Minggu, 31 Mei 2020

Dampak Keluarga Broken Home bagi Remaja (skripsi dan tesis)


Pada masa perkembangan remaja yang sulit, remaja membutuhkan
peran keluarga sebagai orang-orang yang membimbingnya untuk mengambil
keputusan yang masuk akal, keluarga berperan membimbing remaja untuk
mengambil keputusan di bidang-bidang dimana pengetahuan remaja masih
terbatas (Santrock, 2013). Khususnya pada remaja akhir bahwa merupakan
keadaan yang telah mampu mengendalikan emosinya dari pada remaja awal,
dari segi identitas remaja akhir telah mampu memahami dan mengarahkan diri
untuk mengembangkan dan memelihara indentitas dirinya, dari segi
keagamaan remaja akhir juga telah dapat membedakan agama sebagai ajaran
dengan manusia sebagai penganutnya, remaja telah mengenal tentang nilainilai moral atau konsep-konsep moralitas, dan dari segi kognitif telah terjadi reogranisasi lingkaran syaraf lobe frontal yang berfungsi sebagai kegiatan kognitif tingkat tinggi, yaitu kemampuan merumuskan perencanaan strategis, atau mengambil keputusan, akan tetapi remaja tidaklah lepas dari pengaruh keluarganya (Yusuf, 2004).
Untuk mencapai kematangan tersebut remaja memerlukan bimbingan
karena remaja masih kurang memiliki pemahaman dan wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupan, proses perkembangan remaja tidak selalu berlangsung secara mulus dan bebas dari masalah, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah keluarga broken home (Yusuf, 2004).
Hal ini dijelaskan dengan pendapat Yusuf (2004) iklim lingkungan yang
tidak sehat yaitu keadaan keluarga yang broken home cenderung memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan remaja cenderung akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stress atau depresi. Dalam kondisi ini, banyak remaja yang merespon dengan sikap dan perilaku yang  kurang wajar serta amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, dan tawuran (Yusuf, 2004).
Yusuf (2004) memaparkan bahwa keluarga yang tidak dapat menerapkan
atau melaksanakan fungsi-fungsi keluarga, akan merusak kekokohan konstelasi keluarga (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak), remaja yang memiliki orang tua broken home, akan mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan, apakah akan mengikuti ayah atau ibu; remaja cenderung mengalami frustasi karena kebutuhan dasarnya, seperti perasaan ingin disayangi, dilindungi rasa amannya, dan dihargai telah tereduksi bersamaan dengan peristiwa (broken home) orangtuanya. Keadaan keluarga yang broken home menyebabkan perkembangan kepribadiannya remaja maka cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment) (Yusuf, 2004).
Hal tersebut diuraikan oleh Mighwar (2006) bahwa dalam keluarga
broken home, remaja cenderung mengalami banyak masalah emosional, moral, medis dan sosial. Misalnya, remaja yang ditinggal orang tua yang meninggal dunia dan orang tua yang bercerai, umumnya suka murung, mudah marah dan tersinggung, kurang peka pada tuntutan sosial, dan kurang mampu mengontrol dirinya. Mighwar juga mengungkapkan bahwa suasana rumah tangga yang penuh konflik akan berpengaruh negatif terhadap kepribadian dan kebahagiaan remaja, yang pada akhirnya remaja melampiaskan perasaan jiwanya dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang menyimpang.
Hal ini didukung dengan pendapat Yusuf (2004) bahwa karakteristik
kepribadian yang tidak sehat pada remaja yang hidup dalam lingkungan yang
tidak kondusif atau keluarga yang tidak berfungsi (dysfunction family) yang
bercirikan “broken home”, hubungan antar anggota keluarga kurang harmonis,
kurang memperhatikan nilai-nilai agama dan orangtua bersikap keras atau
kurang memberikan curahan kasih sayang kepada anak, yaitu : (a) Mudah
marah (tersinggung), (b) menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan, (c)
Sering tertekan (stress atau depresi), (d) Bersikap kejam atau senang
menganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang
(hewan), (e) Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
meskipun sudah diperingati atau dihukum, (f) mempunyai kebiasaan
berbohong, (g) Hiperaktif, (h) Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas, (i)
senang mengkritik/mencemooh orang lain, (j) Sulit tidur, (k) Kurang memiliki
rasa tanggung jawab, (i) Sering mengalami pusing kepala (meskipun
penyebabnya bukan bersifat organis), (m) kurang memiliki kesadaran untuk
menaati ajaran agama, (n) bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan, (o)
kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani hidup.
Berdasarkan pemamparan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga
broken home cenderung memberi dampak negatif pada perkembangan remaja, remaja merasa kehilangan figur orang tua secara utuh, fungsional dan
harmonis, yang seharusnya orang tua dapat membantunya melaksanakan
perkembangannya secara efektif, tetapi figur tersebut tidak dapat berjalan
sesuai harapan dan optimal karena keadaan keluarga yang broken home
sehingga remaja mencari tempat yang ada diluar keluarga yang berpontesi
membuat remaja melakukan hal-hal yang meyimpang karena kurangnya
pengawasan dari keluarga.

Tidak ada komentar: