Kamis, 30 April 2020

Perubahan budaya organisasi (skripsi dan tesis)

Pada awalnya orang berpendapat bahwa budaya organisasi yang sudah ditanamkan oleh pendiri dan sekaligus pemimpin tidak dapat atau sulit untuk berubah. Namun, perkembangan menunjukan bahwa perubahan budaya bukannlah suatu hal yang tidak mungkin. Bahkan apabila terjadi perubahan lingkungan, melakukan perubahan adalah suatu keharusan apabila tidak ingin tertinggal dalam perkembangan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kinerja organisasi akan meningkat karena adanya perubahan budaya organisasi. Perubahan budaya organisasi di suatu sisi dapat meningkatkan kinerja, namun di sisi lain dapat pula mengalami kegagalan apabila tidak dipersiapkan dan dikelola dengan benar. Namun, apabila tidak dilakukan perubahan budaya organisasi, sedangkan lingkungan berubah, dapat dipastikan mengalami kegagalan. Paling tidak perubahan harus dilakukan untuk dapat mempertahankan diri dari tekanan persaingan. 
Adappun Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy dalam Wibowo (2010:229) mengemukakan adanya situasi di mana manajemen puncak harus mempertimbangkan perlunya membentuk kembali budayanya, yaitu : 1. “Ketika lingkungan sedang mengalami perubahan fundamental dan perusahaan sangat didorong oleh nilai-nilai. Nilai-nilai tradisional akan dibawa pada penurunan serius. 2. Ketika industri sangat kompetitif dan lingkungan berubah cepat. Perusahaan harus membangun budaya yang memberikan perhatian besar pada perubahan. 3. Ketika perusahaan sedang-sedang saja atau menjadi lebih buruk. Perusahaan harus membangun kembali komitmen bersama pada kesejahteraan perusahaan, dikaitkan dengan keberatan orientasi terhadap pelayanan pelanggan. 4. Ketika perusahaan benar-benar diambang menjadi perusahaan besar. Budaya dan nilai-nilai asli yang menyokongnya secara serius perlu dilengkapi apabila mereka mempertahankan transisi pada lingkungan perusahaan besar.” Apabila perusahaan ingin berhasil menjalankan perubahan budaya korporasi, maka diperlukan langkah bertahap sebagai berikut (Jerome Want dalam Wibowo, 2010:235-239) : 1. “Develope a Systematic Change Plan (mengembangkan Rencana Perubahan Sistematis) 2. Indentifying Change Leader (mengidentifikasi pemimpin perubahan) 3. Openess to New Ideas (keterbukaan pada gagasan baru) 4. Building a Board Concensus for Change (membangun konsensus luas untuk perubahan) 5. Eliminate Bias From The Change Process (menghilangkan bias dari proses perubahan) 6. Individualize Change Strategies (strategi perubahan sendiri) 7. Commit Your Best People (komitmen dengan orang terbaik anda) 8. A Never-Ending Process (suatu proses tidak pernah berakhir)” Dari langkah-langkah diatas dapat dijelaskan lebih jauh sebagai berikut : 28 1. Develope a Systematic Change Plan (mengembangkan Rencana Perubahan Sistematis) Ketika sebuah perusahaan melakukan perubahan budayanya, mereka sering kali gagal menggelar rencana yang sistematis dan dapat diperhitungkan. Sering kali mereka sekedar melompat pada kelompok fokus tertutup atau survei dengan samar-samar tentang apa yang telah dilakukan atau bagaimana mereka akan melakukannya. Rencana perubahan harus menggambarkan sasaran, jangka waktu, orang yang perlu disertakan dalam proses, taktik untuk mengatasi hambatan, sumberdaya yang diperlukan, persyaratan kepemimpinan yang diperlukan, dan ukuran yang dipergunakan untuk menandai kemajuan. 2. Indentifying Change Leader (mengidentifikasi pemimpin perubahan) Pemimpin perubahan mungkin saja orang bijak, pekerja lama yang mempunyai persaan tentang sejarah perusahaan maupun pengakuan bahwa perusahaan perlu mengubah budayanya. Pemimpin perubahan ini bisa datang dari seluruh organisasi dan mempunyai kepedulian tinggi terhadap implikasi proses perubahan bagi organisasi. Perusahaan harus membangun komitmen dengan orang terbaiknya untuk memimpin perubahan.  3. Openess to New Ideas (keterbukaan pada gagasan baru) Tim perubahan maupun organisasi yang lebih besar perlu bersikap terbuka untuk mendengarkan gagasan baru, gagasan tersebut dapat berupa perubahan teknologi, sistem informasi, prosedur kerja, serta inovasi yang baru, tidak peduli berapapun besar perbedaan yang terjadi. Karakteristik umum budaya yang menuju pada kegagalan adalah mereka tidak terbuka pada gagasan baru, organisasi yang menolak gagasan baru adalah merupakan pertanda sebagai organisasi yang bersikap resisten terhadap perubahan. 4. Building a Board Concensus for Change (membangun konsensus luas untuk perubahan) Membangun konsensus bukan hanya sekedar kompromi untuk mendapatkan orang melalui rapat dan yang sudah pasti bukan kelompok fokus. Membangun konsensus memberi kesempatan orang berbagi pandangan berbeda dan sesudah itu membawa pandangan tersebut bersama menempa keyakinan konsensus kuat sekitar isu budaya utama. 5. Eliminate Bias From The Change Process (menghilangkan bias dari proses perubahan) Bias adalah hambatan utama kinerja bisnis tetapi hanya sedikit yang mengenal adanya perangkap dari bias. Adalah wajar bagi orang untuk melewatkan biasnya sendiri dan menganggapnya sah. Akibatnya, bisnis sering membuat keputusan kritis dengan 30 konsekuensi jangka panjang berdasar informasi dan sistem keyakinan yang bias. 6. Individualize Change Strategies (strategi perubahan sendiri) Perusahaan sering meniru perusahaan lain walaupun apa yang mereka tiru tidak berjalan. Ini adalah addictive behavior (perilaku kecanduan) dunia bisnis. Perilaku ini menjadi atribut kurangnya kreativitas, takut mengambil resiko, atau kepemimpinan yang kurang suka kebebasan. Apa yang diperlukan adalah strategi yang bersifat individual. Prosesnya memperhitungkan di mana perusahaan berdiri dalam siklus perubahan bisnis, kondisi kompetitif eksternal, umur dan sejarah perusahaan, kepemimpinan dan gaya manajemen, tujuan masa depan, masalah dan tantangan yang dihadapi dan terutama budaya sekarang. 7. Commit Your Best People (komitmen dengan orang terbaik anda) Hasil terbaik hanya dapat diperoleh apabila perusahaan mendapatkan komitmen dari orang terbaiknya terhadap proses. Kredibilitas proses terletak terbesar pada reputasi dan kompetensi orang yang memimpin proses pembangunan budaya. 8. A Never-Ending Process (suatu proses tidak pernah berakhir) Pembangunan budaya bukan program sekali jadi, dengan titk akhir definitif. Merupakan proses yang sedang berjalan dan harus dijaga teteap bergerak dengan perubahan eksternal di pasar. Terlalu banyak 31 perusahaan takut melakukan proses perubahan budaya karena tidak memahami tentang arti pentingnya, di samping usaha yang tidak pernah berakhir di banyak bidang di mana perusahaan berfungsi.

Tidak ada komentar: