPR kabupaten seperti menyalurkan kredit ke pegawai negeri sipil (PNS) ataupun anggota DPRD, serta menjadikan BPR milik kabupaten sebagai alat untuk membiayai proyek besar pemerintah. Jika pemerintah turut terjun dalam aktivitas BPR, dalam hal ini dikhawatirkan dapat menganggu kesehatan BPR milik kabupaten itu sendiri. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kinerja BPR kabupaten. BPR dapat menderita kerugian jika dikelola secara tidak efisien dan produktifitas yang rendah sehingga membuat BPR tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan lembaga keuangan lainnya. Biaya operasional pada BPR kabupaten diduga menimbulkan biaya lengket. Karena adanya perbedaan kepemilikan pemerintah pada kedua BPR tentunya akan ada perbedaan campur tangan ataupun intervensi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap BPR kabupaten. Ketika pendapatan meningkat, BPR milik pemerintah kabupaten cenderung akan meningkatkan biaya operasional seperti biaya untuk merekrut karyawan baru, meningkatkan kapasitas karyawan (memberikan training), biaya untuk memperoleh barang, ataupun biaya yang digunakan untuk membiayai proyek pemerintah. Tetapi ketika pendapatan menurun, sangat sulit bagi BPR milik pemerintah kabupaten untuk menurunkan sumber daya mereka (terutama karyawan) karena tekanan sosial dan politik yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan tingkat kelengketan biaya.

Tidak ada komentar: